Rata-rata lama pidana penjara yang dijatuhkan kepada pelaku dengan vonis pembunuhan berencana adalah 15,05 tahun.
Oleh
SRI REJEKI, RATNA SRI WIDYASTUTI, SATRIO PANGARSO WISANGGENI
·4 menit baca
Erwinuddin alias Wiwin (40) tengah membicarakan masalah utang piutang yang melilit ayahnya, Zainudin, ketika sang ayah kemudian marah dan menampar Wiwin. Pria yang sehari-hari bekerja sebagai petani itu kemudian pergi ke kebun. Setelah itu, ia bermain badminton hingga tengah malam.
Pada pukul 01.00, Wiwin bertemu Wawan Wahyudi, kakaknya. Keduanya lalu membahas utang sang ayah yang menumpuk di bank dan usulan Wiwin untuk menjual ladang demi melunasi utang tersebut. Namun, Wawan tidak tertarik dengan usulan itu. Percakapan pun menjadi panas.
Wawan yang emosi kemudian mendorong Wiwin ke dinding. Wiwin pun terpicu emosinya lalu mengambil kapak di dapur dan membunuh kakak kandungnya tersebut. Ayah dan ibunya yang terbangun karena mendengar keributan ikut dibunuh dengan senjata yang sama. Anak Wawan yang turut terbangun dan mencari ayahnya tak luput dari tindakan membabi buta Wiwin. Keponakannya itu dicekik lalu disumpal baju. Perbuatan ini ia lakukan pada 1 Oktober 2021.
Malam itu juga keempat jenazah ia masukkan ke septic tank di rumahnya di Kampung Marga Jaya, Kecamatan Negara Batin, Kabupaten Way Kanan, Lampung. Keesokan harinya septic tank dicor untuk menutupi bau menyengat.
Akhir April 2022, Wiwin kembali melakukan tindakan kriminal. Ia membunuh Juwanda yang memiliki piutang kepada keluarga Wiwin. Sebelumnya, Juwanda pernah mengancam Wiwin dan melakukan kekerasan pada anak Wiwin, Diki Wahyudi. Juwanda lalu dibunuh dan kemudian dikubur di kebun singkong milik Wiwin dengan bantuan Diki, seperti tertulis dalam putusan Nomor 18/Pid.B/2023/PN Bbu.
Wiwin akhirnya ditangkap pada 5 Oktober 2022. Ia terbukti bersalah dan dijatuhi pidana mati, Selasa (30/5/2023).
Wiwin adalah satu dari setidaknya 12 pelaku pembunuhan yang dijerat pasal pembunuhan berencana dan dihukum mati, dalam periode 2022-2024. Olahan Tim Jurnalisme Data Harian Kompas terhadap putusan pengadilan tingkat pertama Mahkamah Agung selama 2022-2024 menunjukkan, pidana mati paling banyak menimpa pelaku yang divonis menggunakan Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana.
Bunyi pasal itu,”Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.
Perkara dengan vonis berbasis Pasal 340 KUHP juga paling banyak menghasilkan putusan dengan lama pidana penjara seumur hidup. Olahan Tim Jurnalisme Data Harian Kompas menunjukkan, dari total 50 terdakwa kasus pembunuhan dengan vonis penjara seumur hidup, sebanyak 84 persennya berasal dari putusan dengan menggunakan pasal pembunuhan berencana.
Lima belas tahun penjara
Menurut dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Sarwirini, lama pidana untuk pelaku pembunuhan sangat bergantung pada setiap kasus, yakni karakter kasus, pelaku, korban, dan alasan terjadinya.
Namun, terkait dengan sifat berencana atau tidak berencana, Sarwirini menjelaskan, lama hukuman pembunuhan berencana, terutama dengan kekerasan, akan lebih berat ketimbang pembunuhan biasa. Ini karena menurut undang-undang terkait, pembunuhan berencana dengan kekerasan dianggap lebih jahat.
”Menurut peraturan perundang-undangan, untuk pembunuhan biasa ancaman pidananya 5 tahun, 7 tahun, begitu. Untuk yang berencana, ancamannya 15 tahun sampai pidana mati,” kata Sarwirini.
Hasil olahan Tim Jurnalisme Data Harian Kompas, rata-rata lama pidana penjara yang dijatuhkan kepada pelaku dengan vonis pembunuhan berencana adalah 15,05 tahun. Angka ini tidak selama rata-rata hukuman untuk tindak pembunuhan bukan berencana.
Tindakan pidana pembunuhan dengan pemberatan rata-rata hukumannya lebih lama, yakni 16,56 tahun atau sekitar 1,5 tahun lebih lama dari rata-rata hukuman pembunuhan berencana. Sementara itu, lama hukuman untuk pembunuhan ‘biasa’ rata-rata 10,56 tahun, atau sekitar dua pertiga rata-rata lama hukuman pembunuhan berencana.
Dalam tindak pembunuhan berencana, menurut Sarwirini, biasanya ada hubungan erat antara pelaku dan korban, misalnya ada dendam atau keinginan mendapatkan harta. Pelaku biasanya merencanakan aksinya sejak dini. Oleh sebab itu, pembunuhan berencana membutuhkan waktu.
Uraian Sarwirini selaras dengan temuan Tim Jurnalisme Data Harian Kompas. Sebanyak 32,44 persen kasus yang diputuskan berdasarkan pasal pembunuhan berencana dilatarbelakangi oleh sakit hati dan keinginan balas dendam.
Pembunuhan ”biasa” lebih banyak
Dari semua perkara kasus pembunuhan yang dianalisis, jumlah terbanyak adalah yang menggunakan pasal pembunuhan ”biasa” atau Pasal 338 KUHP. Temuan Tim Jurnalisme Data Harian Kompas menunjukkan, sebagian besar (49,56 persen) vonis dijatuhkan dengan berbasis Pasal 338 tentang pembunuhan. Baru setelahnya putusan yang berdasarkan Pasal 340 atau pembunuhan berencana sebanyak 25,86 persen.
Kriminolog FISIP UI, Adrianus Meliala, menjelaskan, pembunuhan yang terjadi umumnya memang berkategori tidak berencana karena diasumsikan tindakan itu hanya bisa dilakukan orang-orang tertentu.
Menurut dia, pembunuhan sebenarnya tidak mudah dilakukan karena hanya orang-orang yang sudah pernah melakukannya atau terlatih berbuat kejahatan saja yang sanggup melakukan pembunuhan.
”Kalau kemudian ada pelaku yang first offender. Dia tidak punya catatan kejahatan, nepuk nyamuk aja enggak tega tetapi jadi pelaku, ini soal lain. Namun, umumnya pembunuhan adalah tidak terencana,” kata Adrianus.
Ditambahkannya, ada perbedaan antara cara berpikir hukum dan cara berpikir pelaku kejahatan. Menurut cara pikir hukum, hal yang dianggap terencana adalah segala perbuatan di luar kebiasaan.
”Jadi, segala perbuatan khusus di luar kebiasaan dan kemudian dapat dikaitkan dengan pembunuhan. Ini sudah dapat disebut yang bersangkutan melakukan pembunuhan berencana,” kata Adrianus.