Kisah asmara bisa berakhir indah, tetapi juga bisa berujung fatal dengan hilangnya nyawa salah satu pihak.
Oleh
SRI REJEKI, SATRIO PANGARSO WISANGGENI, RATNA SRI WIDYASTUTI
·4 menit baca
Kisah cinta yang awalnya romantis bisa berubah menjadi tragis, seperti dialami RM (50). Nyawanya harus melayang di tangan kekasih gelapnya, Ahmad Arif Ridwan Nuwloh (29). Jenazah RM dimasukkan ke dalam koper sebelum dibuang ke Jalan Inspeksi Kalimalang, Cikarang Barat, Bekasi, Jawa Barat (Kompas.id, 6/5/2024).
Kisah yang sempat menggemparkan pada awal Mei 2024 ini menjadi satu contoh kisah asmara yang berakhir fatal dengan hilangnya nyawa salah satu pihak. Hasil olahan Tim Jurnalisme Data Harian Kompas terhadap 1.113 putusan pengadilan tingkat pertama kasus-kasus pembunuhan sepanjang 2022-2024, hubungan percintaan menjadi motif nomor tiga paling banyak di balik pembunuhan. Sebanyak 12,63 persen korban pembunuhan kehilangan nyawa karena urusan asmara.
Olahan data Tim Jurnalisme Data Harian Kompas juga menunjukkan 40,91 persen pelaku pembunuhan adalah pasangan intim korban. Pasangan intim dalam konteks ini adalah suami/istri, kekasih, atau pasangan selingkuh. Dari hasil olahan data ini, secara umum terlihat bahwa jumlah pelaku dan korban pembunuhan paling banyak adalah laki-laki. Namun, khusus untuk pembunuhan bermotif asmara, jumlah korban laki-laki dan perempuan hampir berimbang.
Salah satu korban pria adalah La Ode Manade, yang diperkirakan berusia 26-35 tahun. Ia tewas ditebas parang oleh Yusdin alias Justin (31) di depan Hotel Lina, Kelurahan Wangkanapi, Kecamatan Wolio, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara. Awal persoalannya ketika La Ode Manade mendatangi Yusdin pada 13 Juni 2023 pukul 00.30 Wita. La Ode menarik baju Yusdin dan kemudian memukul wajahnya sambil menuduh, ”Kenapa kamu telepon-telepon istriku. Gara-gara kamu, rumah tanggaku hancur.”
Yusdin yang tidak terima perlakuan La Ode pulang mengambil parang dan mengejar La Ode. Pria itu pun meregang nyawa akibat terkena tebasan parang Yusdin.
Dalam putusan nomor 114/Pid.B/2023/PN Bau disebutkan, istri La Ode ternyata tidak berselingkuh dengan Yusdin. Ia memang pernah mengirim pesan ke Yusdin, tetapi untuk menanyakan pacar Yusdin karena istri korban berteman dengan pacar Yusdin. Vonis pidana penjara 15 tahun akhirnya dijatuhkan kepada Yusdin.
Menurut Guru Besar Psikologi Sosial Universitas Airlangga Suryanto, cinta mengandung berbagai kondisi dan kualitas emosional yang ditandai dengan kedekatan, keintiman, gairah, komitmen, daya tarik, kasih sayang, dan kepercayaan.
”Efek cinta ada dua, bahagia atau kecewa. Kebahagiaan dalam hubungan terjadi manakala dengan cinta ada hasil janji bersama untuk mencapai tujuan hidup. Sebaliknya, kecewa terjadi bila tujuan hidup bersama tidak tercapai. Salah satu dipandang mengecewakan yang lain,” kata Suryanto, Rabu (17/7/2024).
Menurut Suryanto, kekecewaan karena cinta dapat menyebabkan frustrasi, yaitu perasaan negatif yang ditandai dengan cemas, bingung, dan putus asa. Pada saat frustrasi datang, berbagai reaksi akan muncul. Bila seseorang mampu mengatasi frustrasinya, ia akan mampu mengontrol diri, tenang, dan bisa berpikir jernih dalam menghadapi situasi. Sebaliknya, bila tidak mampu mengatasi frustrasi, ia dapat melakukan tindakan agresi.
Pencegahan fatal diperlukan
Suryanto kemudian menyarankan kepada individu yang sedang menjalin hubungan asmara perlu menyiapkan diri menerima kekurangan berikut kelebihan pasangan. ”Jangan selalu berpikir yang indah-indah saja, tetapi juga harus berpikir bagaimana bila gagal membangun cinta,” katanya.
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani menekankan pentingnya intervensi dan pendampingan psikologis untuk mencegah kekerasan fatal dalam hubungan asmara. Menurut Andy, pola percekcokan berulang, terutama yang disebabkan oleh kecemburuan berlebihan, dapat berujung pada tindakan kekerasan yang serius.
”Misalnya karena cemburu berlebihan. Jika pasangan pergi dengan orang lain, kecemburuan akan terus terakumulasi dan makin intens,” ujar Andy, Selasa (9/7/2024).
Untuk mencegah kekerasan fatal, menurut Andy, perlu segera dilakukan penanganan dan pendampingan psikologis. Korban perlu segera mencari pertolongan ke Unit Pelayanan Terpadu (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak atau lembaga bantuan dan konselor. ”Sebetulnya yang penting dikonseling adalah pelaku. Intervensi pada pelaku sangat diperlukan,” katanya.
Andy juga menekankan perlunya pengembangan program intervensi bagi pelaku oleh pemerintah. ”Konseling pernikahan itu penting. UPTD untuk perempuan dan anak harus dilengkapi dengan program konseling, perubahan perilaku, dan intervensi pelaku,” katanya.
Ia mengkritik pendekatan mediasi yang sering kali hanya memberikan kesan sama rata tanpa menangani akar masalah. ”Kalau mediasi ini kesannya sama rata, padahal harus ada perangkat agar ini tidak berulang,” ujarnya.
Lebih lanjut, Andy menyoroti kesulitan intervensi oleh pihak kepolisian yang sering kali berujung pada pendekatan restorative justice.
”Kebanyakan kasus seperti ini malah didamaikan ketika dilaporkan ke polsek. Sekali dua kali mungkin masih bisa diterima, tetapi pada akhirnya harus ada intervensi yang lebih tegas dan mendalam,” katanya.