Merujuk riset Energy Policy Institute dari University of Chicago Amerika Serikat (AS), setiap peningkatan polutan PM 2,5 sebesar 10 mikrogram/meter kubik (µg/m3) di atas ambang batas kesehatan dapat mengurangi angka harapan hidup sebanyak 0,98 tahun. Data PM 2,5 diperoleh dari Socioeconomic Data and Applications Center (SEDAC) Badan Antariksa AS NASA di rentang 1998-2019.
Data itu kemudian dikombinasikan dengan Global Human Settlement Layer (GHSL) Uni Eropa tahun 2020. Dari dua data tersebut dapat diketahui jumlah penduduk di tiap kota metropolitan Indonesia berdasarkan rata-rata paparan PM 2,5.Menggunakan pedoman ini,
Tim Jurnalisme Data Harian Kompas menemukan kota-kota metropolitan di Indonesia yang polusi udaranya dapat mengurangi angka harapan hidup paling besar. Kota Depok, Jawa Barat, menjadi kota dengan rata-rata pengurangan angka harapan hidup terparah dengan angka 6,6 tahun atau 6 tahun 7 bulan.
Baca juga: Warga Kota Indonesia Hidup dengan Polusi Udara

Urutan berikutnya Kota Bogor (6,5 tahun), Kota Bandung (6,3 tahun), Jakarta Selatan dan Jakarta Timur (5,8 tahun), Kota Bekasi (5,7 tahun), Kota Tangerang Selatan (5,6 tahun), Jakarta Barat (4,9 tahun), Jakarta Utara (4,8 tahun), dan Kota Tangerang (4,8 tahun).
Kota di luar Jabodetabek yang paling banyak berkurang angka harapan hidupnya adalah Kota Semarang (3,2 tahun), Kota Batam (2,8 tahun), Kota Palembang (2,4 tahun), serta Kota Surabaya dan Kota Medan (2,2 tahun).
Prof Budi Haryanto dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia membenarkan bahwa polusi udara bisa mengurangi angka harapan hidup. ”Dari penelitian saya, polusi udara bisa menurunkan angka harapan hidup hingga 3,5 tahun,” ujarnya.
Berkaitan kuat
Kompas menemukan pada 18 kota metropolitan itu ada korelasi positif (r = 0.5) antara prevalensi penyakit pernapasan (infeksi saluran pernapasan akut, TBC, pneumonia, dan asma) dan rata-rata angka PM 2,5 selama 22 tahun (1998-2019). Korelasi ini menunjukkan bahwa kasus penyakit pernapasan meningkat beriringan dengan tingkat polusi di kota-kota tersebut.
Polusi udara yang tinggi berkontribusi dengan dampak kesehatan pernapasan yang buruk pada warga di kota-kota besar.
Data Badan Pengelola Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan juga menunjukkan potensi peningkatan pada jumlah kunjungan penderita penyakit pernapasan pada 2023. Lonjakan kasus penyakit pernapasan seharusnya diantisipasi.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F08%2F22%2F283357d0-3fbc-4e18-bd30-a30a624f8638_jpg.jpg)
Dokter memeriksa dengan stetoskop pasien bergejala batuk di Poli Batuk dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), di Puskesmas Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Selasa (22/8/2023).
Kondisi pada 2023 mirip dengan tahun 2019. Pertama, tingkat polutan PM 2,5 dan NO₂ yang mirip. Kedua, tahun 2023 dan 2019 sama-sama pada fase El Nino yang berkarakteristik memiliki kemarau berkepanjangan. Ketiga, dua tahun tersebut tidak berada di dalam masa pandemi Covid-19.
Analisis data historis sejak tahun 2000 menunjukkan bahwa di setiap wilayah Indonesia memasuki fase El Nino, tingkat polutan PM 2,5 dapat meningkat dengan lonjakan rata-rata sebesar 16,8 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Ini terjadi pada 2002 ketika tingkat PM 2,5 rata-rata Indonesia melonjak 21,6 persen dari 16 µg/m3 pada 2001, menjadi 19,5 µg/m3pada 2002. Pada 2004 dan 2009, lonjakan angka PM 2,5 terjadi sebesar 13,4 persen dan 13,7 persen. Pada 2014, angka PM 2,5 melonjak 19,3 persen, dan pada 2019 kenaikan angka PM 2,5 adalah sebesar 16 persen.

Pasien meningkat
Kenaikan tingkat PM 2,5 pada 2019 sebesar 16 persen tersebut terjadi bersamaan dengan kenaikan jumlah kunjungan untuk penyakit pernapasan sebesar 10,9 persen, yakni dari 1,2 juta pasien rawat inap dan rawat jalan bertambah sekitar 130.000 pasien menjadi 1,33 juta.
Jika karakteristik kenaikan pada 2019 juga terjadi pada 2023, jumlah pasien penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) 2023 dapat diperkirakan bertambah 137.000 orang menjadi 1,4 juta pasien. Kondisi ini membebani pembiayaan BPJS Kesehatan sekitar Rp 370,9 miliar.
Baca juga: Anak-anak yang Susah Bernapas
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2019%2F08%2F09%2Fe718842f-54ea-4a00-86a9-d06daa1d16d1_jpg.jpg)
Suasana di Pavilion B Rumah Sakit Siloam Lippo Village, Karawaci, Tangerang, Banten, Jumat (9/8/2019). Hampir 90 persen pasien yang berobat dan dirawat di Pavilion B Rumah Sakit Siloam adalah peserta BPJS Kesehatan.
Di RSUP Persahabatan Jakarta bahkan terjadi kenaikan pasien ISPA 20 persen pada pertengahan 2023 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2022. Hal ini disampaikan Direktur Utama RSUP Persahabatan Jakarta Agus Dwi Susanto, pertengahan Agustus 2023.
Kementerian Kesehatan mencatat, kasus ISPA di wilayah Jabodetabek pada Juli 2023 mencapai 285.623 kasus. Angka ini meningkat 38,4 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada Juli 2022. Kasus ISPA saat itu mencapai 206.311 kasus. Fenomena ini belum menjadi kajian serius pemerintah. ”Ini perlu dikaji ulang, tetapi memang jika ada polusi udara, dampak kesehatannya akan lebih tinggi. Namun, saya sependapat, ada kualitas udara tidak sehat, kemunculan penyakit respirasi akan lebih tinggi,” kata Direktur Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan dr Anas Maruf.