Di Dalam Atau di Luar Ruangan Sama-sama Terpapar Polutan
Ancaman paparan polutan PM 2,5 di dalam dan di luar ruangan tidak ada bedanya.Warga yang bekerja di dalam atau di luar rumah berpotensi terpapar PM 2,5 sama tingginya
Oleh
ALBERTUS KRISNA, SATRIO PANGARSO WISANGGENI, MARGARETHA PUTERI ROSALINA
·5 menit baca
KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Pengendara sepeda motor mengenakan masker saat berkendara di Jalan Pamulang Raya, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (23/8/2023). Menurut data IQAir, indeks kualitas udara di Tangerang Selatan pada pukul 15.00 menunjukkan angka 175 atau berada pada tingkat polusi udara yang tidak sehat. Sebagian warga mengenakan masker untuk melindungi diri dari polusi udara.
Ancaman paparan polutan PM 2,5, di luar atau di dalam ruangan ternyata tidak ada bedanya. Warga yang bekerja lebih lama di rumah, juga berpotensi terpapar PM 2,5, hampir sama dengan masyarakat yang bekerja di area perkantoran.
Sebagian besar warga Indonesia berpotensi kehilangan satu tahun usia karena paparan polutan particulate matter (PM2,5). Mayoritas sebanyak 60,5 juta jiwa atau 29,3 persen dari total 206,7 juta penduduk usia kerja (15-64 tahun) di Indonesia menghirup udara dengan PM 2,5 sebesar 16-25 mikrogram/meter kubik (µg/m3), melebihi batas baku mutu udara sehat Indonesia yakni 15 µg/m3.
Sementara itu hanya ada 24,6 persen penduduk usia kerja yang beruntung dapat menikmati udara sehat yaitu udara dengan PM 2,5 kurang dari 15 µg/m3.
Jika suatu wilayah terjadi peningkatan PM 2,5 sebesar 10 µg/m3 di atas ambang batas yang sehat, diyakini orang yang tinggal di dalamnya akan mengalami pengurangan angka harapan hidup sebanyak 0,98 tahun menurut Energy Policy Institute dari University of Chicago AS.
Mengacu hal itu, Tim Jurnalisme Data Harian Kompas menemukan ada 46,1 persen penduduk usia kerja di Indonesia yang berpotensi kehilangan usia antara 3 hingga 5 tahun karena terbiasa menghirup udara dengan PM 2,5 dalam rentang 35 hingga 65 µg/m3. Angka ini setara 3-5 kali kenaikan 10 µg/m3 dari batas ambang udara sehat.
Temuan tim berasal dari pengolahan data mikro Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS Agustus 2021. Data tersebut digabungkan dengan rata-rata PM 2,5 rentang tahun 1998 hingga 2020 di setiap kabupaten/kota di Indonesia. Data PM 2,5 ini diolah secara spasial dari citra satelit di Sosioeconomic Data and Applications Center (SEDAC).
Melalui data Sakernas ini diketahui rata-rata proporsi waktu yang digunakan pekerja di Indonesia. Dalam sehari rata-rata masyarakat yang bekerja di kantor menghabiskan waktu di kantor selama 5,1 jam, perjalanan ke dan dari kantor 0,9 jam (54 menit), dan waktu di rumah 18 jam.
Terdapat rasio yang membedakan antara PM 2,5 di luar ruang dan di dalam ruang. Mengacu jurnal “Analysis of Indoor and Outdoor Particulate (PM 2,5) at a Women and Children's Hospital in West Jakarta” tahun 2021, PM 2,5 di dalam ruang seperti di rumah dan kantor memiliki rasio sebesar 0,8 dibandingkan PM 2,5 di luar ruang.
Warga yang bekerja di kantor atau di rumah juga ikut merasakan paparan PM 2,5. Temuan tim menunjukkan hanya ada 25,3 persen pekerja kantor yang dapat menikmati udara sehat dengan PM 2,5 kurang 15 µg/m3. Bahkan lebih sedikit hanya 23,5 persen pekerja di rumah yang dapat menikmati udara sehat ini.
Kedua tipe pekerja ini mayoritas menghirup udara dengan PM 2,5 dalam rentang 15 – 25 µg/m3. Ada 29,5 persen pekerja di kantor dan 28,5 persen pekerja di rumah yang menghirup udara dalam rentang PM 2,5 ini. Sisanya 48,1 persen pekerja di rumah terpapar udara dengan PM 2,5 lebih dari 25 µg/m3. Sama halnya dengan 44,9 persen pekerja di kantor.
Ervina (40), warga Serpong, Tangerang Selatan yang lebih banyak bekerja di rumah, selama ini tidak menyadari jika polusi udara juga bisa terjadi di dalam ruangan. “Aku enggak sadar kalau di dalam rumah bisa polusi. Aku pikir debu-debu biasa, gak terlalu mempengaruhi," kata Ervina pertengahan Agustus lalu.
Namun selama ini Ervina sudah rutin membersihkan rumah dan AC. Kebiasaan itu terbentuk karena dia dan anak lelakinya alergi debu. Belakangan, dokter mendiagnosis alerginya tersebut menimbulkan peradangan di hidung.
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
Air purifier dinilai efektif menyegarkan dan membersihkan udara dalam ruang, seperti terpasang di salah satu kelas Mighty Minds Preschool, Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis (30/3/2023).
Bandung Lebih Tinggi
Periode bermobilitas menuju tempat kerja meski singkat, namun berpotensi memberikan paparan polusi udara yang paling tinggi dalam satu hari. Pengguna sepeda motor, mengalami paparan polusi yang jauh lebih tinggi, dibandingkan pengendara mobil dan juga transportasi umum.
Menggunakan sensor PM 2,5 kategori low-cost, tim mengukur paparan polusi yang diterima seorang komuter dari sebuah titik di pinggiran kota menuju area pusat kegiatan bisnis dan perkantoran.
Pengukuran ini membandingkan paparan yang diterima seseorang dengan moda transportasi yang berbeda-beda. Pengukuran ini dilakukan di Jabodetabek dan Bandung, Jawa Barat pada waktu pagi hari saat jam sibuk di pagi hari.
Di Jabodetabek, tim membandingkan paparan polusi udara pada tiga moda transportasi yakni kereta rel listrik commuter line, mobil, dan sepeda motor. Tiga moda ini memiliki titik berangkat dan tujuan yang sama, yakni berangkat dari kawasan Pondok Ranji, Tangerang Selatan, menuju Palmerah yang berada di irisan Jakarta Pusat, Barat, dan Selatan.
MARGARETHA PUTERI ROSALINA
Pengukuran kadar polutan PM 2,5 di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat pada Jumat (25/08/2023), pukul 18.30 menunjukkan angka 46. Menurut standar WHO, masuk kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif
Sedangkan di Bandung, tim membandingkan dua moda transportasi yakni mobil dan sepeda motor. Metodenya pun sama, berangkat dan menuju titik yang sama.
Tim mengukur paparan polusi terhadap komuter dari Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung menuju pusat kota Bandung di sekitar Gedung Sate.
Ada sejumlah hasil yang sama antara Bandung dan Jabodetabek. Paparan yang diterima pengendara sepeda motor jauh lebih tinggi ketimbang pengemudi mobil.
MARGARETHA PUTERI ROSALINA
Pemantauan kadar polutan PM 2,5 di dalam mobil selama perjalanan menuju Dayeuhkolot, Kab. Bandung, pada Kamis (10/08/2023) pukul 7.30. Angka rata-rata kadar PM2,5 selama 20 menit perjalanan, 35 ug/m3, yang masuk kategori moderat
Di Jakarta, rata-rata paparan PM 2,5 yang diterima pengendara sepeda motor adalah 74,6 µg/m3. Ini lebih tinggi 164 persen ketimbang mobil yang berada di kisaran 28 µg/m3.
Perbedaan ini bahkan terlihat lebih besar di Bandung. Dalam perjalanan mobil selama 39 menit, rata-rata paparan PM 2,5 yang diterima pengendara mobil adalah sebesar 36,3 µg/m3. Untuk pengendara sepeda motor, paparan yang diterima sebesar 251 persen lebih tinggi, yakni di angka 127 µg/m3.
Untuk pengguna KRL di Jabodetabek, polusi udara yang diterima masih lebih baik ketimbang pengendara sepeda motor, yakni di angka 61,7 µg/m3. Temuan ini menguatkan adanya ancaman paparan polutan pekerja komuter yang menggunakan sepeda motor.
“Artinya, meskipun di perjalanan hanya 1-2 jam, jauh lebih singkat dibandingkan 14 jam di rumah, itu konsentrasi pencemarnya di jalan raya tinggi sekali yang masuk ke hidung,”
KOMPAS/ALBERTUS KRISNA
Kualitas udara di Kota Bandung sedang dalam kondisi tidak baik. Kompas mengukur konsentrasi PM 2,5 menggunakan alat ukur low cost di salah satu kafe di Kota Bandung pada Kamis (10/08/2023).
Secara akumulatif sehari, polusi udara yang terpapar cenderung sama antara di dalam ataupun di luar rumah. Guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof Budi Haryanto menilai, meskipun berkomuter di jalan hanya mengambil waktu relatif singkat dibanding waktu yang dihabiskan dalam ruangan selama satu hari, konsentrasi pencemar yang masuk sistem pernapasan tergolong tinggi.
“Artinya, meskipun di perjalanan hanya 1-2 jam, jauh lebih singkat dibandingkan 14 jam di rumah, itu konsentrasi pencemarnya di jalan raya tinggi sekali yang masuk ke hidung,” kata Budi.