Nasib keluarga anak buah kapal migran yang meninggal di negara penempatan kerap kali ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Belum kering air mata duka, sudah harus menanggung kerugian dari hak-hak mereka yang dipangkas.
Oleh
JOG/FRD/DVD/ILO
·5 menit baca
TIM INVESTIGASI KOMPAS
Sukari Tamin (53) berziarah ke makam anaknya, Kasnali, di Tempat Pemakaman Umum Banasari, Desa Gembongan, Kecamatan Babakan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (22/7/2023). Kasnali merupakan anak buah kapal perikanan migran yang meninggal di Chile pada 2017 silam.
Sukari Tamin (53) menyingkirkan dedaunan kering dari nisan di sebuah pemakaman di Pabuaran, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, akhir Juli silam. Menengadahkan tangan di depan dada, ia merapalkan doa sambil memandangi tulisan di kepala nisan. Nama Kasnali tercetak di sana.
Kasnali adalah putra sulung Sukari yang meninggal dalam usia 29 tahun pada 2017. Tanpa informasi sebab yang jelas, Kasnali jatuh dari kapal berbendera China bernama Hebei 8588 setelah sekitar empat bulan. Ia berangkat tanggal 10 Januari 2017.
Kasnali berangkat ke luar negeri menjadi anak buah kapal (ABK) perikanan migran lewat perusahaan penyalur PT Berkah Jaya Bahari (BJB) yang beralamat di Sugihwaras, Pemalang, Jawa Tengah.
Sukari ikhlas anaknya berpulang ketika sedang berjuang mencari nafkah di lautan lepas. Namun, ia tidak rela jika kepergian Kasnali masih menyisakan ketidakadilan dan ketidakpastian bagi keluarga yang ditinggalkan.
Salah satunya, kematian Kasnali tidak disertai keterangan resmi terkait penyebabnya. Perusahaan yang menyalurkannya ke kapal menyampaikan, Kasnali melarikan diri. Itu menimbulkan pertanyaan lanjutan di benak Sukari. Apa yang terjadi di atas kapal sampai-sampai anaknya nekat mencemplungkan diri ke laut hingga akhirnya jasad almarhum terdampar di salah satu pantai di negara Chile?
”Tidak ada dasar otopsi meninggalnya seperti apa, lukanya seperti apa,” ucap Sukari.
TIM INVESTIGASI KOMPAS
Sukari Tamin (53) berziarah ke makam anaknya, Kasnali, di TPU Banasari, Desa Gembongan, Kecamatan Babakan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (22/7/2023). Kasnali merupakan anak buah kapal perikanan migran yang meninggal di Chile pada 2017 silam.
Perusahaan itu pun tak transparan soal dana kompensasi bagi ahli waris. Sukari menyebutkan, sebelum jenazah dipulangkan, perwakilan perusahaan datang ke rumahnya menyerahkan uang pemakaman sebesar Rp 5 juta.
Setelah jenazah sampai di Indonesia, perusahaan tidak pernah memberi informasi soal asuransi. Sukari memilih bertindak aktif dengan meminta bantuan Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Cirebon melayangkan surat. Kompensasi yang turun pun Rp 75 juta. Artinya, total baru ada Rp 80 juta yang diberikan kepada keluarga Kasnali.
Sukari mempertanyakan besaran kompensasi itu mengingat perusahaan tidak melengkapi pemberian uang dengan dokumen asuransi. Sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan Pasal 31 Ayat (2), perusahaan angkutan di perairan wajib membayar santunan kepada ahli waris minimal Rp 150 juta jika awak kapal meninggal karena kecelakaan kerja dan minimal Rp 100 juta jika meninggal karena sakit.
Selain itu, perusahaan sama sekali tidak menyalurkan gaji Kasnali selama lebih kurang empat bulan melaut. Sukari menanyakannya ke perusahaan dan dijawab bahwa seluruh gaji almarhum digunakan untuk ganti rugi karena saudara Sukari batal mengambil pekerjaan dari perusahaan tersebut.
Sukari memang pernah merekomendasikan salah seorang saudara yang waktu itu menganggur untuk turut mendaftar kerja di laut. Namun, keluarga melarang seusai mengetahui peristiwa yang dialami Kasnali.
Kasnali berangkat di tengah keretakan rumah tangganya sehingga kala itu ia berjanji perjuangannya mencari nafkah adalah untuk membahagiakan sang ibu. Naas, hingga enam tahun setelah kepergian almarhum, hak pelipur lara bagi yang ditinggalkan tidak utuh.
TIM INVESTIGASI KOMPAS
Muhammad Syafi’i (32) diobati Dinda, istrinya, di rumahnya di Desa Selorejo, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta, Rabu (26/7/2023). Syafi’i saat ini menderita kerusakan saraf pada bagian tubuhnya imbas dari kecelakaan kerja yang dialami ketika menjadi anak buah kapal migran di kapal China pada pertengahan 2021 silam. Dalam kecelakaan kerja itu, Syafi’i mengalami luka bakar serius karena ketumpahan minyak mendidih.
Meninggalnya Kasnali meninggalkan trauma bagi sang ibu. ”Kalau diajak jalan-jalan ke laut, (ibunya) gemetar mau pingsan,” kata Sukari menceritakan kondisi istrinya yang masih berduka hingga kini.
Direktur PT BJB Rizaki Fatkhi mengatakan, pihaknya berperan sebagai sponsor yang mencarikan ABK. PT BJB tidak bisa memberangkatkan ABK karena tidak punya izin sehingga bekerja sama dengan PT lain yang berizin. Oleh karena itu, perusahaan yang memberangkatkan yang mengetahui dokumen polis asuransi Kasnali.
Terkait dengan santunan kepada keluarga Kasnali, Rizaki mengklaim, total kompensasi kematian—sudah termasuk asuransi—yang hanya Rp 80 juta sudah merupakan hasil konsultasi PT BJB dengan pemerintah.
KOMPAS
Begitu kapal mengangkat sauh dan menuju laut lepas, tak ada jalan kembali bagi anak buah kapal perikanan migran. Selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, sebagian dari mereka seperti memasuki lorong gelap yang tak pernah terbayangkan. Awalnya, para ABK berharap mengantongi pundi-pundi rupiah saat berlayar. Namun, justru kisah tragis yang didapat.
Biaya pemulangan jenazah
Kondisi serupa dirasakan Sri Rahayu, istri Warnoko, ABK migran asal Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Sri menyayangkan adanya biaya pemulangan jenazah suaminya yang meninggal di Korea Selatan. Suaminya meninggal pada Februari 2023.
”Suami saya meninggal karena sakit gagal ginjal sejak November 2022. Lalu meninggal pada Februari 2023 hingga jenazahnya tiba pada 1 Maret 2023 lalu. Pihak PT GNM Shipping Marindo yang mengurus kepulangan jenazah suami saya dari Bandara Soekarno-Hatta hingga ke Kabupaten Tegal,” ucapnya.
TIM INVESTIGASI HARIAN KOMPAS
Sri Rahayu (28) memegang foto suaminya, almarhum Warnoko (34), di rumahnya di Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Rabu (26/7/2023). Warnoko meninggal karena sakit saat dalam kontrak kerja sebagai anak buah kapal ikan Korea Selatan.
Biaya total pemulangan jenazah Warnoko sebesar Rp 28,8 juta dibebankan kepada Rahayu dan dipotong dari uang jaminan Warnoko sebelum berangkat ke Korea Selatan. Sebelum Warnoko berangkat ke Korsel, pihak perusahaan perekrut meminta jaminan Rp 60 juta dan sertifikat tanah.
”Kami mengurus pengembalian uang jaminan pada Mei 2023 ke kantor PT GNM di Kelapa Gading. Kami kaget karena pihak PT tiba-tiba membebankan biaya pemulangan jenazah dan akan dipotong dari uang jaminan,” ujarnya.
Akibat dipotong biaya pemulangan jenazah, Rahayu hanya menerima Rp 31,2 juta. Padahal, pihak PT GNM tidak melibatkan keluarga dalam penjemputan di Bandara Soekarno-Hatta. Rahayu mengatakan, ketika jenazah Warnoko tiba di rumah, tidak ada pembahasan terkait biaya pemulangan tersebut.
Itu kejahatan. (Seharusnya) Tanggung jawab mereka (perusahaan), kenapa dialihkan dan dibebankan pada keluarga.
Warno, Direktur PT GNM Shipping Marindo, mengakui, jika terdapat ABK migran yang meninggal di Korsel, biasanya perusahaan pemilik kapal atau majikan akan mengurus pemulangan dari Korsel sampai ke Indonesia. Namun, jika majikan hanya menanggung biaya sampai ke bandara tujuan di Indonesia, biaya pemulangan jenazah dari Bandara Soekarno-Hatta hingga ke rumah duka dibebankan kepada keluarga ABK.
”Jadi, untuk penjemputan jenazah ke rumahnya itu biaya sendiri. (Biayanya) Dari keluarga. Nanti kami dari pihak perusahaan membantu,” kata Warno, di Cirebon.
Padahal, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran IndonesiaPasal 27 Ayat (2) mencantumkan, jika pekerja migran meninggal di negara penempatan, perusahaan penempatan pekerja migran berkewajiban memulangkannya ke tempat asal dengan cara yang layak serta menanggung biaya yang diperlukan, termasuk biayapemakaman.
Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto Suwarno menilai, pembebanan biaya pemulangan jenazah ABK migran kepada keluarga ataupun ahli waris merupakan bentuk pemerasan.
Secara terpisah, Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani menyebutkan, biaya pemulangan jenazah ABK migran merupakan tanggung jawab perusahaan penyalur. Jika biaya pemulangan dibebankan kepada keluarga, maka itu sebuah kejahatan.
”Itu kejahatan. (Seharusnya) Tanggung jawab mereka (perusahaan), kenapa dialihkan dan dibebankan pada keluarga,” ujar Benny.