Agar ABK Indonesia Terhindar Eksploitasi sejak dari Tanah Air
Sistem perekrutan ABK harus dibenahi secara keseluruhan. Hal ini untuk mencegah terjadinya praktik TPPO.
Oleh
ILO/JOG/FRD/DVD
·4 menit baca
P RADITYA MAHENDRA YASA (WEN)
Kasan Kurdi, sutradara film dokumenter Before You Eat yang diprakarasi oleh Greenpeace Indonesia dan Serikat Buruh Migran Indonesia, membawa poster kampanye tentang perbudakan di laut saat acara nonton bersama di Kota Lama, Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (21/3/2022). Film tersebut mengisahkan kekerasan yang dialami anak buah kapal penangkap ikan di luar negeri.
Karut-marut sistem perekrutan anak buah kapal perikanan migran oleh perusahaan penyalur menjadi pintu masuk kasus tindak pidana perdagangan orang, termasuk potensi jerat perbudakan ketika sudah berada di laut lepas. Lemahnya pengawasan memungkinkan perusahaan penyalur mengeksploitasi calon awak kapal migran sejak dari Tanah Air.
Bahrul Umum tidak mau mengulangi kesalahan yang sama ketika awal ia menjadi ABK di tahun 2019. Pria asal Slawi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, ini sempat merasakan pahitnya hidup di laut.
"Ketika awal tahun 2019 lalu, saya bekerja di kapal Taiwan. Makanan di kapal Taiwan tidak layak. Kami lebih sering makan bubur dengan kacang," ujarnya saat ditemui di rumahnya, akhir Juli 2023.
Tidak hanya makan, gaji Ulum pun selama dua bulan tidak dibayarkan oleh perusahaan penyalur (manning agency). Ia sudah nyaris putus asa menuntut haknya.
"Perusahaan manning agency-nya sudah bubar, tempat saya mendaftar ketika itu. Direktur perusahaannya pun sudah tidak jelas ke mana perginya," ucapnya.
Meski demikian, Ulum tidak kapok menjadi ABK. Berbekal pengalaman pahit tersebut, Ulum terus berusaha meningkatkan keterampilan sebagai ABK dengan mengikuti pelatihan dasar keselamatan kerja (basic safety training) sambil mencari tahu perusahaan penyalur yang memiliki reputasi baik.
"Saya ikut pelatihan basic safety training (BST) dengan biaya sendiri. Saat ini saya sudah punya lima sertifikat BST," ucapnya.
Ketika awal tahun 2019 lalu, saya bekerja di kapal Taiwan. Makanan di kapal Taiwan tidak layak. Kami lebih sering makan bubur dengan kacang.
Ulum mencoba mendaftar untuk menjadi ABK di kapal Korea Selatan melalui perusahaan penyalur yang tepercaya. Saat ini, ia masih tinggal di rumah menunggu panggilan untuk berlayar ke ”Negeri Ginseng” itu.
"Lima sertifikat BST ini memang merupakan syarat untuk bisa bekerja di kapal Korea. Kalau mau bekerja di sana, kemampuan ABK harus meningkat dan naik kelas," ujarnya.
Agar terhindar dari tipu daya dan eksploitasi perusahaan penyalur, calon ABK migran perlu mencermati beragam syarat yang diminta perusahaan dan sejumlah hal yang berkaitan dengan pekerjaan di kapal ikan, termasuk adanya pembekalan keterampilan.
Kasubdit Kepelautan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Maltus Jackline Kapistrano menjelaskan, idealnya perusahaan harus memberikan pelatihan bagi para calon ABK sebelum berangkat ke laut. Masalahnya, banyak calon ABK belum berpengalaman yang tidak dibekali keterampilan tentang kelautan.
"Seharusnya, perusahaan memfasilitasi hal ini. ABK yang berangkat harus sesuai dengan kompetensi yang mereka miliki, bukan karena besaran uang jaminan yang mereka berikan ke perusahaan," katanya di Kantor Kemenhub, Jakarta, Jumat (18/8/2023).
TIM INVESTIGASI KOMPAS
Calon anak buah kapal ikan asing berkegiatan di penampungan milik salah satu perusahaan agen penyalur (manning agency) di Pemalang, Jawa Tengah, Sabtu (29/7/2023). Sebelum berangkat, mereka menunggu di penampungan sembari mengurus dokumen keberangkatan dan mengikuti pelatihan bahasa atau keterampilan.
Maltus mengatakan, ABK yang berangkat tanpa keterampilan niscaya akan menjadi korban kekerasan di kapal karena tidak mampu melakukan tugasnya. Risiko terparahnya, ABK tersebut akan meninggal di kapal karena disiksa ataupun kecelakaan kerja.
"Banyak ABK yang tidak memiliki keterampilan nekat berlayar, bahkan mereka mendaftarkan diri dari perusahaan yang tidak terdaftar surat izin usaha perekrutan dan penempatan awak kapal (SIUPPAK). Kami sulit memantau perusahaan yang tidak memiliki izin ini," katanya.
Selain itu, perjanjian kerja laut (PKL) tidak boleh mepet ditandatangani menjelang keberangkatan. Maltus menjelaskan, ABK terkadang tidak paham tentang isi kontrak kerja yang mereka tanda tangani.
"Seharusnya ABK ini diberikan waktu untuk memahami tiap klausul yang ada di dalam surat perjanjiannya. Kalau mereka tidak paham, ABK ini tidak bisa menuntut haknya," katanya.
Sistem perekrutan dengan cara menahan dokumen pribadi seperti KTP, kartu keluarga, paspor, bahkan sertifikat tanah merupakan bentuk eksploitasi oleh perusahaan. Hal ini membuat posisi ABK terdesak jika ingin mengundurkan diri dari pekerjaan.
"Penahanan dokumen pribadi ini sebenarnya tidak boleh dilakukan oleh perusahaan. Kami berharap supaya para ABK yang mengetahui praktik ini segera melapor ke kami," ucap Maltus.
Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto Suwarno menilai, tidak ada perusahaan penyalur ABK migran yang ideal di Indonesia. Hampir semua perusahaan menerapkan sistem eksploitatif yang tidak berpihak pada kesejahteraan ABK.
"ABK ini mendapatkan kerentanan berlapis, mulai dari sebelum berangkat, ketika berangkat, dan ketika ingin pulang," kata Hariyanto.
TIM INVESTIGASI KOMPAS
Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia Hariyanto Suwarno saat ditemui di Jakarta, Senin (7/8/2023).
Hariyanto mengatakan, perusahaan ini terlalu banyak memberikan janji manis kepada ABK dengan iming-iming gaji besar jika bekerja di kapal asing. Padahal, banyak ABK yang gajinya tidak dibayar ketika bekerja di kapal asing, khususnya di kapal berbendera China.
"Perusahaan yang di Indonesia kadang menahan gaji ABK ini dan tidak segera ditransfer ke keluarga. Padahal, uangnya sudah ditransfer dari perusahaan asing," katanya.
Hariyanto mengatakan, sebagian besar perusahaan di Indonesia juga lepas tangan jika terjadi kekerasan di atas kapal. Para perusahaan ini menganggap hal tersebut bukan tanggung jawab mereka.
"Mereka biasanya melimpahkan tanggung jawab tersebut kepada pemilik kapal dan menganggap kalau itulah risiko bekerja di atas kapal," ucapnya.
infografik kasus ABK pelaut
Posisi rentan ABK ini juga terjadi karena adanya jerat utang. Banyak potongan gaji yang dikenakan oleh perusahaan untuk pembuatan dokumen, bahkan biaya hidup ketika di penampungan sebelum berangkat.
"Semakin lama mereka tinggal di penampungan sebelum berangkat, maka semakin besar biaya hidupnya. Biasanya nanti gaji mereka dipotong. Jika ingin keluar dari perusahaan, mereka harus bayar uang denda jutaan rupiah," kata Hariyanto.