Pemerintah pusat meminta pemerintah daerah menyelamatkan bayi-bayi korban adopsi. Mereka harus mendapat pengasuhan tepat.
Oleh
ADITYA DIVERANTA, INSAN ALFAJRI, IRENE SARWINDANINGRUM, DHANANG DAVID ARITONANG, ANDY RIZA HIDAYAT
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS Bayi-bayi yang tidak dikehendaki orangtuanya harus segera dipastikan pengasuhannya. Kementerian Sosial (Kemensos) meminta agar mereka segera mendapat orangtua angkat dengan cara yang legal. Jika tidak ada langkah segera, maka semakin lama anak-anak tersebut tidak mendapatkan pengasuhan orangtua.
Permintaan ini disampaikan Kanya Eka Santi, Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kemterian Sosial (Kemensos) merespons Investigasi Harian Kompas mengenai perdagangan bayi berkedok adopsi. Hasil investigasi yang dipublikasikan pada Kamis (11/5/2023) hingga Jumat (12/5/2023) itu mengungkap adanya tempat-tempat penampungan bayi di Semarang, Jawa Tengah dan Bogor, Jawa Barat.
“Temuan investigasi itu harus direspons serius. Seharusnya pemerintah provinsi setempat segera mengambil langkah-langkah agar pengangkatan anak dapat dilakukan,” kata Kanya Eka Santi, Sabtu (13/5/2023) di Jakarta.
Kanya mengingatkan, peran pemerintah secara berjenjang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Pada lampiran UU tersebut tertulis, pemerintah pusat berwenang menerbitkan izin orangtua angkat untuk pengangkatan anak antar negara. Sedangkan pengangkatan anak antar warga Indonesia dan pengangkatan anak oleh orangtua tunggal, kewenangan penerbitan izinya ada di pemerintah provinsi.
Persoalannya, sebagian pemerintah provinsi tidak mengalokasikan anggaran yang cukup untuk proses pengangkatan anak, hingga mereka tidak dapat menggelar sidang Tim Pertimbangan Perizinan Pengangkatan Anak (TIPA). Sidang TIPA adalah salah satu tahapan proses pengangkatan anak di jalur legal. “Ada daerah yang mengajukan bantuan sidang TIPA untuk 60 anak, karena tidak ada anggaran. Artinya, isu pengangkatan anak belum dianggap serius,” kata Kanya.
Beberapa provinsi yang kekurangan anggaran untuk memfasilitasi sidang TIPA dua di antaranya berada di Indonesia timur, satu di Pulau Kalimantan, dan satu provinsi di Jawa. Menurutnya, pengajuan pengangkatan anak di sebagian provinsi cukup tinggi, namun tidak semua pemerintah provinsi mampu memfasilitasi sidang TIPA.
Mengenai tempat penampungan bayi di Semarang, Kepala Dinas Sosial Kota Semarang Heru Soekendar mengakui, banyaknya bayi-bayi yang lahir tetapi tidak diinginkan orangtuanya. “Karena dianggap gampang, akhirnya ada yang menjalin hubungan di luar nikah, punya anak, dan dititipkan di panti itu (di Semarang). Ini yang sedang kami pikirkan,” katanya.
Terus bertambah
Pihak Dinas Sosial setempat beberapa kali berkoordinasi dengan pihak panti dan Pemprov Jateng. Sementara jumlah bayi-bayi yang dititipkan di panti bisa terus bertambah. Kenyataan ini sejalan dengan temuan tim investigasi di mana bayi-bayi di sebuah panti di Semarang dialihkan pengasuhannya ke pengelola panti di Tasikmalaya, Jawa Barat. Alasannya, jumlah bayi di panti Semarang terlalu banyak.
Heru meminta pengelola panti untuk mengembalikan bayi di sana ke orangtua kandungnya. “Walaupun nantinya ada kekecewaan mungkin dari orangtuanya, itu lebih baik sepanjang orangtuanya masih ada. Kalau nanti dia besar dan hidup di panti, mereka tidak tahu apa-apa. Padahal sebenarnya ada orangtuanya,” kata Heru.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Provinsi Jateng Harso Susilo tidak akan membiarkan panti tersebut sebagai tempat penampungan bayi di luar nikah. "Kami dari pemerintah provinsi keberatan kalau Semarang jadi penampungan anak lahir di luar nikah," katanya.
Terkait tempat penampungan bayi di Bogor, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cibinong menyidangkan SH (32), lelaki yang menampung ibu-ibu hamil, salah satunya NI (26). Dengan dalih kemanusiaan, SH menjadi perantara pengangkatan anak ke seorang bernama Herdianto di Lampung. Lewat proses itu, SH menerima uang Rp 15 juta dari Herdianto yang sebagian diberikan ke NI, ibu biologis bayi.
Suarni Daeng Caya, pendamping korban dari Yayasan Sakura Bogor mendesak agar Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat melibatkan pekerja sosial profesional untuk memberikan informasi yang tepat ke calon orangtua angkat dan orang tua kandung. Pekerja sosial dapat terlibat di sejumlah proses di antaranya asesmen, mediasi proses penerimaan dan kelekatan anak, hingga tahap monitoring.