Calo-calo perdangan bayi mencari kesempatan menjadi perantara adopsi di media sosial. Mereka memediasi orangtua kandung dengan calon orangtua angkat. Setelah ada kesepakatan, calo mendapatkan imbalan uang.
Oleh
INSAN ALFAJRI, ADITYA DIVERANTA, IRENE SARWINDANINGRUM, DHANANG DAVID ARITONANG, ANDY RIZA HIDAYAT
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS - Tim Investigasi Harian Kompas mengungkap adanya praktik dan peran calo dalam adopsi bayi ilegal. Pengungkapan praktik ini berawal dari informasi warga yang merasa dirugikan calo.
Kompas melacak seorang yang diduga calo berinisial DS (32). Dia memfasilitasi adopsi ilegal anak SS (20) di Semarang, Jawa Tengah yang diangkat oleh CR (43) di Karawang, Jawa Barat. Dari SS, kami mendapat informasi awal mengenai DS. Berbekal informasi tersebut, kami melacak setiap detail jejak DS. Dari jejak digitalnya, kami mendeteksi keberadaan DS di Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Sabtu (25/3/2023) malam.
Tim perlu mengonfirmasi perannya atas dugaan mengambil keuntungan dari adopsi anak SS. DS mengelabui SS seraya mengaku sebagai saudara calon orangtua angkat anak SS. Setelah adopsi berlangsung, DS terindikasi menghalang-halangi komunikasi SS dengan keluarga CR yang menjadi orangtua angkat anak SS. "Saya berharap dia (DS) membantu saya mengetahui kabar anak saya karena dia sempat mengaku keponakan Pak CR," kata SS, Minggu (7/5/2023).
Sebelumnya, SS meminta bantuan DS mencarikan orangtua angkat karena SS ingin menyembunyikan kehamilannya yang terjadi di luar pernikahan. SS mengenal DS dari forum grup di Facebook tentang adopsi anak. DS aktif berkomunikasi SS seraya meyakinkan dapat membantu mencarikan orangtua angkat.
DS menghubungkan SS dengan CR di Karawang yang sedang mencari bayi adopsi. Di usia kehamilan sembilan bulan, SS bertemu dengan CR beserta istrinya di Semarang. Mereka kemudian sepakat melakukan adopsi anak SS.
SS meminta bantuan DS mencarikan orangtua angkat karena SS ingin menyembunyikan kehamilannya yang terjadi di luar pernikahan. SS mengenal DS dari forum grup di Facebook tentang adopsi anak. DS aktif berkomunikasi SS seraya meyakinkan dapat membantu mencarikan orangtua angkat
Saat persalinan anak SS, 18 November 2021, DS menyiapkan dokumen adopsi. Bersamaan dengan itu, CR menyerahkan uang sekitar Rp 1,4 juta ke DS untuk biaya perawatan anak SS. Sementara pengakuan SS, ia membayar proses persalinan dengan biaya jaminan kesehatan nasional (JKN) atas namanya. Di luar biaya persalinan, CR memberikan uang ke SS Rp 6 juta sebagai pengganti biaya penyembuhan pasca persalinan.
Ketika penyerahan bayi dari SS ke keluarga CR, DS juga menyiapkan surat keterangan lahir (SKL) atas nama istri CR. “Surat lahir atas nama istri saya. Itu dikasih DS,” kata CR.
Mengetahui kenyataan itu, SS menduga DS memalsukan SKL miliknya. Sebab, pihak Klinik Pratama Larizma Husada, tempat SS melahirkan, masih memiliki dokumen SKL atas nama SS. “Ada kemungkinan DS menyiapkan dokumen palsu ke Pak CR,” kata SS.
Indikasi DS biasa membuat dokumen surat-surat terkait adopsi ini sejalan dengan pencarian kami lewat aplikasi Getcontact. Dengan pencarian nomornya yang diberikan SS, muncul identitas "adopter" serta "zea (dendy) adopsi dan surat2".
Berbekal SKL dari DS, itu, CR memasukkan anak SS ke dalam kartu keluarganya dan menguruskan akta kelahiran. Jejak SS sebagai ibu kandung anaknya hilang di sini. "Dari awal proses saya ajukan ke manajemen perusahaan tempat saya bekerja dengan bilang ‘ini anak saya’, dan langsung masuk ke tanggungan asuransi perusahaan,” katanya.
Setelah bertemu CR, Minggu (2/4/2023), ternyata terkonfirmasi DS bukan saudaranya. CR bahkan tidak mengenal DS secara pribadi. CR mengenal DS dari tetangganya yang juga pernah dibantu DS mengadopsi anak. Tetangganya memberikan nomor telepon seluler DS ke CR. “Saya bilang belum punya momongan. Dia bilang akan cari informasi. Dia bilang ada di Semarang,” kata CR.
Menyambar obrolan
Di media sosial, DS menggunakan akun anonim yang aktif menyambar obrolan seputar adopsi di Instagram dan Facebook. Dia aktif memantau percakapan di grup-grup adopsi kemudian menimpali akun yang mencari anak adopsi. Dia juga mendekati akun yang menawarkan bayi untuk diadopsi dan memediasi dengan pihak yang mencari anak.
“Ketika ada orang-orang yang ngomong soal adopsi, saya sering ikut komentar,” kata DS saat ditemui di Yogyakarta. Berlagak sebagai seorang yang memberi tips, DS dapat menarik simpati SS di Semarang, yang saat itu tengah hamil di luar nikah. Di satu sisi, DS juga menjalin komunikasi dengan pihak yang mencari anak untuk diadopsi.
Ketika ada orang-orang yang ngomong soal adopsi, saya sering ikut komentar
Saat ditemui, DS menjelaskan alasan mengapa memilih proses adopsi di jalur resmi. “Saya belum tahu aturannya. Mungkin mungkin lebih simpel lewat jalur kekeluargaan. Sementara jika lewat pengadilan, nanti malah banyak yang tahu,” katanya.
Berkedok yayasan
Di Bogor, Jawa Barat, adopsi bayi ilegal terjadi dengan kedok yayasan sosial yang penampung perempuan dan anak. SH (32), laki-laki yang menyebut dirinya sebagai Ayah Sejuta Anak di Tiktok dan Instagram gencar mempromosikan kegiatannya bersama bayi-bayi yang ditampungnya di Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor.
Kompas mendapatkan dokumen bertanggal 20 Februari 2021 yang menyebut SH terhubung dengan yayasan sosial di Kabupaten Tangerang, Banten dan Kota Depok, Jawa Barat. Dalam dokumen itu, SH disebut sebagai relawan yang membantu pembiayan persalinan ibu-ibu hamil. Selanjutnya SH menampung bayi-bayi di tempatnya kemudian menitipkannya ke yayasan sosial di Tangerang.
Kenyataannya, SH memperdagangkan bayi dengan kedok adopsi. Salah satunya adalah bayi dari NI (26), perempuan yang tinggal di Jakarta Utara. Tanpa seizinnya, bayi NI dijual ke seorang berinisial HR di Lampung seharga Rp 15 juta. Sebagian besar uang itu mengalir ke SH sebagai pengganti biaya persalinan. Padahal, persalinan bayi NI menggunakan skema pembiayaan JKN. “Dia tidak pernah menyebutkan kalau anak saya dijual seharga Rp 15 juta,” kata NI.
Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat Kecamatan Ciseeng Nenih Triana terkecoh dengan kegiatan SH. Semula dia mengira kegiatan SH karena kemanusiaan, ternyata tidak sebab ia menjalankan aktivitasnya tanpa izin. "Kami pastikan berkas dan legalitasnya. Kami arahkan agar mereka ke dinas sosial untuk mengurus perizinan," kata Nenih.
Kedok SH terbongkar. Polisi bersama pihak Dinas Sosial Kabupaten Bogor menggerebek tempat SH. Aparat menemukan ibu-ibu yang sedang hamil berada di penampungannya. Saat ini, SH menjalani rangkaian persidangan di Pengadilan Negeri Cibinong, Bogor.
Penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Satuan Reserse Kriminal Polres Bogor Aipda Angga Permana menjelaskan, SH telah memfasilitasi proses adopsi ilegal lintas daerah. Dia terindikasi membohongi orangtua kandung bayi serta pihak pengadopsi, serta mengambil keuntungan pribadi dari proses tersebut.
Atas perbuatan itu, SH terancam dengan hukuman pidana penjara lima tahun dan denda maksimal Rp 100 juta. Sebab dia terindikasi melanggar Pasal 83 Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 juncto UU 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Kuasa Hukum SH dari ATS Lawfirm Ahmad Muzayin membantah jika kliennya bersalah. Dia menganggap SH orang baik yang tidak tahu cara melakukan kebaikannya. "Kami berharap majelis hakim mempertimbangkan sosiologis hukumnya. Sifat sosialnya tinggi, cuma tidak paham sisi hukum. Kami yakin, pengadilan adalah pintu terakhirnya," katanya.