Bayi-bayi yang lahir di luar pernikahan menjadi korban perdagangan berkedok adopsi ilegal. Bayi-bayi tersebut tidak diinginkan orangtua kandungnya maupun lingkungan keluarganya. Situasi ini dimanfaatkan calo adopsi bayi.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM, ANDY RIZA HIDAYAT, DHANANG DAVID ARITONANG, INSAN ALFAJRI, ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Bayi-bayi yang lahir di luar pernikahan menjadi korban perdagangan berkedok adopsi ilegal. Bayi-bayi tersebut tidak diinginkan orangtua kandungnya maupun lingkungan keluarganya. Situasi ini dimanfaatkan oleh perantara alias calo yang menawarkan bayi itu ke pihak yang membutuhkan.
NI (26), ibu muda di Jakarta Utara tidak menyangka bayi yang ingin dititipkan ke lembaga sosial malah diperdagangkan pengelola lembaga itu. Tempat penitipan ibu hamil dan bayi yang lahir di luar nikah itu adalah SH (32), yang melabeli dirinya sebagai “Ayah Sejuta Anak” di akun media sosial TikTok dan Instagram.
Ia menawarkan bantuan ke NI menampungnya selama hamil dan membantu proses persalinan di Bogor, Jawa Barat. Selama di tempat penampungan SH, NI terlilit hutang karena harus mengirim uang untuk keluarganya. Keluarganya tidak tahu NI hamil dan berada di tempat penampungan SH.
“Saya terjerat hutang pada SH, dia lalu meminta anak saya untuk diadopsi sebagai ganti tanggungan hutang. Saya tidak rela, tetapi dipaksa SH. Setelah persalinan, anak saya dibawa pergi oleh orang yang mengadopsi, baru saya disuruh tanda tangan,” kata NI, Sabtu (6/5/2023).
Persalinan bayi NI berlangsung di RS Vitalaya, Pamulang, Tangerang Selatan, Banten. Sesaat setelah melahirkan, NI kaget di gelang tangannya tertulis identitas seorang yang tidak dikenalnya bernama Herdianto yang disebut sebagai ayah bayinya. Belakangan dia tahu bahwa lelaki asal Lampung itu yang menebus anaknya ke SH dengan uang sebesar Rp 15 juta.
Penuntutan
Kedok SH terbongkar setelah polisi bersama Dinas Sosial Kabupaten Bogor menggerebek tempat penampungan ibu hamil yang dikelolanya. Saat digerebek, polisi mendapati banyak ibu hamil di sana. Kini kasusnya sedang dalam proses hukum di Pengadilan Negeri Cibinong, Bogor.
Mengutip informasi dari sipp.pn-cibinong.go.id, majelis hakim telah menyidangkan perkara SH sebanyak 19 kali per 6 Mei 2023. Adapun sidang terakhir berupa penuntutan yang digelar 27 April 2023 lalu.
Dalam persidangan, jaksa menyatakan terdakwa SH bersalah melakukan tindak pidana perdagangan anak, sebagaimana diatur dalam Pasal 83 juncto 76F UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Merujuk tuntutan itu, SH terancam pidana penjara selama lima tahun dikurangi masa tahanan dan denda sebesar Rp 100 juta subsidair enam bulan kurungan.
Menurut Suarni Daeng Caya, Ketua Yayasan Sakura Bogor, pihak yang melaporkan SH ke polisi, ibu hamil dengan kehamilan tidak disetujui atau tidak diinginkan berada dalam posisi rentan. Dalam kasus Ayah Sejuta Anak, ibu-ibu tersebut tidak tahu bahwa bayi-bayi mereka diadopsikan dengan sejumlah uang oleh pengelola akun. Sementara pengelola akun berdalih ingin membantu persalinan ibu-ibu yang tidak memiliki biaya.
Menurut Suarni, tindakan SH termasuk tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus adopsi. “Ibu-ibu yang tidak punya pilihan lain itu di posisi rentan. Di dalam TPPO, pelaku menggunakan posisi rentan para korban tersebut,” katanya.
Pengangkatan anak di luar jalur formal banyak terjadi saat orang yang tidak mampu membiayai di rumah sakit kemudian difasilitasi tenaga medis untuk melahirkan. Sementara anak yang baru lahir ditawarkan ke orangtua yang membutuhkan tanpa legalitas formal.
“Kasus Ayah Sejuta Anak, menurut kami ini kejahatan luar biasa. Ibu-ibu itu direkrut melalui akun Ayah Sejuta Anak. Dia tampil seolah-olah yang menyelamatkan ibu-ibu hamil. Di balik itu, ini adalah praktik adopsi ilegal,” katanya.
Kompas memperoleh dokumen surat mengenai SH bertanggal 20 Februari 2021. Dokumen dengan kepala surat sebuah yayasan sosial di Kabupaten Tangerang menyebut, SH adalah relawan yayasan tersebut. Tugasnya, membantu persalinan ibu-ibu yang tidak mampu. Namun kenyataannya, SH malah memperdagangkan bayi dengan kedok adopsi illegal.
Menitipkan anak
Kesaksian LA (29), salah satu perempuan yang berada di penampungan Ayah Sejuta Anak, SH menampung perempuan-perempuan yang hamil diluar nikah termasuk dirinya. Dia ingin menyembunyikan kehamilannya karena malu dengan tetangga dan keluarga besarnya di Bandung. Setahu LA, ada puluhan ibu hamil yang sudah melahirkan atas bantuan SH. Saat kedok SH terbongkar, LA berada di tempat penampungan dan belum melahirkan. Kini ia diamankan di rumah aman sebuah yayasan sosial.
“Keluarga menitipkan saya di tempat SH sampai lahiran. Setelah itu pulang, anaknya saya nanti dititipkan di panti asuhan. Tetapi malah amburadul di sini jadinya,” kata LA.
Menurut Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nahar, kasus ini merupakan satu dari kasus TPPO anak. Kementerian PPPA mencatat angka kasus TPPO anak naik turun empat tahun terakhir. Tahun 2019, Kementerian PPPA mencatat ada 111 kasus, sementara tahun 2020 sebanyak 213 kasus. Adapun tahun 2021 meningkat menjadi 406 kasus, dan tahun 2022 turun lagi menjadi 219 kasus.
Sementara itu, Keterangan pers Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional pada 4 Agustus 2022 menyebutkan, sebanyak 40 persen kehamilan di Indonesia tidak direncanakan. Persentase ini merupakan penghitungan dalam periode 2015-2019.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 30 persen merupakan kehamilan yang tidak diinginkan. Kehamilan tidak diinginkan ini bisa terjadi dari kehamilan di luar pernikahan, kehamilan karena tindak kejahatan, serta jarak kelahiran yang terlalu rapat akibat pasangan usia subur yang tidak menggunakan alat kontrasepsi atau ikut program Keluarga Berencana (KB).