Berbicara soal populasi dan anak muda, pesan Paus Fransiskus sejatinya menekankan isu tentang pembelaan pada kehidupan.
Oleh
BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO
·3 menit baca
Lepas dari teks saat memberi pidato di depan Presiden Joko Widodo, sejumlah tokoh masyarakat, para diplomat, dan pejabat sipil di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (4/9/2024), Paus Fransiskus tiba-tiba melontarkan lelucon. Lelucon itu tentang makin banyak negara maju yang kekurangan populasi. ”Ada keluarga baru, tetapi mereka hanya memiliki kucing atau anjing,” kata Paus.
Ketika bertemu dengan para Jesuit di Nunsiatur Apostolik untuk Indonesia, Paus Fransiskus melontarkan lelucon bernuansa senada. Saat melihat banyak frater dan imam muda, ia bercanda apakah mereka telah menerima komuni? Sakramen itu umumnya diterimakan pada usia belia, anak seusia kelas tiga atau empat sekolah dasar.
Di setiap tempat yang dikunjunginya selama perjalanan apostolik ke Indonesia, Papua Niugini, Timor Leste, dan Singapura, wajah Paus Fransiskus selalu berseri-seri setiap bertemu dengan anak-anak dan kaum muda. Seperti di Jakarta, ia pun dengan gembira memberikan berkatnya kepada ibu yang tengah mengandung.
Bagi Paus Fransiskus, anak-anak dan kaum muda adalah harapan dan masa depan. Mereka menyimbolkan kesegaran, aroma hidup baru, dan energi kreatif. Tidak mengherankan ketika ia melihat banyak anak dan orang muda di Jakarta, Paus Fransiskus menyampaikan apresiasi dan melontarkan lelucon itu.
Dalam banyak kesempatan saat perjalanan apostoliknya, Paus Fransiskus berulang kali mendorong agar keluarga-keluarga memiliki anak. Ia juga mendesak setiap pemerintahan agar memberikan akses optimal untuk pendidikan anak-anak dan pemberdayaan orang muda.
Kritik
Akan tetapi, keprihatinan Paus Fransiskus soal isu populasi itu bukan tanpa kritik. Dalam sebuah artikel di The Guardian pada tahun 2015 disebutkan, Paul Ehrlich, ilmuwan terkemuka Amerika Serikat, dalam Nature Climate Change menulis, upaya Paus Fransiskus memerangi perubahan adalah omong kosong bila tanpa pengendalian populasi.
Menurut dia, tekanan pada sumber daya karena pertumbuhan populasi global perlu dijawab. ”Dia benar dalam beberapa hal, tetapi dia salah besar dalam hal itu,” kata Ehrlich pada The Guardian.
Pada satu sisi, Ehrlich gembira Paus Fransiskus ambil bagian dalam isu iklim, tetapi ia merasa terganggu oleh penolakan Paus Fransiskus untuk mempertimbangkan perlunya pembatasan populasi. The Guardian menyebutkan, Ehrlich mulai dikenal luar di AS sejak hampir 50 tahun lalu. Ia memperingatkan bencana global karena pertumbuhan populasi, skenario yang kemudian diakuinya tidak sepenuhnya terwujud, tulis The Guardian.
Paus dalam ensikliknya, Laudato Si, dengan tegas menolak gagasan bahwa pertumbuhan populasi adalah beban bagi sumber daya global. ”Menyalahkan pertumbuhan populasi, alih-alih konsumerisme yang ekstrem dan selektif dari sebagian orang, adalah salah satu cara menolak menghadapi masalah.”
Pesan apostolik
Akan tetapi, bila mencermati pernyataan Paus dalam perjalanan apostoliknya ke Asia-Oseania, sebenarnya bukan semata-mata soal mendorong tumbuhnya populasi manusia. Berbicara soal populasi dan anak muda, pesan Paus Fransiskus sejatinya menekankan isu tentang pembelaan pada kehidupan, hak hidup, dan kelestarian manusia-dunia.
Sikap itu ditegaskannya pula saat menjawab pertanyaan wartawan dalam penerbangan kembali ke Roma. Dalam isu pembelaan pada kehidupan, serta isu pro-choice dan aborsi dalam kampanye pilpres AS, Paus dengan tegas mengatakan, aborsi adalah menentang kehidupan.
”Melakukan aborsi berarti membunuh manusia. Anda suka kata itu, atau Anda tidak suka, itu sama saja dengan membunuh. Gereja tidak mengizinkan aborsi karena itu sama saja dengan membunuh, itu adalah pembunuhan, itu adalah pembunuhan, dan kita harus memperjelas hal ini,” kata Paus.
”Membuang anak dari rahim ibu adalah pembunuhan karena ada kehidupan. Kita harus membicarakan hal-hal ini dengan jelas. Tidak ada tapi-tapian.”
Oleh karena itu, sebelumnya, setiap kali bertemu dengan orang-orang muda, Paus Fransiskus mengulang lagi pesannya soal keluarga. Paus juga membela gagasannya dengan mengatakan soal solidaritas dan komitmen anak muda pada persatuan, serta sikap agar tidak mudah menyerah, berani mengambil risiko, dan bangkit kembali bila gagal.
Hal itu menyiratkan bahwa memang tidak mudah mengarungi dan mengelola hidup. ”Akan tetapi, bila jatuh, bangkitlah kembali,” kata Paus Fransiskus.