Kompas Brief: Kenapa Orang Muda Gemar Membeli Pakaian Bekas?
Mayoritas konsumen didorong harga yang lebih murah, sisanya demi lingkungan.
Apa yang bisa Anda pelajari dari artikel ini?
1. Kenapa generasi muda, terutama generasi Z, menyenangi membeli barang bekas?
2. Seperti apa pasar pakaian bekas global?
3. Produk bekas apa saja yang digemari?
4. Apa tantangan keberlangsungan pasar pakaian bekas?
Barang bekas di pasaran dikenal dengan berbagai istilah, antara lain antik, vintage, dan preloved. Kebiasaan membeli barang bekas disebut thrifting dan kini semakin digemari oleh generasi muda.
Baca juga: ”Thrifting”, antara Kesadaran Lingkungan dan Tekanan Kantong Gen Z
Membeli barang bekas bukan praktik baru. Menurut kajian lembaga Garson & Shaw, sebanyak 78 persen warga Amerika Serikat membeli pakaian bekas. Apabila dilihat dari kelompok umur, 90 persen generasi Z gemar membeli pakaian bekas, diikuti generasi langgas atau milenial sebanyak 85 persen.
Baca juga: Dari Mana Produkmu Berasal?
Di kalangan generasi tua, praktik membeli pakaian bekas kurang populer. Generasi X hanya 77 persen yang membeli pakaian bekas dan generasi baby boomers 66 persen.
Kenapa generasi muda, terutama generasi Z menyenangi membeli barang bekas?
Menurut data Statista tahun 2023, generasi muda senang membeli pakaian bekas karena harganya murah. Apalagi, dengan gaji pas-pasan, membeli pakaian bekas memungkinkan mereka tetap tampil bergaya tanpa membuat kantong jebol.
Alasan kedua ialah demi kelestarian lingkungan. Pada 2022, Universitas Reutlingen di Jerman meneliti setiap tahun ada 120.000 miliar pakaian yang diproduksi. Jumlah ini setara dengan 20 persen pencemaran air global. Jenama mode cepat mengeluarkan 20-50 koleksi baru per tahun yang diproduksi di negara-negara berkembang seperti Indonesia, Vietnam, dan Bangladesh.
Baca juga: "Thrifting" dan Industri Tekstil Domestik
Greenpeace melaporkan, 40 persen pakaian baru yang dibeli masyarakat dunia tidak pernah dipakai. Walhasil, pakaian-pakaian itu dibuang karena pemiliknya menganggap mudah dan murah membeli yang baru berkat kecepatan perputaran mode. Sebanyak 70 persen material pakaian sekarang mengandung plastik dan mencemari lingkungan.
Pasar pakaian bekas global
Menurut Statista pada 2023, nilai pasar pakaian bekas dunia mencapai 197 miliar dollar AS. Nilai ini diperkirakan meningkat setiap tahun. Per 2026, ditaksir akan naik sampai dengan 100 miliar dollar AS.
Godaan laba dari pasar pakaian bekas ini membuat para pemain besar ingin turut serta. Jenama mode cepat asal Swedia, H&M, bekerja sama dengan laman ThredUp untuk menjual pakaian H&M yang pernah digunakan.
Baca juga: Tren ”Thrifting” Meningkat, Batam Kewalahan Tangkal Penyelundupan Pakaian Bekas
Di Inggris, pasar ThredUp mencatat nilai penjualan 3,5 miliar dollar AS. Secara global, diperkirakan bisa tembus 200 miliar dollar AS pada 2027.
Jenama Spanyol, Zara, menyediakan laman penjualan pakaian bekas yang bisa diakses di 16 negara. Laman ini dikunjungi 22 juta orang setiap hari. Per Oktober 2024, layanan juga bisa diakses untuk konsumen Zara di AS.
Pakaian bekas yang banyak dicari
Pasar pakai bekas ramai di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Umumnya, pembeli mencari baju dan celana dari jenama terkenal yang bisa dibeli dengan harga miring. Selain itu, pembeli juga mencari pakaian yang mungkin tidak dari jenama terkenal, tetapi dibuat dari bahan yang bagus. Serat alami yang antara lain adalah katun, linen, wol, dan sutra banyak diburu.
Baca juga: Berburu Harta Mode Lewat "Thrifting"
Selain baju dan celana, jaket menjadi sasaran yang laku di kalangan pembeli. Jaket tebal atau yang berbahan kulit asli laku di pasaran. Berikutnya adalah alas kaki, terutama dari jenama terkenal atau sepatu kulit karena tahan lama dan harga yang baru sangat mahal.
Tantangan keberlangsungan pasar pakaian bekas
Menjaga aliran produk bermutu adalah tantangan utama. Sesuai dengan kajian Greenpeace, 70 persen pakaian sekarang dibuat dari serat sintetis, terutama plastik, sehingga memungkinkan biaya produksi yang murah. Namun, dari segi mutu kalah jauh dari serat alami.
Lokapasar khusus barang bekas, Depop, merugi 69 juta dollar AS pada 2023. Lokapasar Sellpy juga demikian sehingga mereka menyusupi penjualan dengan pakaian baru keluaran H&M.
Baca juga: Loakan Global Versus Keadilan Sosial
Thomas Bauwens, ahli ekonomi di Rotterdam School of Management, menjelaskan, biaya memproses pakaian bekas bermutu lebih mahal daripada membeli yang baru. Jumlah pakaian bekas bermutu kian langka dan pakaian bekas dengan material kurang bagus dijual rugi.