Migran dan Ekspor Indonesia di Antara Krisis Nuklir Korea
Indonesia berkepentingan mendorong peredaan ketegangan dan pengelolaan masalah nuklir di Semenanjung Korea.
Korea Utara terus menunjukkan kemampuan nuklirnya. Pengungkapan terbaru menambah panjang persoalan nuklir di Semenanjung Korea. Meski secara geografis jauh, Indonesia bisa terdampak amat berat jika krisis nuklir Semenanjung Korea memburuk.
Pada Jumat (13/9/2024), KCNA, media resmi Korut, menyiarkan laporan soal fasilitas pengayaan uranium Korea Utara. Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un terlihat memeriksa fasilitas produksi bahan baku nuklir tersebut.
Baca juga: Korea Utara Terus Habiskan Dana pada Roket
Dalam siaran KCNA, Kim disebut puas dengan pencapaian kemampuan Korut mengembangkan kekuatan nuklir. Selain memeriksa fasilitas pengayaan uranium, Kim juga memeriksa lokasi proyek pembangunan gedung. Menurut KCNA, gedung itu akan menjadi tambahan fasilitas pengayaan.
KCNA menyiarkan lawatan itu bertepatan dengan hari kedatangan mantan Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu, ke Pyongyang untuk menemui Kim. Shoigu kini menjadi Sekretaris Dewan Keamanan Rusia.
Karena itu, diduga kunjungan Kim ke lokasi pengayaan bukan pada Jumat. Meski demikian, tidak ada kejelasan di mana lokasinya dan kapan kunjungannya. Apakah di Yongbyon, fasilitas utama nuklir Korut, atau lokasi lain. Peneliti Korea Institute for National Unification, Hong Min, menduga fasilitas itu berada di Kongson. Fasilitas itu tidak jauh dari Pyongyang.
Baca juga: Korea Utara Uji Coba Pertama Hwasongpho-16B, Rudal Balistik Berbahan Bakar Padat Jarak Menengah
Hal yang jelas, ada setidaknya 1.000 mesin pemutar untuk proses pengayaan uranium di fasilitas yang disambangi Kim. Pakar nuklir pada Asan Institute for Policy Studies di Seoul, Yang Uk, mengatakan, setiap tahun mesin-mesin itu bisa memproduksi hingga 25 kilogram uranium dengan aras pengayaan tinggi. Jumlah tersebut cukup untuk membuat satu hulu ledak nuklir.
”Intinya, mereka (Korut) mau menunjukkan tidak sedang omong kosong. Mereka terus membuat (bahan baku bom nuklir). Kepada siapa pesan mau disampaikan? Jelas ke Korea Selatan dan tentu saja Amerika Serikat,” ujarnya.
Hong Min menilai Pyongyang sedang mengirim pesan kepada Washington. ”Pesannya, pemerintahan berikutnya (di AS) akan sulit mendenuklirisasi Korea Utara. Pesannya juga meminta negara lain mengakui Korea Utara sebagai negara nuklir,” katanya.
Hong mengingatkan, sejumlah lokasi pengujian nuklir Korut terdampak banjir Juli 2024. Jalan dan rel ke fasilitas-fasilitas itu rusak. Sebagian bangunan dalam kompleks pun diduga rusak.
Pesannya, pemerintahan berikutnya (di AS) akan sulit mendenuklirisasi Korea Utara.
Peneliti Science and Technology Policy Institute Korsel, Lee Choon Geun, menyebut mesin-mesin yang disiarkan pada Jumat lebih canggih daripada yang terakhir ditunjukkan. Ia merujuk pada mesin yang ditunjukkan Korut pada rombongan peneliti AS pada November 2010.
Kala itu, sejumlah akademisi Standford University pimpinan fisikawan AS, Siegfried Hecker, dibawa ke Yongbyon. Pada 2018, Hecker menaksir Korut punya hingga 500 kilogram cadangan uranium dengan aras pengayaan tinggi. Cukup untuk membuat sampai 30 hulu ledak nuklir.
Tidak ada kejelasan berapa cadangan uranium ataupun hulu ledak nuklir Korut. Sejumlah pihak menduga Pyongyang punya lebih dari 100 hulu ledak.
Pekerja migran
Sementara Semenanjung Korea dan sekitarnya adalah salah satu tujuan para pekerja migran Indonesia. Sebagian bekerja di pabrik, banyak pula yang menjadi awak kapal hingga pekerja rumah tangga. Selain itu, ada pelajar dan mahasiswa Indonesia di berbagai negara sekitar Korut.
Baca juga: Korea Utara Uji Coba Rudal dengan Jangkauan Pangkalan AS di Guam
Sulit menentukan berapa pastinya jumlah warga Indonesia di Semenanjung Korea dan sekitarnya. Sebab, sebagian tinggal dan bekerja secara ilegal di Semenanjung Korea, Jepang, Taiwan, dan China. Sebagian lagi, lebih dari sejuta orang, tinggal dan beraktivitas secara resmi di negara-negara tersebut.
Mengacu pada konflik di beberapa wilayah dan negara lain, Indonesia akan mengevakuasi warganya dari Semenanjung Korea jika ada krisis nuklir di sana. Evakuasi yang akan sangat menantang.
Dari Korut, evakuasi mungkin bisa lewat darat ke China. Sementara evakuasi untuk WNI di Korsel jauh lebih menantang. Letak geografisnya membuat Korsel hanya bisa diakses lewat udara dan laut.
Kapasitas pesawat dan kapal lebih terbatas dibandingkan kereta atau rombongan mobil. Akan butuh ribuan kapal atau pesawat untuk mengevakuasi ribuan warga Indonesia dari Semenanjung Korea.
Lokasi evakuasi paling dekat adalah Kitakyushu, Jepang. Pelabuhan di Prefektur Fukuoka itu berjarak 217 kilometer dari Busan, pelabuhan Korsel yang paling dekat dengan Jepang.
Baca juga: Korea Selatan Meyakini ASEAN Jantung Indo-Pasifik
Sebagai pembanding, butuh rata-rata dua jam untuk menyeberang dari Pelabuhan Merak di Banten ke Pelabuhan Bakauheni di Lampung. Jaraknya tidak sampai 30 kilometer. Akan butuh berjam-jam dan banyak sekali kapal untuk mengevakuasi ribuan WNI di Korsel.
Kalaupun WNI bisa dievakuasi, tidak berarti masalah selesai. Setiap WNI yang menjadi pekerja migran menjadi sandaran ekonomi keluarganya. Jika dievakuasi, berarti mereka kehilangan pekerjaan dan keluarganya kehilangan sandaran ekonomi. Kiriman pekerja migran kerap jadi motor penggerak perekonomian kampung halaman.
Apabila setiap pekerja migran menanggung dua orang saja, evakuasi 100.000 pekerja migran akan berdampak pada 300.000 orang di Indonesia. Orang-orang yang membutuhkan makan, bayar sekolah, dan aneka kebutuhan hidup lain. Jika jumlah yang bergantung pada pekerja migran lebih banyak, semakin besar pula yang terdampak.
Ekspor
Kawasan itu memasok aneka bahan baku dan produk setengah jadi untuk industri-industri di Indonesia. Rantai pasok produksi Indonesia terkait erat dengan Asia Timur.
Dengan kata lain, dari ekspor-impor saja, setidaknya 10 persen produk domestik bruto Indonesia terkait dengan Asia Timur. Jika ditambah dengan kiriman dan dampak kiriman uang dari pekerja migran di sana, lebih besar lagi porsi keterkaitan PDB Indonesia dengan Asia Timur.
Krisis nuklir akan membuat pelabuhan dan pabrik di Asia Timur terhenti. Hal itu bisa mengancam PDB Indonesia. Sebab, gangguan ekspor dan pasokan bahan baku membuat pabrik, pelabuhan, dan buruh angkut terpaksa berhenti beroperasi.
Sejumlah kajian menunjukkan, hampir pasti China, Taiwan, dan Jepang terdampak jika ada krisis nuklir di Semenanjung Korea. Negara-negara itu terkait erat dengan Indonesia.
Fakta-fakta itu lebih dari cukup menunjukkan Indonesia berkepentingan mencegah krisis nuklir serta mendorong peredaan ketegangan dan pengelolaan masalah nuklir di Semenanjung Korea. Apalagi, sebagai pendorong perlucutan dan antiproliferasi senjata nuklir, Indonesia perlu terus mendesak agar senjata nuklir ditekan jumlahnya. (AP/AFP)