Akhiri Kunjungan di Singapura, Paus Fransiskus Tekankan Pesan Toleransi Antaragama
Kunjungan apostolik Paus Fransiskus ke Asia-Oseania berakhir. Ia meminta semua kalangan menjaga kerukunan dan toleransi.
SINGAPURA, JUMAT — Perjalanan apostolik Paus Fransiskus ke empat negara di Asia-Oseania berakhir. Paus Fransiskus dan rombongan, termasuk Kompas, meninggalkan Singapura, Jumat (13/9/2024), untuk kembali ke Vatikan via Roma, Italia. Mereka naik pesawat carter Singapore Airlines sekitar pukul 12.25 waktu setempat dan diperkirakan mendarat di Roma, Jumat malam, setelah terbang 12 jam melalui empat zona waktu.
Paus Fransiskus menutup kunjungannya di Singapura dengan memuji tradisi kerukunan antaragama. Ia menekankan pesan toleransi antaragama untuk menyembuhkan dunia yang bermasalah. Pesan ini selalu ia sampaikan sejak awal lawatan.
Paus Fransiskus (87) mengunjungi empat negara, yakni Indonesia, Papua Niugini, Timor Leste, dan Singapura, dalam rentang waktu 12 hari. Agenda dan kegiatannya selama hampir dua pekan itu sangat padat, yakni lebih dari 40 acara.
Baca juga: Lawatan Paus Fransiskus ke Singapura Tanpa Spontanitas dan Histeria Umat
Di Singapura, acara penutup kunjungan Paus adalah dialog lintas agama dengan kaum muda Singapura dan pertemuan dengan para warga lansia di Panti Jompo St Theresia, Jumat pagi.
Dalam pertemuan yang meriah dengan kaum muda Singapura, Paus mendesak mereka untuk menghormati kepercayaan lain, menghindari menjadi budak teknologi, dan keluar dari zona nyaman mereka.
”Jangan biarkan perutmu menjadi gemuk, tetapi biarkan kepalamu menjadi gemuk,” kata Paus Fransiskus yang mengundang tawa hadirin.
”Saya katakan ambil risiko, pergilah ke luar sana. Orang muda yang takut dan tidak mengambil risiko adalah orang tua,” kata Paus.
Baca juga: Singapura Tak Mau Kalah Meriah dalam Menyambut Paus Fransiskus
Dalam pertemuan itu Paus juga memuji tradisi kerukunan antaragama di negara kota itu. Kerukunan yang secara kasatmata terlihat dengan keberadaan masjid, kuil Buddha, dan gereja yang berdiri berdampingan di antara gedung-gedung pencakar langit Singapura.
Populasi umat Katolik Singapura sekitar 3,5 persen dari total populasi Singapura hampir 6 juta orang. Mereka hidup berdampingan dengan umat agama-agama lain. Menurut sensus tahun 2020, umat Buddha berjumlah sekitar 31 persen dari populasi, Kristen 19 persen, dan Muslim 15 persen. Sekitar seperlima dari populasi tidak memiliki kepercayaan agama apa pun.
Dialog konstruktif
Paus Fransiskus juga menekankan perlunya orang-orang dari agama yang berbeda untuk terlibat dalam dialog yang konstruktif daripada bersikeras pada kebenaran keyakinan mereka masing-masing. ”Semua agama adalah jalan untuk sampai kepada Tuhan,” kata Paus.
”Mereka seperti bahasa yang berbeda untuk sampai ke sana. Namun, Tuhan adalah Tuhan bagi semua orang,” imbuhnya.
Begitu pertemuan dengan anak muda Singapura berakhir, Paus Fransiskus dan rombongan berpamitan. Ia langsung menuju Bandar Udara Internasional Changi untuk kembali ke Roma dengan pesawat Singapore Airlines A350-900.
Sama seperti saat mengawali perjalanan apostolik menuju Indonesia, Senin (2/9/2024), yang memakan waktu penerbangan belasan jam, untuk kembali ke Roma, Paus Fransiskus juga akan terbang ke Roma dalam waktu 12 jam 35 menit.
Baca juga: Selama 12 Hari, Sejauh 32.814 Kilometer, Ini Agenda Paus Fransiskus di 4 Negara
Perjalanan apostolik Paus Fransiskus selama 12 hari, yang dimulai sejak 2 September 2024, membawanya ke Indonesia, Papua Niugini, Timor Timur, dan terakhir ke Singapura. Perjalanan Paus sejauh 32.814 kilometer melalui udara ini merupakan perjalanan terpanjang dan terjauh selama masa kepausannya.
Perjalanan terpanjang
Perjalanan tersebut juga salah satu perjalanan kepausan terpanjang dalam segi jumlah hari perjalanan dan jarak yang ditempuh. Hanya ada beberapa perjalanan apostolik Paus Yohanes Paulus II pada 1980-an yang lebih panjang.
Perjalanan ini juga dilakukan Paus di tengah kekhawatiran akan kesehatannya. Paus asal Argentina itu telah bergantung pada kursi roda sejak 2022 karena nyeri lutut dan linu panggul. Ia menjalani operasi hernia pada Juni 2023. Lalu, pada awal tahun ini, ia berjuang melawan flu dan bronkitis.
Meski demikian, Paus Fransiskus tetap menempuh perjalanan bersejarah di Asia-Oseania yang melelahkan. Ia ingin terhubung dengan umat Katolik, mulai dari negeri berpenduduk mayoritas Muslim, Indonesia; negara di ujung dunia, Papua Niugini; negara mayoritas umat Katolik, Timor Leste; hingga negara dengan gedung-gedung pencakar langit, Singapura.
Meski ada kelelahan terpancar di beberapa acara, Paus Fransiskus tetap bersemangat untuk bertukar pendapat yang bebas. Ia dengan riang mendorong dan menyerukan kaum muda untuk membantu mereka yang membutuhkan.
Baca juga: Paus Fransiskus: Saya Tak Akan Pergi Tanpa Menemui Kalian
Lise de Rocquigny (47), seorang ekspatriat Perancis yang tinggal di Singapura, juga mencermati hal itu. Ia mengatakan, selama kunjungan di Singapura, Paus terlihat lelah di beberapa kesempatan, tetapi tetap bersemangat dan cukup bugar.
”Paus benar-benar mampu menyampaikan pesan-pesan yang dekat di hatinya: dialog antar-agama, solidaritas, amal, mendengarkan orang miskin, kepedulian terhadap Bumi tempat tinggal kita,” ungkap De Rocquigny.
Pujian dan pesan pada Singapura
Dalam tiga hari kunjungannya ke Singapura, Paus Fransiskus menyampaikan pesan yang sangat positif dan memuji pembangunan ekonomi Singapura. Ia juga menyerukan agar negara itu memperlakukan pekerja imigrannya dengan bermartabat dan upah yang adil. ”Para pekerja ini memberikan kontribusi besar bagi masyarakat dan harus dijamin upah yang layak,” kata Paus pertama dari Amerika Latin.
Baca juga: Misa Akbar Paus Fransiskus di Singapura
Di seluruh dunia diperkirakan ada 170 juta pekerja migran. Sebagian besar tinggal di Amerika, Eropa, atau Asia Tengah.
Dalam sambutan publiknya di Singapura, Paus Fransiskus menghindari isu-isu kontroversial, seperti hukuman mati. Mengenai hal tersebut, ia pernah menyatakan hal itu tidak dapat diterima dalam semua keadaan.
Meski tidak menyebutnya di Singapura, Paus Fransiskus menyuarakan penentangan gereja terhadap hukuman mati saat mengunjungi negara-negara lain yang menerapkan hukuman tersebut, termasuk Bahrain. Dalam perjalanan yang membawanya ke ujung dunia Gereja, Paus juga menyampaikan pesan yang terkadang tidak mengenakkan bagi para pemimpin agar tidak melupakan kaum miskin dan terpinggirkan.
Di Indonesia, negara dengan populasi penduduk Muslim terbesar di dunia, ia mengunjungi Masjid Istiqlal untuk menyampaikan pesan bersama untuk menentang konflik dan perubahan iklim.
Baca juga: Paus Fransiskus: Kemegahan Tak Hanya soal Uang
Di Papua Niugini, sambil mengenakan hiasan kepala burung cendrawasih di desa terpencil Vanimo, Paus Fransikus memberi tahu penduduk untuk menghentikan kekerasan dan meninggalkan takhayul dan ilmu sihir. Dalam pidatonya di hadapan para pemimpin politik dan bisnis, ia menegaskan sumber daya alam yang melimpah di negara itu harus memberi manfaat bagi seluruh masyarakat.
Sementara di Timor Leste yang masyarakatnya mayoritas Katolik Roma, Paus Fransiskus memimpin misa yang diikuti sekitar 600.000 umat beriman di tengah teriknya cuaca tropis di daerah pesisir. Paus Fransiskus juga menyampaikan pidato di hadapan para pemimpin Timor Leste.
Paus Fransiskus memuji era baru perdamaian sejak kemerdekaan pada tahun 2002. Namun, ia juga meminta mereka untuk berbuat lebih banyak guna mencegah pelecehan terhadap kaum muda sebagai bentuk penghormatan terhadap skandal pelecehan anak Gereja Katolik baru-baru ini. (AP/AFP/REUTERS)