Uni Eropa Perlu Rangkul China kalau Mau Selamat
Uni Eropa semakin tertinggal dan kemakmurannya tergerus. Menggandeng China bisa jadi solusi. AS raup untung dari Eropa.
BRUSSELS, SELASA — Kemakmuran Uni Eropa terus merosot dalam dua dekade terakhir. Kalau tidak mau melarat, UE perlu lebih pragmatis. Wujudnya termasuk merangkul China.
Semua itu terangkum dalam laporan The Future of European Competitiveness yang diserahkan kepada Komisi Eropa pada Senin (9/9/2024) di Brussels, Belgia. Komisi Eropa menugasi mantan Presiden Bank Sentral Eropa yang juga mantan Perdana Menteri Italia, Mario Draghi, menyusun laporan itu.
Baca juga: Eropa Ingin Transisi Energi, tetapi Warga Menolak Ada Pabrik Litium
”Eropa telah mengkhawatirkan pelambatan pertumbuhan sejak awal abad ini. Berbagai strategi untuk meningkatkan tingkat pertumbuhan telah datang dan pergi, tetapi trennya tetap tidak berubah,” demikian kalimat pembuka laporan itu.
Menanggapi laporan itu, Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen berjanji melakukan pembenahan untuk masa jabatannya lima tahun mendatang. Pembahasan bersama para wakil pemerintah dan swasta harus segera dilakukan untuk mewujudkan saran-saran dari laporan Draghi.
”Ini benar. Pihak swasta memerlukan aturan yang tegas, tetapi tidak bertele-tele dan bisa beradaptasi dengan pesatnya industri,” kata Direktur Utama Business Europe Frederik Persson kepada Euractiv.
Persson mengatakan, Business Europe fokus ke industri transisi energi. Tanpa adanya insentif dari pemerintah, UE tidak akan bisa mengejar target niremisi per 2035. Hanya otoritas yang bisa mengeluarkan aturan mengenai harga energi agar terjangkau masyarakat.
Lebih dari separuh UKM Eropa menyebut hambatan regulasi dan beban administrasi sebagai tantangan terbesar.
Semakin tertinggal
UE semakin tertinggal dari Amerika Serikat dalam 24 tahun terakhir. Jumlah pendapatan yang dibelanjakan warga UE dua kali lipat dari yang dibelanjakan warga AS. Kondisi itu hanya mungkin terjadi antara lain jika harga di UE lebih mahal atau pendapatan UE lebih rendah.
Baca juga: Ukraina Tersengat Nord Stream Kala Sedang Menyerbu Kursk
Dalam laporan Draghi, energi disebut salah satu penyebab harga di UE mahal. Perusahaan-perusahaan UE membayar listrik hingga tiga kali lipat lebih mahal dibandingkan perusahaan AS. Untuk gas alam, harganya sampai 500 persen lebih mahal.
Sepanjang 2023, 42 persen gas UE didapatkan dari gas alam cair (LNG) yang lebih mahal dibandingkan dari gas pipa. Perang Ukraina membuat UE kehilangan akses pada gas Rusia.
Selama puluhan tahun, Rusia memasok gas yang murah bagi UE. Dalam laporan Draghi disinggung kehilangan mendadak pasokan itu. UE antara lain mengalihkan pembeliannya ke LNG dari AS.
Baca juga: Di Tengah Konflik, Penjualan Senjata AS Melonjak 40 Persen
Bukan gas, menurut laporan Draghi, AS juga mendapat uang banyak dari sektor pertahanan AS. Pada 2022-2023, 63 persen belanja pertahanan UE dihabiskan untuk membeli produk AS.
Hanya 22 persen dibelanjakan ke produk UE. ”Eropa menyia-nyiakan sumber daya bersama. Kita punya daya belanja gabungan besar. Walakin, kita membagikan ke berbagai perangkat nasional,” tulis Draghi.
Salah satu alasannya ialah karena mayoritas negara anggota UE juga anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Mereka lebih banyak mengimpor alutsista dari AS.
Calon Presiden AS dari Partai Republik Donald Trump berencana menaikkan iuran anggota NATO apabila mereka menginginkan perlindungan AS. Ini kesempatan untuk membenahi industri pertahanan Eropa agar mandiri.
Laporan juga membahas penyebab lain ketimpangan AS-UE: sektor teknologi. Dari 50 perusahaan teknologi terbesar saat ini, hanya empat dari UE. Dalam 50 tahun terakhir, tidak ada perusahaan UE yang dibangun dari awal dan kini bernilai 100 miliar euro.
Sebaliknya, dalam periode sama, AS membangun enam perusahaan dari awal dan kini bernilai di atas 1 triliun euro. ”UE tidak boleh bergeming atau kita semua akan tertinggal secara ekonomi, mengorbankan lingkungan, dan pada akhirnya kebebasan kita,” kata Draghi di dalam pemaparannya yang dikutip antara lain oleh Euronews.
Baca juga: Uni Eropa Kekurangan Guru, Mengapa Profesi Ini Tidak Dilirik?
Di dalam laporan, Draghi menyarankan UE menambah investasi sampai dengan 27 persen dari total produk domestik bruto blok ekonomi tersebut. Artinya, kucuran dana sebesar 750 miliar-800 miliar euro per tahun.
Investasi ini diperoleh melalui kerja sama pemerintah dengan sektor swasta. Sebagai pembanding, investasi melalui Rencana Marshall atau Program Pemulihan Eropa pasca-Perang Dunia II hanya setara maksimum 3 persen dari PDB UE.
Di dalam pelaksanaannya, investasi ini juga ditanam di dalam dana masa depan UE. Pemakaian investasi untuk membenahi berbagai fasilitas publik dan keamanan sehingga setiap anggota UE bisa berdikari. Energi, listrik, dan keterhubungan menjadi sektor yang wajib dikuasai kepemilikan dan fungsinya oleh tiap-tiap anggota.
Terkait inovasi untuk meningkatkan daya saing, UE dan pemerintah setiap negara anggota harus melonggarkan aturan. Bahkan, jika memungkinkan, membuat aturan yang lentur karena hanya begitu bisa bersaing dengan AS dan China. Laporan menyarankan berbagai penggabungan perusahaan telekom yang perjanjiannya diatur di level UE, bukan nasional.
Hubungan China
Pengaturan ini juga bisa mengendalikan bisnis agar tidak terjadi monopoli sehingga ada persaingan yang sehat. Pada saat yang sama, ini juga bisa menghadapi berbagai produk impor yang disubsidi oleh pemerintah negara asal. Salah satu contohnya ialah mobil listrik dari China yang produksinya disubsidi oleh Beijing sehingga bisa dijual dengan harga murah.
Baca juga: Uni Eropa Kelola Hubungan dengan China
UE telah menetapkan kenaikan tarif impor maksimal 38 persen, tergantung dari jenama mobil dan jumlah subsidi yang diterima dari Pemerintah China. Meskipun begitu, laporan Draghi tidak menafikan pentingnya posisi China bagi perekonomian Eropa. Kerja sama ekonomi dengan China bisa mempercepat dan mempermurah transisi ke energi terbarukan.
Peneliti senior lembaga kajian Bruegel, Simone Tagliapietra, menyebut UE perlu pragmatis pada China. Brussels tidak bisa sepenuhnya melarang produk China kalau serius menjalankan transisi energi.
Sebab, pada beberapa komoditas, daya saing produk UE lebih rendah daripada produk China. Kalau memaksakan memakai produk sendiri, UE malah akan rugi.
Kebijakan dagang, kata Tagliapietra, harus benar-benar dipilah. Hanya fokus pada sektor yang UE jelas punya keunggulan di masa kini dan masa mendatang. Kalau tidak, UE akan menghabiskan sumber daya tanpa hasil jelas.
Baca juga: Eropa Semakin Pusing gara-gara Kendaraan Listrik China
UE, kata Draghi, juga harus lebih jelas soal dukungan pada inovasi. ”Kita memiliki kesulitan menerjemahkan inovasi ke dalam sektor komersial. Ini yang membuat UE tertinggal,” kata Draghi.
Hal ini tecermin dari perusahaan-perusahaan Eropa yang meninggalkan tanah air mereka karena tidak bisa berkembang lebih jauh. Mereka memindahkan kantor pusat ke Asia, Afrika, dan Amerika. Di sana, kondisi pasar dan lenturnya aturan pemerintah memungkinkan mereka langsung menerapkan inovasi ke dalam produk serta layanan.
”Kita mengklaim mendukung inovasi. Walakin, kita terus menambah beban regulasi pada perusahaan Eropa. (Peraturan) itu paling membebani UKM dan menggerus di sektor digital. Lebih dari separuh UKM Eropa menyebut hambatan regulasi dan beban administrasi sebagai tantangan terbesar,” tuturnya.
Birokrasi di UE juga rumit. Setiap peraturan rata-rata butuh 19 bulan untuk disetujui oleh UE dan anggotanya. Setelah itu, butuh waktu lagi untuk penerapan di setiap anggota UE.
Penelitian dan pengembangan di sektor pertahanan juga ketinggalan. Apabila dibandingkan dengan AS, jumlah penelitian dan pengembangan pertahanan UE hanya 4,5 persen dari anggaran pertahanan. AS mengucurkan 16 persen anggaran pertahanannya untuk penelitian dan pengembangan.
Baca juga: Eropa di Tengah Dunia yang Berubah
Ini ironi yang disayangkan oleh Draghi. Pasalnya, sampai sekarang, Eropa merupakan pusat dari berbagai perguran tinggi dan lembaga penelitian terbaik di dunia. Penemuan-penemuan mutakhir ini sering kali berakhir di arsip karena pemerintah kurang bisa menjembatani antara sektor akademik dan komersial.
Penurunan kebijakan ini juga berpengaruh kepada pembenahan pendidikan masyarakat. Harus ada strategi besar mendidik masyarakat Eropa agar memiliki keahlian yang diperlukan seiring dengan perkembangan zaman. Bisa dengan mengembangkan kurikulum yang telah ada dan menambah dengan skema pembelajaran seumur hidup yang bergulir sesuai perkembangan waktu.
Oleh sebab itu, Draghi menganjurkan perubahan di dalam cara pengambilan keputusan. Dibandingkan dengan harus memperoleh persetujuan semua, UE disarankan mulai mengadopsi sistem pelaksanaan keputusan terbanyak. Aturan mengenai mutu dan keabsahan suara terbanyak ini harus dikembangkan. Ini akan sangat membantu pertumbuhan industri di Eropa.
Kini, industri otomotif yang menjadi jagoan pun terpukul. Volkswagen menutup salah satu pabriknya di Eropa karena terdisrupsi. ”Di China, pengembangan industri menggabungkan berbagai kebijakan, mulai dari pajak, politik luar negeri, hingga perdagangan. Di kita masih harus dibahas satu-satu sehingga menghabiskan waktu,” ujar Draghi.
Di dalam laporan disebutkan selama periode 2019-2024, UE membuat 13.000 aturan terkait perdagangan dan industri. Pada periode yang sama, AS hanya membuat 5.500 aturan. Ini menandakan pembahasan aturan masih dilakukan per topik di UE, belum ada pembahasan yang menggabungkan beberapa topik terkait agar aturan berkesinambungan. (AFP/REUTERS)