Mengapa VW Menutup Pabriknya?
Iklim industri otomotif Jerman sedang mengalami disrupsi. Volkswagen Group adalah korban pertama.
Apa yang dapat dipelajari dari artikel ini?
1. Apa yang terjadi dengan VW?
2. Mengapa VW dalam kesulitan?
3, Dampak keputusan VW?
4, Bagaimana masa depan industri otomotif Jerman, Eropa, dan AS?
1. Apa yang terjadi dengan VW?
Chief Executive Officer Volkswagen Group Oliver Blume menyebut bahwa pada 4 September 2024 VW sedang mempertimbangkan menutup salah satu pabrik perakitan kendaraan mereka di Jerman. Rencana ini muncul setelah manajemen VW Group yang menaungi 10 merek, antara lain VW, Skoda, SEAT, Porsche, dan Lamborghini, menyebut bahwa pemangkasan biaya yang telah dilakukan tidak cukup untuk membuatnya tetap kompetitif di tengah pasar otomotif yang semakin ketat.
Menurut rencana semula, VW Group hanya akan menutup salah satu pabrik perakitannya di Jerman, dengan potensi pabrik yang merakit komponen kendaraan juga akan ditutup. Ini adalah sejarah kelam bagi perusahaan yang sudah berusia hampir sembilan dekade karena untuk pertama kalinya kebijakan ini dilakukan, khususnya untuk pabrik perakitan VW, yang dikenal sebagai ”mobil bangsa Jerman”.
Bila di awal pekan sejumlah kantor berita asing menyebut VW Group hanya akan menutup salah satu pabrik merakitan, kantor berita Associated Press (AP), Minggu (8/9/2024), menyebut VW tengah mempertimbangkan untuk menutup beberapa pabrik perakitan sekaligus. Di Jerman, kampung halamannya, VW memiliki 10 pabrik perakitan dan suku cadang dengan total 120.000 pekerja. Sebagai produsen mobil terbesar di Eropa, perusahaan tersebut merupakan simbol kemakmuran konsumen dan pertumbuhan ekonomi negara tersebut setelah Perang Dunia II.
Baca juga: VW, Korban Pertama Otomotif China
Baca juga: Eropa Semakin Pusing gara-gara Kendaraan Listrik China
Baca juga: Daihatsu hingga Volkswagen dalam Daftar Skandal Otomotif Global
Manajemen VW belum menginformasikan tentang lokasi pabrik yang akan ditutup, termasuk pabrik perakitan komponennya. Walau begitu, menurut Serikat Pekerja VW, dikutip dari laman DW, manajemen tengah mempertimbangkan pabrik perakitan di Emden, Jerman bagian utara, untuk ditutup.
Tak hanya soal penutupan, Blume juga menyebut bahwa situasi membuat mereka tak kuasa untuk mengakhiri perjanjian perlindungan ketenagakerjaan yang telah berlangsung sejak tiga dekade lalu. Perjanjian yang dimaksud adalah bahwa manajemen VW Grup berjanji tidak akan melakukan pemutusan hubungan kerja hingga setidaknya akhir dekade ini.
”Industri otomotif Eropa berada dalam situasi yang sangat menuntut dan serius,” kata Blume. ”Lingkungan ekonomi menjadi lebih sulit, dan pesaing baru memasuki pasar Eropa. Jerman khususnya sebagai lokasi manufaktur semakin tertinggal dalam hal daya saing,” tambahnya.
2. Mengapa VW dalam kesulitan?
Sebenarnya, angka penjualan VW Grup secara global sempat mengalami kenaikan di tahun lalu. Paruh pertama 2023, nilai penjualan naik 18 persen atau senilai 174 miliar dollar AS. Namun, situasi tak terduga terjadi di tahun ini ketika konsumen di China, pasar terbesar VW, turun. Penjualan di China turun hingga 7 persen dibanding periode yang sama tahun 2023 dan membuat laba perusahan anjlok 11,4 persen menjadi hanya 11,2 miliar dollar AS. Hal itu memukul perusahaan.
Upaya penghematan coba dilakukan. Tahun lalu, VW meluncurkan program pemotongan biaya yang membuat grup ini bisa berhemat hingga 10 miliar Euro atau sekitar 11,06 miliar dollar AS hingga tahun 2026. Namun, itu belum cukup. Media Jerman, Handelsblatt, menyebut VW perlu memangkas pengeluarannya lagi sebesar 4 miliar Euro.
Akan tetapi, Arno Antlitz, Kepala Keuangan VW Group, memberi penjelasan lebih gamblang. Dia menyebut merek inti di grup tidak berada di jalur yang tepat. Ini bahasa diplomatis Antlinz untuk menyebut bahwa VW, merek inti VW Group, kurang laku di pasaran meski kini sejumlah produk VW yang dilepas ke pasaran adalah kendaraan listrik. Termasuk di dalamnya adalah ID Buzz, versi listrik kendaraan MPV VW legendaris, VW Bus atau di Indonesia di kenal dengan VW Kombi.
Antliz menyebut, laba yang dihasilkan VW Group di paruh pertama tahun 2024 ini mencapai 10,1 miliar Euro atau sekitar 11,2 miliar. Angka ini turun 11 persen dibanding periode pertama tahun lalu.
Baca juga: ”Serbuan” Mobil Listrik China, Dilema bagi Jerman dan Perancis
Baca juga: Mobil Listrik, Kuda Troya China di Era Multipolar
Baca juga: Produk Otomotif China Menantang Eropa
Divisi mobil penumpang VW mencatat penurunan laba sebesar 68 persen pada kuartal kedua tahun lalu, dengan margin keuntungan hanya 0,9 persen, turun 4 persen dibanding kuartal pertama. Sementara sejumlah merek mewah yang ada di bawah VW Group, seperti Audi, Porsche, dan Lamborghini, sebut Antlinz, memiliki kinerja yang lebih baik.
Antliz mengatakan, daya serap pasar terhadap produk VW sangat kecil. Untuk bisa selamat, produk VW yang harus diserap pasar sekitar setengah juta unit, setara dengan dua pabrik.
”Tapi, ketidakmampuan pasar menyerap produk VW tidak ada hubungannya dengan produk kita atau kinerja penjualan yang buruk. Pasarnya sudah tidak ada lagi,” katanya.
3. Dampak keputusan VW
Secara global, jumlah karyawan VW berjumlah hampir 700.000 orang. Jerman menjadi tuan rumah bagi sekitar 120.000 pekerja, tersebar di 10 lokasi di seluruh Jerman. Pabrik terbesar di Jerman berada di Wolfsburg, yang juga merupakan kantor pusat VW Group. Di lokasi ini terdapat 70.000 pekerja.
Pemangkasan hampir pasti berdampak pada individu dan keluarga karyawan di tengah situasi ekonomi yang sedang menurun. Namun, lebih luas, rencana pemangkasan ini akan berdampak pada kota-kota yang menjadi tuan rumah pabrik.
Rencana ini membuat Gubernur Lower Saxony Stephan Weil ikut bersuara. Weil mengatkaan, manajemen perlu mengambil sejumlah tindakan untuk menghemat pengeluaran perusahaan. Akan tetapi, Weil mengingatkan tindakan itu harus menghindari penutupan pabrik.
Selain Weil, kepala daerah yang juga ikut bersuara adalah Wali Kota Emden. Tim Kruithoff, Wali Kota Emden, dikutip dari laman DW, mengatakan, kesejahteraan penduduk dan kemakmuran wilayahnya tak terlepas dari keberadaan pabrik perakitan VW di sana. Pemangkasan karyawan hingga penutupan pabrik akan menjadi pukulan telak bagi mereka.
Baca juga: Baterai Mobil Listrik China, Produk yang Menggelisahkan Biden
Baca juga: Litium, Tumpuan Evolusi Berkendara
Baca juga: Seagull, Mobil Listrik China yang Ditakuti Amerika
”Kemakmuran Frisia Timur sangat bergantung pada perusahaan-perusahaan ini. Setiap pekerjaan industri yang tergabung dalam serikat pekerja yang hilang merupakan pukulan telak bagi seluruh wilayah,” kata Kruithoff. Selain tengah berjibaku dengan masalah VW, pemerintahan Kruithoff juga tengah menghadapi permasalahan yang sama dengan Meyer, sebuah perusahaan galangan kapal.
Fasilitas perakitan di Emden telah berdiri sejak 1964 dan menjadi pusat produksi VW Beetle, selain lokasi pabrik di Meksiko. Kini, pabrik perakitan di Emden dikhususnya untuk memproduksi VW Passat dan SUV listrik VW, ID 4.
Total sebanyak 8000 karyawan bekerja di pabrik perakitan di Emden atau sekitar 16 persen dari total sekitar 50.000 penduduk. Total kendaraan yang diproduksi di Emden mencapai 180.000 unit per tahun.
Secara politik, penutupan pabrik yang menjadi tulang pungung ekonomi Jerman seusai Perang Dunia II ini akan menjadi tamparan bagi pemerintahan Kanselir Olaf Scholz. Kebijakan ekonomi Scholz dianggap tidak memberikan kesejahteraan bagi warga. Hal ini terbukti dengan kemenangan sejumlah partai sayap kanan pada pemilihan pada awal September kemarin di Negara Bagian Thueringia dan Saxony. Jajak pendapat nasional juga memperlihatkan tingkat persetujuan rakyat pada pemerintahan Scholz berada di titik terendah.
Menurut juru bicara pemerintah, Wolfgang Buechner, Scholz telah berbicara dengan manajemen VW Group dan para pemimpin serikat pekerja VW. Tidak ada penjelasan mengenai substansi pembicaraan mereka. Buechner hanya menyebut bahwa Scholz dan pemerintah mengikuti perkembangan di VW dengan cermat.
4. Bagaimana masa depan industri otomotif Jerman, Eropa, dan AS?
Mengutip laman CNBC, lembaga penelitian Universitas Munich, Ifo Institute, Rabu (4/9/2024), mengeluarkan hasil penelitian mereka soal iklim bisnis industri otomotif Jerman. Hasilnya, iklim bisnis otomoti menurun menjadi negatif 24,7 poin, turun dari sebelumnya 18,5 poin. Harapan bisnis untuk enam bulan mendatang ”sangat pesimistis”, sebut studi Ifo Institute.
Industri otomotif Jerman pernah menjadi simbol status bagi para pemiliknya. Akan tetapi, kini mereka tengah bergulat dengan kenyataan bahwa harga produk mereka cukup tinggi dan semakin tidak terjangkau. Pada saat yang sama, produsen otomotif China memproduksi mobil berkualitas baik dengan harga terjangkau serta dilengkapi fitur yang setara dengan produk otomotif pabrikan Eropa.
Data JATO Dynamics, rata-rata harga kendaraan produksi China mengalami penurunan hingga 32.000 euro selama tujuh tahun terakhir. Sebaliknya, harga kendaraan buatan Eropa dan Amerika naik 17 persen dan 12,5 persen dalam periode yang sama.
Begitu juga dengan kendaraan listrik China, yang rata-rata 33 persen lebih murah dibandingkan dengan harga kendaraan bahan bakar minyak buatan pabrikan Eropa atau Amerika.
Baca juga: Transformasi Industri Otomotif China
Baca juga: Harga Mahal Membuat Mobil Warga AS Semakin Tua
Situasi yang sama terjadi di AS. Produk otomotif pabrikan AS mengalami kenaikan. Pada saat yang sama, pendapatan warga tetap atau bahkan turun, tidak bisa mengimbangi kenaikan harga. Akibatnya, banyak rumah tangga di AS mempertahankan usia pakai kendaraannya hingga lebih dari 10 tahun. ”Harga sekarang terlalu mahal bagi kebanyakan rumah tangga. Saya kira konsumen terpojok dan terpaksa memiliki kendaraan lebih lama,” kata Kepala Unit Mobil Bekas pada S&P Global Mobility Todd Campau.
Dengan harga yang murah dibanding produk otomotif massal Eropa atau AS dan fitur yang melimpah, membeli produk otomotif China adalah pilihan yang logis bagi calon konsumen saat ini. Bila produk pabrikan Eropa atau Amerika (dan juga Jepang) seringkali menetapkan harga lebih tinggi bagi konsumen yang menginginkan fitur tertentu pada produknya, hal itu seringkali tidak berlaku bagi produk otomotif China.
Gregor Sebastian, pakar China dari Merics Institute, mengatakan, bagi konsumen produk otomotif China, teknologi menggantikan kualitas tradisional sebagai alasan untuk melakukan pembelian. ”Industri otomotif Jerman kemungkinan tidak akan memainkan peran dominan yang sama di sektor mobil China seperti yang terjadi dalam 20 tahun terakhir,” kata Sebastian. (AP/Reuters)