Konflik Berkepanjangan, 25 Juta Warga Sudan Dilanda Kelaparan
Perang saudara berkepanjangan di Sudan menyebabkan 25 juta warga kelaparan, 10 juta warga di antaranya jadi pengungsi.
Oleh
IWAN SANTOSA
·2 menit baca
PORT SUDAN, SENIN — Sekurangnya 21 orang tewas dan 70 orang terluka di pasar yang dihujani tembakan artileri di wilayah selatan Sudan, Minggu (8/9/2024), sehari setelah Pemerintah Sudan menolak rekomendasi tim ahli independen Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengirimkan pasukan independen dan netral guna melindungi rakyat dari pertikaian antara militer dan paramiliter di Sudan. Jaringan Dokter Sudan menuding paramiliter pasukan dukungan cepat atau rapid support forces (RSF) menembakkan artileri ke pasar di kota Sennar, sekitar 300 kilometer selatan Khartum.
Puluhan juta rakyat Sudan mengalami kelaparan. Pengungsi di negara itu juga terus bertambah. Mereka diperkirakan segera akan memasuki Eropa karena buruknya situasi di dalam negeri.
Pemerintah Sudan telah menolak permintaan PBB untuk membentuk pasukan independen dan netral untuk melindungi jutaan warga Sudan yang mengungsi akibat perang saudara berkepanjangan. Konflik Sudan pecah sejak April 2023 antara Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan paramiliter RSF. Puluhan ribu orang tewas. Konflik di Sudan telah memicu salah satu krisis kemanusiaan terburuk saat ini.
Badan independen PBB dalam keterangan, Jumat (6/9/2024), mengatakan, tim pencari fakta (TPF) mendapatkan fakta-fakta pelanggaran kemanusiaan yang mengerikan dilakukan dua pihak yang bersengketa. ”Arahnya adalah kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan,” demikian laporan TPF PBB.
TPF mengusulkan dibentuk pasukan independen dan netral untuk menjaga keselamatan rakyat dan segera ditempatkan di seluruh Sudan.
Namun, Kementerian Luar Negeri Sudan yang setia kepada pemerintahan Sudan di bawah Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dalam pernyataan pada Sabtu (7/9/2024) menyatakan menolak rekomendasi PBB tentang pembentukan pasukan tersebut.
Kemenlu Sudan mengatakan, Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang membentuk TPF tahun lalu sebagai lembaga politis dan ilegal. Rekomendasi TPF soal pembentukan pasukan independen dan netral adalah pelanggaran terhadap mandat yang diberikan kepada mereka.
Krisis kelaparan
Para pakar PBB mengatakan, sekitar 8 juta rakyat Sudan kini menjadi pengungsi di dalam negeri dan 2 juta orang mengungsi ke negara tetangga ke Chad, Etiopia, dan Sudan Selatan. Penduduk Sudan pada tahun 2023 tercatat 48,1 juta jiwa. Lebih dari separuhnya, yakni 25 juta jiwa, mengalami krisis kelaparan akibat perang saudara.
Council of Foreign Relation dalam laporan 24 Juli 2024 mencatat, sudah 15.000 orang tewas. Adapun lebih dari 8,2 juta menjadi pengungsi. Jumlah mereka diperkirakan akan terus bertambah. Pengungsi Sudan diprediksi akan segera masuk ke Eropa.
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus di Sudan, Minggu (8/9/2024), mengatakan bahwa Sudan sedang mengalami puncak badai krisis. Ia memaparkan, dalam 500 hari Perang Sudan, hampir semua krisis terjadi, seperti banjir pengungsi, kelaparan di sejumlah daerah, banjir besar akibat hancurnya bendungan, dan wabah penyakit.
”Kondisi kedaruratan yang terjadi di Sudan sangat mencemaskan karena sedikit tindakan dilakukan untuk meredam konflik dan mengurangi dampak yang ditimbulkan,” kata Tedros.
Tedros berbicara di Port Sudan, kota pelabuhan yang dijadikan lokasi kantor-kantor PBB sejak perang saudara pecah di ibu kota Khartum, Ia mendesak agar dunia bersama-sama menolong Sudan keluar dari mimpi buruk yang sedang terjadi saat ini.
Pernyataan Kemenlu Sudan
Kemenlu Sudan dalam keterangan Sabtu (7/9/2024) petang menuding pasukan paramiliter RSF di bawah Mohamad Hamdan Daglo secara sistematis menyasar warga sipil dan lembaga-lembaga sipil. ”Perlindungan rakyat sipil adalah prioritas utama Pemerintah Sudan. Dewan HAM PBB juga seharusnya mendukung proses nasional yang dilakukan Sudan dan tidak mendorong pelaksanaan mekanisme dari luar (pembentukan BKR),” demikian keterangan Kemenlu Sudan.
Faktor geopolitik kawasan turut memengaruhi perang saudara di Sudan. Laman majalah Foreign Policy dalam laporan 12 Juli 2023 mengungkapkan, Sudan adalah jembatan antara Timur Tengah dan Afrika serta memiliki kekayaan sumber daya alam. Arab Saudi diketahui mendukung pemerintahan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan (SAF). SAF juga memiliki hubungan baik dengan Mesir dan kelompok Ihwanul Muslimin (IM) di Mesir.
Jerusalem Strategic Tribune dalam laporan Mei 2024 mengungkapkan, seteru Pemerintah Sudan, yakni RSF, di bawah Mohamad Hamdan Dagalo alias Hemeti, didukung Uni Emirat Arab melalui jaringan di Chad-Etiopia serta Pemerintah Libya faksi Tobruk dan Tentara Nasional di bawah komando Khalifa Haftar.
RSF dikenal memiliki reputasi brutal dalam perang saudara di Sudan antara pemerintah pusat dan wilayah selatan yang berpenduduk Kristen dan animisme. Sesudah Sudan Selatan merdeka, RSF terlibat dalam perang di Darfur, wilayah barat Sudan yang berbatasan dengan Chad.
Pemerintah Iran juga memiliki kepentingan di Sudan. Sudan adalah salah satu jalur pengiriman senjata Iran untuk perjuangan Palestina di Jalur Gaza. Iran diketahui menawarkan pasokan senjata bagi SAF-Pemerintah Sudan dengan imbalan penggunaan pelabuhan-pelabuhan Sudan di tepi Laut Merah. (AFP)