Tak Sekadar Soal Ritual, Paus Terlibat dalam Isu-isu Global
Paus akan terus bersuara, terutama bagi mereka yang tidak pernah punya kesempatan bersuara.
Meski berstatus sebagai pemimpin agama, Paus tidak berhenti pada urusan liturgis atau ritual belaka. Para Paus, termasuk kini Paus Fransiskus, menggunakan kepemimpinannya untuk terlibat dalam mencari solusi atas berbagai masalah global yang dihadapi umat manusia.
Dalam berbagai kesempatan, Paus Fransiskus kerap melantangkan seruan khususnya dalam tiga isu, yakni konflik, krisis migran, dan iklim. Seruan dan tindakan Paus sering berhasil, dalam arti didengarkan dan dilakukan.
Baca juga: Kedatangan Paus Fransiskus Sarat Kesederhanaan
Namun, tak jarang pula seruan itu bagai membentur tembok. Meski demikian, Paus tidak pernah berhenti menyerukannya kepada dunia, terutama para pemimpinnya.
Duta Besar Republik Indonesia untuk Takhta Suci Vatikan Michael Trias Kuncahyono, saat peluncuran buku karyanya, Francis, Pope for the People, Kamis (29/8/2024), di Jakarta, mengatakan, sejak dulu Takhta Suci Vatikan mempunyai peran yang sangat menonjol dalam memediasi konflik internasional.
”Pada Perang Dunia II, misalnya, Paus Pius XII membantu orang-orang Yahudi yang diburu. Paus Yohanes Paulus II memiliki peran besar dalam mengakhiri rezim komunis di Eropa Timur. Sebelum Uni Soviet ambruk, (Mikhail) Gorbachev bertemu Paus Yohanes Paulus II,” ujarnya.
Baca juga: Indonesia dan Takhta Suci Vatikan, Selaras dalam Genderang Diplomasi
Dalam buku itu, Trias menuliskan, dahulu Paus Paulus XXIII mengatakan, mengapa Konsili Vatikan II (11 Oktober 1962-8 Desember 1965) diadakan karena ingin membuka jendela Gereja. Dengan begitu, Gereja bisa melihat keluar dan mereka yang ada di luar bisa melihat ke dalam Gereja. Ini bisa dimaknai Gereja membuka diri terhadap keadaan dunia dan perkembangan di dalamnya.
Banyak negara, menurut Trias, mengharapkan peran Paus untuk menegakkan perdamaian dunia. Sebab, itulah misi Paus. Terlebih, jika Paus yang menyerukan perdamaian, tidak akan ada kecurigaan soal kepentingan nasional. Paus berdiri di tengah, tidak memiliki kepentingan apa pun.
”Ketika pecah perang di Gaza pada 7 Oktober 2023, Paus Fransiskus salah satu yang pertama menyerukan gencatan senjata. Banyak pemimpin negara, seperti dari Turki, Qatar, dan Irak, menelepon Paus dan meminta pendapatnya,” ujarnya.
Paus mempertemukan Presiden AS Barack Obama dan pemimpin Kuba, Raul Castro. Berkat pertemuan itu, derajat embargo AS terhadap Kuba bisa diturunkan.
Setiap Rabu, tutur Trias, ada audiensi umum di Vatikan. Dalam audiensi itu, Paus selalu menyerukan perdamaian, baik di Timur Tengah, Ukraina, maupun Afrika.
Pengajar pada Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Klaus H Raditio, saat dihubungi, menuturkan hal senada. Sebagai tokoh moral, Paus bisa menyerukan sesuatu yang positif dan didengarkan. Isu yang disampaikan pun relevan dalam konteks dunia yang konkret di masa sekarang.
Baca juga: Paus Fransiskus, Suara Lantang di Padang Sunyi
Klaus mencontohkan, Paus Fransiskus menjadi mediator rekonsiliasi Amerika Serikat dan Kuba. ”Paus mempertemukan Presiden AS Barack Obama dan pemimpin Kuba, Raul Castro. Berkat pertemuan itu, derajat embargo AS terhadap Kuba bisa diturunkan. Hubungan keduanya terbuka kembali, rakyat Kuba pun berkurang penderitaannya,” tuturnya.
Paus Fransiskus, seperti halnya Presiden Joko Widodo, hanya segelintir orang yang bisa berkomunikasi, baik dengan Presiden Rusia Vladimir Putin maupun Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, dalam upaya menghentikan perang Ukraina-Rusia.
Sepanjang sejarah, peran dalam kancah internasional selalu menjadi napas Gereja Katolik sesuai misi mewartakan Injil. Menurut Klaus, sepanjang sejarah itu tidak pernah ada keinginan untuk hanya mengurusi internal gereja dan mengabaikan dunia sekitar.
Kalaupun ada situasi demikian, Klaus melihatnya sebagai keterbatasan gereja, yakni krisis di dalam Gereja Katolik sendiri. ”Misalnya kasus pelecehan seksual atau salah kelola urusan finansial. Itu fakta. Itu krisis di dalam Gereja Katolik yang membatasi Vatikan menyerukan suara moral. Di satu pihak, energi Vatikan habis untuk mengurusi hal itu. Di lain pihak, isu itu membuat orang bertanya-tanya ’Bagaimana, kamu sendiri punya masalah di dalam’. Itu sesuatu yang membatasi, tetapi tidak pernah dilihat sebagai alasan untuk tidak berperan dalam persoalan di luar gereja,” ujarnya.
Migran
Selain konflik dan perdamaian, isu migran atau orang-orang yang tercerabut dari tanah airnya karena konflik, bencana, ataupun hal lain menjadi perhatian utama Vatikan. Para pengungsi itu harus meninggalkan negaranya dan menerobos bahaya mengarungi lautan demi mendapatkan keselamatan dan kehidupan yang lebih baik. Tak sedikit di antara mereka yang tewas dalam upaya itu.
Setelah dilantik pada 2013, kata Trias, Paus Fransiskus langsung mengunjungi Lampedusa. Di pulau kecil di atas Tunisia itu terdapat banyak sekali pengungsi. ”Paus mengimbau para pemimpin Eropa menerima para migran ini. Ia meminta keluarga-keluarga di Italia menampung mereka. Gelombang penolakan sangat tinggi terhadap seruan Paus. Namun, sikap Paus tetap sama. Ini bukan urusan politik, melainkan kemanusiaan,” katanya.
Baca juga: Indonesia dan Takhta Suci Vatikan, Selaras dalam Genderang Diplomasi
Di Lapangan Santo Petrus, Vatikan, terdapat patung Angel Unawares karya seniman asal Kanada, Timothy Schmalz. Patung itu menggambarkan sekelompok migran dan pengungsi dari berbagai latar belakang. Tubuh mereka terimpit dalam rakit yang sempit. Mereka mewakili wajah-wajah orang yang tersingkir dan terusir.
Bagi Klaus, isu migran ini terhitung sulit. Dalam arti, Paus Fransiskus menganjurkan bahwa batas-batas negara bukan sesuatu yang sakral dan harus dibela ketika berhadapan dengan kemanusiaan. Inilah yang agak sulit diterima oleh pemerintahan negara-negara. ”Bagi sebuah negara, batas negara itu sakral. Memang sakral, tetapi apabila terkait masalah kemanusiaan, prinsip Paus, batas negara itu tidak lebih diprioritaskan. Seruan (untuk menerima migran) itu menjadi cukup berat,” ujarnya.
Bagaimanapun tantangan itu sekali lagi tidak menghentikan Paus untuk berseru dan berbuat. Negara-negara pun tidak menghentikan seruan Paus Fransiskus walaupun tidak mau menerima migran dan pengungsi karena masalah kedaulatan teritorial dan faktor ekonomi-sosial.
Iklim
Di samping konflik dan migran, isu lingkungan menjadi perhatian utama Vatikan. Terlebih saat ini, ketika dampak pemanasan global begitu terasa. Trias berpendapat, isu iklim merupakan misi besar Takhta Suci. ”Bukan tanpa alasan beliau memilih nama Santo Fransiskus dari Asisi yang sangat peduli dengan lingkungan,” katanya.
Paus Yohanes Paulus II yang pertama kali menggunakan istilah pertobatan ekologis pada 17 Januari 2001. Masa kepausannya (1978-2005) menyaksikan perubahan lingkungan yang memprihatinkan. Ia menekankan hubungan manusia dengan alam tidak bersifat penguasaan total, tetapi keberpihakan dan pemeliharaan.
”Kita harus mendorong dan mendukung pertobatan ekologis yang pada dekade ini telah membuat kemanusiaan lebih terdampak bencana,” kata Paus Yohanes Paulus II kala itu.
Sebelumnya, Paus Paulus VI pada 1971 telah lebih dulu menyoroti eksploitasi alam yang berisiko pada hancurnya kemanusiaan.
Baca juga: Paus Fransiskus dan Seruan untuk Lebih Menghargai Makanan
Paus Fransiskus merangkum perhatian Vatikan pada isu lingkungan dalam ensiklik Laudato Si’ pada 24 Mei 2015. Ia menekankan kepedulian terhadap Bumi, rumah bersama umat manusia. Paus juga mengingatkan, krisis iklim tak lepas dari ketidakadilan, kepentingan kelompok, dan pembangunan berlebihan.
Selain tiga isu besar tersebut, masih banyak persoalan global lainnya yang tak luput dari perhatian para Paus, seperti persaudaraan, toleransi, dan keberagaman. Paus akan terus bersuara, terutama bagi mereka yang tidak pernah punya kesempatan bersuara atau tidak diperbolehkan bersuara.
Mengutip Alissa Wahid dalam kolomnya di harian Kompas, Minggu (1/9/2024), Paus mengingatkan dirinya kepada para tokoh agama di Indonesia pada era 1980-an dan 1990-an. Ia mengatakan, para tokoh agama itu tidak hanya merapal doa, tetapi mendampingi umatnya yang terlemahkan sistem yang menguntungkan mereka yang punya kuasa.