Penangkapan Pavel Durov, Sinyal Peringatan untuk Hak Kebebasan Bersuara di Ruang Digital?
Bagi pegiat hak digital, penangkapan Durov merupakan ancaman untuk hak kebebasan berbicara di pelantar daring.
PARIS, JUMAT — Penangkapan pendiri sekaligus pemilik aplikasi obrolan Telegram, Pavel Durov, oleh aparat Perancis dinilai sebagai sinyal peringatan atas hak kebebasan digital. Durov didakwa tak menghentikan aktivitas melanggar hukum di aplikasi obrolan tersebut. Para petinggi perusahaan teknologi lain bisa ditangkap dengan tuduhan yang sama di wilayah hukum Eropa.
Durov (39), pengusaha teknologi kelahiran Rusia, dituduh terlibat dalam menjalankan pelantar (platform) daring yang tak mencegah transaksi terlarang, perdagangan narkoba, gambar pelecehan seksual anak, penipuan, dan konten ilegal lainnya. Ia juga diduga tak melarang pencucian uang dan memberikan pesan terenkripsi kepada pelaku tindak kriminal di aplikasinya itu.
Penangkapan Durov merupakan kasus pertama bagi seorang CEO dari pelantar pengiriman pesan besar. Sejumlah pegiat hak dan kebebasan digital serta ahli hukum menilai, kasus ini patut menjadi peringatan.
Pengacara Perancis, Guillaume Martine, mengibaratkan dakwaan itu seperti menuntut pemilik taksi daring karena taksinya disewa pengedar narkoba. Sementara Jan Penfrat dari kelompok advokasi Hak Digital Eropa (EDRi) menyamakannya dengan menuntut pabrik pembuat pisau karena pisau produksinya digunakan dalam kejahatan penusukan oleh orang lain.
Martine mengatakan, setelah dakwaan terhadap Durov, petinggi aplikasi teknologi lainnya bisa diancam dengan hal yang sama. ”Jelas, jika mereka meneruskan kasus terhadap Durov sampai tuntas, pelantar mana pun bisa diancam dengan hal yang sama,” katanya di Paris, Perancis, Kamis (29/8/2024) waktu setempat.
Baca juga: Kronologi Penangkapan Pavel Durov di Negeri Penjunjung Kebebasan
Pengacara David-Olivier Kaminski, yang mewakili Durov di Perancis, mengatakan, dakwaan itu berarti menuntut pengelola pelantar atau petingginya bertanggung jawab secara hukum atas tindakan dan segala penyalahgunaan oleh penggunanya. Itu tak masuk akal.
Aplikasi obrolan, seperti Telegram, hampir pasti pernah digunakan penggunanya untuk membagikan konten ilegal, baik sepengetahuan pengelola aplikasi atau tidak. Sebelum penangkapan Durov, kemungkinan penangkapan pemilik pelantar percakapan atau media sosial di Eropa dengan tuduhan itu dinilai tak memungkinkan. ”Saya juga terkejut mereka menangkap Durov,” kata Penfrat.
Telegram mengklaim memiliki hingga sekitar 1 miliar pengguna. Dengan jumlah itu, aplikasi itu salah satu pelantar obrolan dengan jumlah pengguna terbesar di dunia. Selain Durov, petinggi aplikasi percakapan dan media sosial terbesar di dunia lain adalah Elon Musk yang memiliki media sosial X, dulunya Twitter, dan Mark Zuckerberg, pemilik grup Meta yang mempunyai Facebook dan Whatsapp.
Tuduhan ini tampak acak dan juga tidak meyakinkan.
Penfrat mengatakan, ia khawatir tindakan terhadap Telegram dapat digunakan sebagai preseden untuk menjerat petinggi teknologi lain, terutama media yang terenkripsi. Menurut dia, tuduhan itu sangat mencurigakan. ”Tuduhan ini tampak acak dan juga tidak meyakinkan,” katanya.
Selain Telegram, aplikasi terenkripsi atau pesan yang dikodekan di antaranya Whatsapp dan Signal yang dimiliki The Signal Technology Foundation. Namun, berbeda dengan Telegram, Whatsapp dan Signal menggunakan enkripsi dari ujung ke ujung (end to end).
Artinya, pesan di kedua aplikasi itu terkirim dalam bentuk enkripsi dari pengirim dan diterima sebagai pesan terenkripsi ke penerima pesan. Whatsapp dan Signal tidak menyimpan pesan asli di server, sementara Telegram menyimpannya.
Sulit kerja sama
Posisi dan sikap Durov membuatnya lebih rentan dijerat dengan kasus hukum. Selama ini, Telegram sulit diminta bekerja sama dengan pemerintah untuk menyensor, mencekal akun, hingga menghapus konten. Telegram dikenal tak pernah melakukan perintah itu.
Hal ini sesuai dengan prinsip privasi dan kebebasan berbicara di ruang digital. ”Memang benar Telegram punya karakter kerja sama dengan pemerintah yang sangat terbatas, itu pun jika ada,” kata pengacara hak digital, Alexandre Lazaregue.
Menurut Lazaregue, selama ini pengelola Telegram tidak menanggapi surat dari aparat, tidak menanggapi panggilan pengadilan, bahkan tidak memiliki perwakilan hukum di pengadilan. ”Sementara Facebook, Twitter, dan lainnya masih memiliki pengacara terkenal di Paris,” katanya.
Adapun Musk dan Zuckerberg dinilai lebih kooperatif. Kendati dalam berbagai pernyataannya Musk selalu lantang berbicara membela kebebasan berbicara, ia biasanya mematuhi perintah pemerintah untuk menghapus konten atau mencekal akun di X.
Hal yang sama dilakukan Zuckerberg di Facebook, Instagram, ataupun Thread. ”Saya akan sangat terkejut jika ada negara anggota Uni Eropa, termasuk Perancis, yang menangkap Elon Musk dengan tuduhan serupa,” kata Penfrant menambahkan.
Baca juga: Perancis Perpanjang Penahanan Durov, Hubungan Paris-Moskwa Memburuk
Selain itu, kewarganegaraan Perancis yang disandang Durov juga membuatnya lebih rentan menjadi target hukum di negara itu. Sementara Musk dan Zuckerberg tak mempunyai kewarganegaraan Perancis atau kewarganegaraan Eropa lainnya.
Dari sisi enkripsi, Penfrat menilai Signal dan Whatsapp lebih lihai. Selama ini, aparat penegak hukum di seluruh dunia telah lama meminta akses untuk membaca pesan terenkripsi dengan dalih menghentikan aktivitas kriminal. Namun, Whatsapp dan Signal menolak, dengan alasan satu-satunya cara untuk melakukannya adalah dengan melarang enkripsi pesan.
Dengan enkripsi end to end yang secara otomatis dilakukan saat pesan dikirim, pengelola dua layanan aplikasi itu bisa membela diri tak punya pesan asli saat diminta. Sementara Telegram masih menangani pesan dalam bentuk asli yang belum dienkripsi di servernya.
”Jadi, Signal dan Whatsapp dapat mengatakan: kami mau bekerja sama, tetapi kami tidak punya informasinya. Namun, Telegram mengatakan: kami dapat memberikan semua informasi karena semuanya ada dalam bentuk teks biasa di server kami, tetapi kami tidak akan melakukannya, maaf,” kata Penfrant.
Lazaregue menyimpulkan, tuduhan terhadap Durov mendorong definisi hukum keterlibatan ke titik yang tak masuk akal. ”Untuk dihukum karena keterlibatan pada kejahatan, Anda tetap harus menyadari kejahatan sedang terjadi dan berniat untuk berpartisipasi di dalamnya,” katanya.
Perburuk Perancis-Rusia
Penangkapan Durov memperburuk hubungan Perancis-Rusia. Beberapa tokoh pro-Kremlin menuduh penangkapan itu bermotif politik dan Washington berada di balik penahanan Durov yang lahir di Rusia itu. AS menyangkalnya.
Presiden Perancis Emmanuel Macron mengatakan, penangkapan Durov tidak bermotif politik. Menurut Macron, penangkapan itu tindakan independen oleh sistem perdagangan Perancis. Ia menegaskan tidak mengetahui penangkapan tersebut.
”Saya sama sekali tidak mengetahui kedatangan Durov di Perancis, dan itu cukup normal,” kata Macron dalam konferensi pers saat kunjungan di Serbia pada Kamis.
Baca juga: Dituduh Abaikan Konten Kejahatan, CEO Telegram Ditangkap di Perancis
Sebelumnya, Kremlin memperingatkan agar Perancis tidak menggunakan kasus itu untuk persekusi politik. Saat ini, Rusia terus memantau perkembangan kasus Durov. Rusia menganggap Durov sebagai warga negara dan siap memberikan bantuan hukum. ”Hal utama adalah agar apa yang terjadi di Perancis tidak berujung pada persekusi politik,” kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov.
Setelah ditangkap pekan lalu, Durov bebas dari tahanan dengan membayar uang 5 juta euro (Rp 95,7 miliar). Ia dilarang meninggalkan wilayah Perancis selama penyelidikan berlangsung. Durov juga harus melapor ke polisi dua kali sepekan dan berada di rumah pada jam-jam yang telah ditentukan.
Tekanan negara
Kasus ini bukan kasus hukum pertama yang menimpa Telegram. Pada 2022, Hakim Agung Brasil Alexandre de Moraes menangguhkan sementara Telegram di Brasil. Hal ini karena Telegram telah berulang kali menolak untuk mematuhi perintah pengadilan negara itu.
Saat itu, Durov menanggapi dengan meminta maaf. Ia berdalih ada masalah pada surat elektronik (e-mail) sehingga tak memberi respons. Ia menjanjikan Telegram segera dapat memproses permintaan penghapusan saluran publik yang ilegal di Brasil.
Perusahaan media sosial lainnya juga menghadapi tekanan dari otoritas negara. Pada Rabu, Moraes memerintahkan Musk untuk menunjuk perwakilan hukum untuk X di Brasil dalam waktu 24 jam atau ia juga akan menghadapi penangguhan aplikasi itu, seperti Telegram. Pada kasus Durov, Musk mengkritiknya dengan keras dan menuntut Durov segera dibebaskan. Durov dikenal sebagai sekutu Musk.
Di kasus lain, pada pekan ini, Zuckerberg juga mengatakan, pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah menekan perusahaannya untuk menyensor konten Covid-19 selama pandemi. Pernyataan ini merujuk pada permintaan Gedung Putih untuk menghapus informasi yang salah tentang virus korona baru dan vaksin Covid-19.
Perdebatan mengenai bentuk tanggung jawab pengelola aplikasi percakapan dan media sosial atas konten penggunanya terus berlanjut di banyak negara. Sejumlah negara mulai membuat aturan untuk mengendalikannya.
Di AS, anggota parlemen tengah merombak aturan yang melindungi pengelola pelantar atas konten penggunanya. Di Inggris, Undang-Undang Keamanan Daring yang baru berisi ancaman sanksi pidana bagi manajer senior perusahaan teknologi yang tidak mematuhi perintah pemerintah terkait dengan peraturan hukum dari media. (AFP/Reuters/AP)