Kamala Harris Perlebar Keunggulan atas Trump
Harris akan melanjutkan kebijakan Biden terkait Israel dan perbatasan. Gencatan senjata dan sandera tetap jadi fokus AS.
WASHINGTON, JUMAT — Jajak pendapat terbaru menunjukkan calon presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat, Kamala Harris, memperlebar keunggulan atas Donald Trump, kandidat dari Partai Republik. Dalam wawancara dengan CNN, Kamis (29/8/2024) waktu setempat, Harris mengenang kembali pencalonannya sebagai presiden dan memaparkan rencana-rencana kebijakannya.
Harris sedang sibuk membalik panekuk dan daging asap di wajan ketika teleponnya berdering. Peneleponnya, Presiden Amerika Serikat Joe Biden. Dalam telepon singkat pada 21 Juli 2024 itu, Biden memberi tahu Harris bahwa dia membatalkan pencalonannya kembali dan mendukung Harris untuk menggantikannya.
Baca juga: Biden Berlapang Dada Membuka Jalan untuk Harris
Itu wawancara resmi pertama Harris dengan media massa. Ia diwawancarai pembawa acara CNN, Dana Bash, yang juga salah satu moderator debat Biden dan Trump pada 27 Juni lalu.
”Saya sedang bersama keluarga saya, termasuk keponakan perempuan saya. Anak-anak sedang mengobrol. Waktu itu kami sedang makan panekuk. Telepon berdering dan ternyata Joe Biden,” kata Harris. Setelah Biden memberitahukan keputusannya, Harris bertanya lagi untuk memastikan, ”Apakah Anda yakin?” Dan, Biden menjawab, ”Ya”. Begitulah ceritanya, kata Harris.
Harris belum pernah diwawancarai empat mata dengan media cetak ataupun televisi sejak pencalonan itu. Selama ini, Harris menjawab pertanyaan dari banyak wartawan saat kampanye dan di media sosial Tiktok. Ia pernah diwawancarai Bash, tetapi wawancara dilakukan di Savannah, Georgia, di dalam bus. Kala itu, Harris dan calon wakil presiden, Tim Walz, sedang kampanye.
Kurangnya wawancara terhadap Harris ini memicu kritik dari lawan. Para pendukungnya juga khawatir Harris kurang tajam saat menjawab spontan dibandingkan dengan saat kampanye atau pidato yang materinya sudah siap dibaca lewat teleprompter.
Baca juga: Biden Ungkap Alasan Mundur dari Bursa Capres karena Tekanan Partai Demokrat
Sebaliknya, Trump sering mengadakan konferensi pers dan menawarkan wawancara ke media-media konservatif. Dia sering memanfaatkan wawancara itu untuk mengkritik Harris dan Biden ketimbang membahas rencana kebijakannya sendiri.
Dalam wawancara dengan CNN, Harris berjanji mengambil pendekatan lebih keras terhadap migrasi di sepanjang perbatasan selatan AS. Dia berjanji memperbarui undang-undang perbatasan yang akan memperketat migrasi ke AS.
Dia juga berjanji akan menegakkan hukum AS karena hukum itu ada untuk dipatuhi dan ditegakkan. ”Hukum itu ada untuk menangani orang yang melintasi perbatasan kita secara ilegal. Harus ada konsekuensinya,” ujarnya.
Untuk isu Israel, Harris melanjutkan dukungan yang sudah ada dari Biden. Harris menolak seruan dari beberapa anggota Partai Demokrat yang meminta Pemerintah AS berhenti mengirim senjata ke Israel.
Hukum itu ada untuk menangani orang yang melintasi perbatasan kita secara ilegal. Harus ada konsekuensinya.
Pertimbangannya, banyaknya korban tewas di Gaza. Harris mendukung Israel yang kuat, tetapi memang harus ada kesepakatan gencatan senjata dalam konflik Gaza. ”Kita harus selesaikan kesepakatan gencatan senjata dan penyanderaan,” kata Harris.
Dalam isu penanganan inflasi, Harris membela dirinya dan Biden. Dia menegaskan pemerintahan Biden mewarisi ekonomi yang kurang baik akibat pandemi Covid-19. Kesalahannya sudah terjadi sejak pemerintahan sebelumnya, yakni pemerintahan Trump. Itu terjadi karena, kata Harris, Trump sudah salah urus. Banyak hal yang sudah dilakukan pemerintahan Biden untuk menurunkan harga, tetapi masih terlalu tinggi.
Jika dilihat dari wawancara dengan CNN, Harris terlihat sudah bergerak lebih ke tengah dalam beberapa isu. Dia memperketat posisinya tentang migrasi di perbatasan AS-Meksiko. Dia juga tidak lagi menginginkan larangan fracking atau metode produksi energi yang mempekerjakan banyak orang di Pennsylvania. Dia menyadari wilayah ini salah satu negara bagian yang dapat menentukan hasil pemilu.
Secara umum, Harris yang didampingi oleh calon wakil presidennya, Gubernur Minnesota Tim Walz, juga mengatakan ada kemungkinan dia akan menambahkan seorang Republikan ke dalam kabinetnya. Alasannya, agar ada keberagaman pendapat.
Baca juga: AS Kerahkan 607 Pesawat dan Kapal untuk Pasok 50.000 Ton Senjata ke Israel
”Saya kira penting melibatkan banyak orang di meja perundingan ketika perlu membuat keputusan terpenting. Perlu pandangan dan pengalaman yang berbeda. Bermanfaat pula bagi rakyat AS untuk punya anggota kabinet dari Republikan,” ujarnya.
Perempuan dan Hispanik
Dari hasil jajak pendapat Reuters/Ipsos terhadap 4.253 orang dewasa AS, termasuk 3.562 pemilih, Kamis (29/8/2024), Harris mengungguli Trump dengan perolehan suara 45 persen berbanding 41 persen. Ini menunjukkan ada antusiasme baru di antara pemilih, khususnya dari kelompok perempuan dan komunitas etnis Hispanik.
Sementara Trump unggul di antara pemilih kulit putih dan laki-laki. Hasil jajak pendapat terbaru ini memberi sinyal penting tentang pandangan pemilih. Sementara hasil electoral college negara bagian demi negara bagian menentukan pemenangnya. Beberapa negara bagian ”panas” kemungkinan akan menjadi penentu.
Baca juga: Janji Trump Setelah Resmi Jadi Capres: Akhiri Perang dan Rebut Lagi Kejayaan AS
Di tujuh negara bagian tempat pilpres 2020 yang paling ketat, yakni Wisconsin, Pennsylvania, Georgia, Arizona, North Carolina, Michigan, dan Nevada, Trump unggul dengan 43-45 persen atas Harris di antara pemilih terdaftar. Jajak pendapat terpisah Bloomberg News/Morning Consult yang dipublikasikan pada Kamis menunjukkan, Harris unggul atau seri dengan Trump di setiap negara bagian tersebut.
”Hasil jajak pendapat ini menunjukkan tidak akan mudah bagi Trump untuk melawan Harris. Namun, tentu saja, itu bukan hal yang mustahil,” kata Matt Wolking, ahli strategi kampanye Republikan yang menangani kampanye Trump pada 2020.
Wolking menyarankan Trump perlu tetap fokus sebisa mungkin dalam kampanyenya. Trump juga diminta tidak menakut-nakuti para pemilih yang condong ke arahnya karena tidak menyukai Biden.
Dalam jajak pendapat Reuters/Ipsos, sekitar 73 persen pemilih terdaftar Demokrat mengaku lebih bersemangat memberikan suara setelah Harris mencalonkan diri. Dalam jajak pendapat yang sama pada Maret lalu, 61 persen responden mau memberi suara kepada Biden hanya karena tidak mau Trump yang menjadi presiden.
Baca juga: Donald Trump Kembali Tertinggal dari Kamala Harris
Pada jajak pendapat Agustus, 52 persen pemilih Harris mau mendukungnya lebih karena ingin melawan Trump. ”Kalau melihat hasil yang sekarang, orang lebih termotivasi tentang masa depan ketimbang masa lalu. Pemilih melihat Harris sebagai masa depan. Sementara Republikan melihat pemilu ini hanya tentang Trump,” kata Aimee Allison, pendiri She the People, kelompok liberal yang berjuang meningkatkan jumlah perempuan kulit berwarna dalam jabatan terpilih.
Meski demikian, para pemilih Trump juga antusias. Sekitar 64 persen mengaku pilihan mereka lebih termotivasi untuk mendukung Trump, bukan semata karena mau menentang Harris. Menurut mereka, pendekatan Trump pada pengelolaan ekonomi AS lebih baik.
Sebaliknya, Harris unggul 47 persen berbanding 31 persen dalam kebijakan aborsi. Isu ini menonjol bagi Demokrat setelah Mahkamah Agung AS yang konservatif pada 2022 mencabut hak perempuan untuk aborsi. Trump menominasikan tiga hakim konservatif ke MA selama masa jabatan kepresidenannya tahun 2017-2021. Sekitar 41 persen pemilih dalam jajak pendapat tersebut, 70 persen dari Demokrat, khawatir presiden berikutnya mungkin menandatangani larangan nasional terhadap aborsi. (REUTERS/AFP/AP)