Trump Didakwa Lagi dalam Kasus Upaya Ubah Hasil Pemilu
Trump kembali dijerat dakwaan terkait pemilu 2020. Jaksa punya cara menyiasati kekebalan hukum Trump sebagai presiden.
WASHINGTON, RABU — Mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menghadapi dakwaan terkait upayanya membatalkan kekalahan dirinya dalam pemilihan presiden tahun 2020, Selasa (27/8/2024) waktu setempat atau Rabu dini hari waktu Indonesia. Tim jaksa penuntut mempersempit dakwaannya setelah Mahkamah Agung AS memutuskan kekebalan hukum terhadap Trump atas tuntutan pidana, Juli 2024.
Dalam dakwaan yang baru ini, tim jaksa penuntut khusus yang dipimpin Jack Smith lebih berfokus pada peran Trump sebagai kandidat politik yang menghendaki pemilu ulang. Bukan Trump sebagai presiden pada saat itu.
Pada 1 Juli 2024, Mahkamah Agung (MA) memutuskan Trump setidaknya kebal dari tuntutan pidana atas tindakan yang dilakukan saat menjabat sebagai presiden. Meski demikian, Trump masih tetap bisa didakwa dari sisi dia sebagai kandidat presiden.
Baca juga: Dakwaan pada Donald Trump Seakan Tiada Akhir
Secara umum, dakwaan baru ini masih sama dengan empat dakwaan yang diajukan jaksa tahun lalu. Keempat dakwaan itu adalah konspirasi untuk menipu AS, konspirasi untuk menghalangi proses pemilihan presiden, menghalangi proses resmi, dan konspirasi terhadap pelanggaran hak asasi manusia.
Dalam dakwaan baru, dakwaannya lebih berfokus pada peran Trump sebagai kandidat politik yang menghendaki pemilu ulang. Bukan Trump sebagai presiden pada saat itu.
Meski Trump menghadapi dakwaan baru, proses sidangnya kemungkinan besar tidak akan dilakukan sebelum pemilihan presiden AS, 5 November mendatang. Pasalnya, proses sidang Trump kemungkinan akan memakan waktu berbulan-bulan.
Baca juga: Jaksa Tuding Trump Coba Tipu Pemilih dalam Kasus Suap
Bradley Moss, pengacara khusus isu keamanan nasional, menilai dakwaan yang direvisi itu menunjukkan upaya Departemen Kehakiman AS mempersempit cakupan informasi faktual untuk beradaptasi dengan putusan MA soal kekebalan. Dakwaan baru itu setebal 36 halaman. Dakwaan sebelumnya setebal 45 halaman.
Dakwaan baru ini bergantung pada kesaksian dan bukti utama dari para saksi di luar pemerintah federal, seperti mantan Ketua DPR Arizona Rusty Bowers. Dalam berkas dakwaan disebutkan, Bowers ditekan Trump dan seorang rekan konspirator untuk mengadakan sesi khusus sidang berdasarkan pernyataan palsu tentang kecurangan pemilu.
Belum ada tanggapan resmi dari tim pembela Trump. Namun, Trump sudah mengecam dakwaan tersebut dan menganggapnya sebagai serangan terhadap demokrasi. Kecaman itu dilontarkan Trump melalui unggahan-unggahan di media sosial miliknya, Truth Social.
”Kasus ini berkaitan dengan konspirasi untuk menghambat pemilihan presiden 2020. Padahal, merekalah yang menghalangi pemilihan, bukan saya,” tulis Trump.
Trump telah mengaku tidak bersalah sejak awal. Dia mengecam kasus ini dan kasus-kasus lain yang dihadapinya bermotif politik untuk mencegahnya kembali berkuasa.
Baca juga: Bersalah dalam 34 Dakwaan, Donald Trump Tetap Bisa Ikut Pemilu
Di dalam berkas dakwaan baru, bagian yang memerinci percakapan Trump dengan pejabat Departemen Kehakiman, Jeffrey Clark, dihapuskan. Pada bagian itu, Trump diduga meminta mereka mendukung klaim palsunya tentang penipuan pemilu.
Disebutkan juga peran Wakil Presiden AS Mike Pence saat itu sebagai presiden Senat pada hari penghitungan suara elektoral, 6 Januari 2021. Pada bagian itu dihapus karena, menurut MA, itu adalah komunikasi resmi presiden dengan anggota departemen kehakiman dan dianggap sebagai tindakan resmi.
Dalam sidang pada 6 Januari 2024, banyak terdakwa perusuh gedung Capitol yang mengaku bahwa mereka sudah menyadari telah ditipu dan menyesalinya. Mereka mengaku bersalah karena mudah tertipu dan mudah mempercayai informasi yang salah tentang pemilu 2020. Trump sendiri tidak pernah secara terbuka mengakui bahwa dia menyebarkan informasi yang salah.
Baca juga: Nama Trump Kian Tersudut sebagai Dalang Kerusuhan di Capitol
Kondisi mental Trump kemungkinan akan menjadi isu utama dalam persidangan mendatang. Namun, ini juga belum pasti karena masih harus menunggu hasil pemilihan presiden. Jika Trump menang, kasus ini pasti akan digagalkan. Begitu juga dengan tuntutan hukum lainnya.
Trump juga sudah mengindikasikan akan mengampuni para perusuh atau pendukungnya yang menyerbu gedung Capitol untuk menghentikan proses sertifikasi hasil pemilihan presiden oleh Kongres AS.
Trump diputuskan bersalah atas 34 tuduhan pemalsuan catatan bisnis dalam sidang di New York pada Mei 2024. Trump dinyatakan bersalah karena menutupi pembayaran uang tutup mulut untuk artis porno Stormy Daniels.
Sidang untuk menjatuhkan vonis pada Trump sudah dijadwalkan pada 18 September mendatang. Namun, pengacara Trump meminta agar vonisnya dibatalkan dengan alasan ada putusan kekebalan dari MA. Mereka juga meminta hukumannya ditunda.
Baca juga: Donald Trump: Saya Tidak Bersalah
Trump masih menghadapi tuntutan di Negara Bagian Georgia terkait upaya membatalkan pemilu 2020. Di Florida, Trump didakwa karena salah menangani dokumen rahasia setelah meninggalkan Gedung Putih.
Dukungan terkikis
Selama ini Trump unggul atas calon presiden dari Partai Demokrat, Kamala Harris, untuk isu-isu ekonomi dan penanganan kejahatan. Namun, dari jajak pendapat Reuters/Ipsos yang dilakukan 23-25 Agustus 2024 terhadap 1.028 orang dewasa, keunggulan Trump mulai terkikis.
Harris unggul tipis 1 poin saja, yakni 43 persen berbanding 42 persen. Pidato kampanye Trump sering mengkritik pengelolaan ekonomi pada pemerintahan Presiden AS Joe Biden karena banyak warga AS yang menderita akibat inflasi tinggi selama beberapa tahun.
Harris berjanji mengendalikan harga melalui upaya seperti menindak peningkatan harga yang tidak wajar oleh pedagang grosir. Jajak pendapat baru menunjukkan ekonomi adalah masalah terbesar bagi 26 persen pemilih terdaftar, dibandingkan dengan 22 persen yang memilih ekstremisme politik dan ancaman terhadap demokrasi.
Baca juga: Trump di Atas Angin, Kebijakan Ekonominya Lebih Disukai
Sementara 13 pemilih menilai isu imigrasi yang terpenting. Ketika berbicara masalah ekstremisme, pemilih lebih mendukung Harris ketimbang Trump dengan perbandingan 42 persen berbanding 36 persen.
Hanya saja, Trump masih unggul dalam kebijakan imigrasi. Ada 45 persen pemilih yang mendukungnya dan Harris punya 37 persen pemilih.
Tak satu pun dari kedua kandidat disukai 100 persen. Ada 59 persen pemilih yang memiliki pandangan tidak baik terhadap Trump dan 52 persen mengatakan hal yang sama terhadap Harris. Ada 47 persen pemilih yang memandang Harris baik dan 39 persen untuk Trump.
Debat 10 September
Kedua kandidat akan debat pada 10 September mendatang. Trump mengunggah komentar di Truth Social dan mengumumkan kesepakatan bahwa debat di ABS itu aturannya sama dengan debat di CNN pada 27 Juni 2024. Kesepakatannya adalah debat digelar tanpa penonton di studio dan mikrofon masing-masing kandidat dimatikan saat kandidat lainnya sedang berbicara.
Baca juga: Saling Serang dan Saling Telanjangi Rekam Jejak dalam Debat Biden-Trump
Trump sebelumnya tidak mau debat. Namun, tim kampanyenya berkeras dia harus ikut debat karena berdasarkan ketentuan yang sudah disetujui dengan Biden sebelum Biden mengundurkan diri.
Tim kampanye Harris menolak pernyataan dari Trump bahwa kedua pihak sepakat mikrofon dimatikan. Masalah ini sampai sekarang masih diperdebatkan. Tim Harris menghendaki mikrofon kedua kandidat tetap dinyalakan.
”Kedua kandidat telah secara terbuka menyatakan kesediaan mereka untuk berdebat dengan mikrofon yang tidak dimatikan selama debat berlangsung untuk sepenuhnya memungkinkan pertukaran substantif antarkedua kandidat. Namun, tampaknya Donald Trump membiarkan para pengurusnya mengabaikannya. Menyedihkan!” kata tim kampanye Harris.
Dukungan kepada Harris menguat setelah 238 staf dari empat capres dari Partai Republik sebelumnya berpindah mendukung Harris. Mereka menilai gagasan masa jabatan kedua bagi Trump sudah tidak dapat dipertahankan dan akan merugikan rakyat.
Baca juga: Peluang Kamala Harris Jadi Presiden AS
Mereka yang berpindah dukungan itu pernah bekerja pada mantan Presiden George HW Bush, mantan Presiden George W Bush, mantan Senator Arizona John McCain, dan Senator Utah Mitt Romney. Mereka mengajak anggota Republik yang moderat dan independen konservatif untuk bergabung dengan mereka mendukung Harris dan cawapres Tim Walz.
Transisi pemerintahan
Sebagai persiapan transisi pemerintahan, pemerintahan Biden menawarkan materi-materi yang dibutuhkan Trump dan Harris untuk perencanaan transisi presiden. Kedua capres terlambat melakukan proses itu dan baru dimulai bulan ini. Seharusnya sudah dilakukan sejak beberapa bulan lalu.
Padahal, transisi pemerintahan berjalan cepat setelah pemilu. Presiden yang terpilih harus segera memilih dan memeriksa sekitar 4.000 pejabat politik federal. Mereka juga harus mengidentifikasi tim peninjau lembaga dan memulai proses pemeriksaan latar belakang untuk staf keamanan nasional.
Harris terlambat karena baru menggantikan posisi Biden lima minggu lalu. Dia harus mengarahkan ulang operasional politiknya sebelum bisa memulai proses transisi. Tidak jelas kenapa Trump tidak memulainya lebih awal. Harris, jika menang, kemungkinan memilih untuk mempertahankan beberapa orang yang sudah ditunjuk secara politik dari pemerintahan Biden. Mereka berpotensi membantunya menghindari urusan yang rumit jika Republik menguasai Senat AS.
Baca juga: Kamala Harris Kehilangan Kesempatan Raih Suara Penting
Sementara itu, Trump kemungkinan akan mencoba menghindari kesalahan transisi pada 2016. Pada waktu itu, dia mengesampingkan perencanaan selama berbulan-bulan. Itu membuat Trump dan timnya tidak siap setelah hari pemilihan. Pasalnya, banyak di antara pejabat yang dipilih Trump belum pernah menjabat di pemerintahan sebelumnya. (REUTERS/AFP/AP)