Kronologi Penangkapan Pavel Durov di Negeri Penjunjung Kebebasan
Hidup tertutup, Pavel Durov ditangkap karena unggahan teman yang suka flexing di media sosial. Polisi pun bingung.
Tampaknya, semboyan Liberte, Egalite, Fraternite tidak sepenuhnya berlaku bagi Pavel Durov (39). Penangkapan pendiri dan pemimpin Telegram itu dinilai tidak sesuai dengan salah satu semboyan dasar Perancis, kebebasan alias liberte. Ada pertanyaan, sebenarnya, kebebasan seperti apa yang diizinkan di Perancis.
Pada Selasa (27/8/2024), terungkap aparat Perancis membebaskan pengawal dan asisten Durov. Mereka ikut ditahan kala Durov ditangkap di Bandara Le Bourget pada Sabtu (24/8/2024). Tidak disebutkan keterangan lebih lanjut soal pembebasan itu.
Baca juga: Teman ”Flexing” Jet Pribadi, Pavel Durov Tertangkap
Informasi pembebasan beredar beberapa jam selepas Perancis resmi menjerat Durov dengan 12 dakwaan. Ia dituding turut membantu berbagai kejahatan di media sosial buatannya.
Beberapa ialah keterlibatan mengetahui adanya konten pornografi anak dan peredarannya; mengetahui pelantar Telegram dipakai untuk jaringan peredaran narkoba; mengetahui adanya transaksi maupun peredaran data maupun peranti lunak ilegal; dan mengetahui adanya kelompok-kelompok kejahatan terorganisasi. Setiap dakwaan ini bisa diganjar hukuman kurungan sampai dengan lima tahun.
Hingga Selasa siang, tidak ada kabar soal Yulia Vavilova (24). Perempuan itu ada di pesawat Durov kala mendarat di pinggiran Paris pekan lalu.
Vavilova adalah pemengaruh di media sosial, terutama soal jual-beli aset kripto. Hubungannya dengan Durov tidak jelas, apakah rekan kerja atau pasangan romantis. Hal yang jelas, Vavilova selalu bepergian bersama Durov.
Kebetulan, Durov melalui Telegram juga berbisnis aset kripto. Mata uang kripto itu bernama Toncoin.
Durov relatif hidup tenang sekaligus penuh rahasia di Dubai selama beberapa tahun terakhir. Meski memiliki salah satu media sosial terbesar, ia jarang mengunggah kutipan, apalagi foto dan video di Telegram sekalipun.
Berbeda dengan Vavilova. Selama beberapa hari sebelum ditangkap di pinggiran Paris, Vavilova rutin mengunggah hampir semua hal dari Azerbaijan.
Tidak ada satu pun unggahan itu ada gambar Durov. Walakin, sejak lama ia diidentifikasi kerap bersama Durov. Karena itu, aparat bisa mengintai gerak-gerik Durov lewat unggahan Vavilova. Perempuan itu suka flexing alias pamer di media sosial.
Petunjuk terkuatnya diunggah beberapa jam sebelum pesawat pribadi Durov mendarat di Perancis. Vavilova menulis, akan tiba di satu tempat dalam beberapa jam lagi. ”Tebak mau ke mana?” tulisnya.
Baca juga: Dituduh Abaikan Konten Kejahatan, CEO Telegram Ditangkap di Perancis
Setelah itu, ia mengunggah sejumlah foto dan video lama soal Paris. Terang saja orang jadi tahu dia, dan tentu saja Durov, akan ke Paris. Begitu mendarat, mereka ditangkap. ”Kami sendiri bingung kenapa dia nekat datang ke Perancis, padahal dia tahu dirinya masuk daftar pencarian orang. Dia pikir dia bisa lolos dari hukum,” kata salah satu penyelidik OFMIN kepada media TF1.
Puncak perburuan
Penangkapan pada Sabtu memuncaki perburuan Perancis terhadap Durov. Terungkap, Durov telah diincar oleh aparat penegak hukum Perancis sejak 8 Juli 2024.
Ketika itu, Kejaksaan Perancis mengadakan penyelidikan terhadap individu yang dirahasiakan namanya. Individu itu dituduh melakukan kejahatan terhadap anak-anak di pelantar media sosial Telegram. Kejahatan yang dimaksud ialah mengedarkan narkoba, konten pornografi anak, ideologi teroris, dan penipuan dengan mengincar anak-anak.
Unit antikejahatan terhadap anak-anak kepolisian Perancis, OFMIN, kemudian meminta Durov untuk bekerja sama. Akan tetapi, Durov tidak menanggapi. Melihat itikad yang dinilai tidak baik ini, OFMIN mengeluarkan surat penangkapan atas Durov apabila menginjakkan kaki di Perancis.
Baca juga: Pengguna Mengharapkan Aplikasi Pesan yang Lebih Melindungi Privasi
Selepas penangkapan, Rusia dan Uni Emirat Arab meminta akses konsuler pada Durov. Ia lahir dan besar di Rusia. Belakangan, ia menjadi warga Perancis, UEA, serta St.Kitt&Nevis. ”Uni Emirat Arab mengikuti dengan saksama kasus warganya, Pavel Durov, pendiri Telegram, yang ditangkap otoritas Perancis,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri UEA.
Bahkan, selama beberapa tahun terakhir, ia tinggal di Dubai. Dari sana juga ia mengelola Telegram dan aneka anak usahanya.
Pertanyaan kebebasan
Penangkapan Durov memicu pertanyaan soal semboyan dasar Perancis, kebebasan alias liberte. Pemilik X dan pemimpin Tesla, Elon Musk, salah yang bertanya. Ia mencuit semboyan negara Perancis ”Liberte! Liberte! Liberte? (Kebebasan! Kebebasan! Kebebasan?”
Penangkapan itu membuat orang bingung, kebebasan seperti apa yang diizinkan di Perancis. Di negara itu, menghina agama dan kepercayaan tidak melanggar hukum. Karena menerapkan prinsip sekuler, Perancis melarang segala bentuk simbol keagamaan di semua tempat dan kegiatan yang didanai pemerintah.
Presiden Serbia Aleksandar Vucic menyebut penangkapan itu mengingkari kampanye kebebasan yang digaungkan Barat. Kondisi kini terbolak-balik.
”Dulu pada 2018, Rusia mengajukan tuntutan ringan pada dia. Ada 26 kelompok di Barat meneken petisi mendesak Rusia berhenti mengancam kebebasan dia. Sekarang, dia ditahan dan mau menutup Telegram di Barat,” tuturnya.
Pembocor data rahasia Amerika Serikat, Edward Snowden, juga bersuara. Dia menyebut Perancis menyandera Durov agar bisa mendapat akses ke data pengguna Telegram. Permintaan itu bentuk ancaman kebebasan.
Presiden Perancis Emmanuel Macron berusaha meluruskan situasi dan mengunggah di beberapa pelantar media sosial. “Ini bukan keputusan politik. Penangkapan Durov berada di bawah kewenangan pemerintahan yudisial Perancis yang telah melakukan penyelidikan dan harus dihormati,” ujarnya.
Perancis menjadi negara pertama yang akhirnya menangkap Durov. Di negara asalnya, Durov juga diburu. Ia meninggalkan Rusia sejak 2014.
Baca juga: Pengguna Mengharapkan Aplikasi Pesan yang Lebih Melindungi Privasi
Pada 2021, Menteri Kehakiman Jerman Marco Buschmann meminta pembatasan Telegram di seluruh Uni Eropa. Sebab, Telegram dijadikan tempat penyebaran ajakan pembunuhan terhadap pejabat di Jerman.
Seperti terhadap otoritas Rusia, Durov yang sudah beberapa tahu tinggal di Dubai itu menolak berkomunikasi dengan Jerman. Menteri Dalam Negeri Jerman kala itu, Nancy Faeser, menyebut Berlin tidak akan diam saja dengan penolakan Durov.
Pada 2022, Belanda dan Norwegia melarang seluruh pegawai negeri Norwegia mengunduh Telegram di gawai mereka. Telegram dituding menjadi perangkat mata-mata Rusia. Permintaan dan tudingan sejenis disampaikan Perancis pada 2023.
Sejumlah negara anggota UE juga meminta Telegram memberangus akun-akun pendukung serangan Rusia ke Ukraina. Permintaan ini kebalikan dari kemauan Moskwa pada 2014. Dulu, Rusia yang meminta pemberangusan akun dan unggahan pendukung Ukraina.
Pada Maret 2024, Spanyol memerintahkan penutupan akses terhadap Telegram. Alasannya, Telegram menjadi pelantar penyebaran material-material hasil pencurian hak kekayaan intelektual. Pengadilan membatalkan perintah itu.
Sementara itu, pada Mei 2024, Komisi Eropa mengumumkan peluang penyelidikan terhadap Telegram. Sebab, pelantar percakapan itu dituding melanggar aturan UE soal pengelolaan data.
Minta akses
Pemerintah sejumlah negara sejak lama meminta akses ke data pengguna aneka media sosial buatan Durov. Permintaan pertama disampaikan untuk VKontakte alias VK, pelantar media sosial mirip Facebook di Rusia dan sekitarnya.
Pelantar itu dibuat Durov bersama kakaknya, Nikolai, pada 2006. Nikolai menjuarai berbagai kompetisi internasional bidang matematika dan perangkat lunak komputer.
Pada 2011, Durov bersitegang dengan polisi di St Petersburg. Ia memang lahir dan besar di provinsi kelahiran Presiden Rusia Vladimir Putin itu. Pangkal ketegangan adalah Durov menolak permintaan pemerintah untuk menghapus akun dan unggahan tokoh oposisi.
Ketegangan dengan pemerintah bertambah kala ia menolak tawaran pembelian saham VK. Penawarnya adalah aneka konglomerat dan perusahaan yang dekat dengan Putin.
Baca juga: Pembaruan Whatsapp Memicu Kesadaran Privasi
Pada 2014, kemarahan Moskwa semakin meletup. Durov menolak permintaan menyerahkan data pengguna VK yang mengunggah materi anti-Moskwa dan sekutu Rusia di Ukraina.
Belakangan, ia menyatakan keluar dari VK dan Rusia. Ia tidak mau kembali lagi ke kampung halamannya. Dengan sumbangan 250.000 dollar AS ke BUMN gula St.Kitt&Nevis, ia mendapat paspor negara di Karibia tersebut.
Menjelang meninggalkan Rusia, Durov dan kakaknya meluncurkan Telegram pada 2013. Seperti di VK, Durov fokus mengurusi keuangan dan Nikolai menangani masalah teknis Telegram.
Hanya dalam enam bulan sejak diluncurkan, Telegram mengklaim punya 35 juta pengguna. Pada Januari 2018, Durov mengumpulkan 1,7 miliar dollar AS untuk pengembangan Telegram. Penggalangan diungkap sebulan selepas peluncuran Telegram Open Network (TON). Durov memproyeksikan TON menjadi dasar teknologi dari aset kripto yang dikembangkan Durov.
Pada Jumat pekan lalu, setiap Toncoin bernilai 6,5 dollar AS. Pada Senin sore, seperti terpantau di Binance yang merupakan pelantar perdagangan aset kripto, nilainya menjadi 5,5 dollar AS saja. Valuasi pasarnya, sebagaimana terpantau Crypto Briefing, terpangkas dari 17,1 miliar dollar AS menjadi 14 miliar dollar AS. (AFP/REUTERS)