Memahami Alasan Hezbollah-Israel Tahan Diri Setelah Perang Besar di Akhir Pekan
Setelah serangan Hezbollah, saat ini tinggal ancaman balasan Iran yang akan menentukan arah konflik di Timur Tengah.
BEIRUT, SELASA — Israel dan Hezbollah sama-sama menarik diri setelah saling serang dengan ratusan jet tempur dan roket pada akhir pekan lalu. Serangan lanjutan tak terjadi setelah awalnya dikhawatirkan akan menjadi awal dari perang baru di Timur Tengah. Kedua pihak tampaknya sudah puas dan menyatakan keberhasilan dari serangan masing-masing.
Baku serang antara Israel dan Hezbollah pada Minggu (25/8/2024) dinilai sebagai konflik bersenjata terbesar selama berlangsungnya perang Gaza di perbatasan Israel dengan Lebanon, tempat Hezbollah bermarkas.
Seluruh insiden berakhir pada Minggu pagi. Sementara sepanjang Minggu tak ada serangan apa pun dari keduanya. Kedua pihak mengklaim keberhasilan dari serangan yang diluncurkan. Sementara sepanjang Senin (26/8/2024), saling serang masih terjadi, tetapi dalam skala kecil.
Sejak berlangsungnya perang Gaza selama sepuluhbulan terakhir, Hezbollah dan Israel terus saling gempur di perbatasan dalam perang perbatasan. Pada Minggu, Hezbollah menyerang Israel dengan mengirim ratusan roket dan pesawat nirawak (drone) ke pangkalan militer dan posisi pertahanan rudal Israel di bagian utara dan Dataran Tinggi Golan yang dianeksasi Israel. Sementara Israel mengatakan mengirim sekitar 100 jet tempur guna mencegat serangan Hezbollah tersebut.
Baca juga: Hezbollah-Israel Saling Serang Skala Besar, Kawasan Menegang
Kendati melibatkan senjata dalam skala besar, tak banyak korban dalam insiden itu. Satu tentara Israel tewas akibat pecahan peluru dari salah satu senjata pencegat tembakan. Sementara tiga anggota Hezbollah tewas.
Rencana Hezbollah
Pemimpin Hezbollah Sayyed Hassan Nasrallah mengisyaratkan akan meredakan ketegangan, setidaknya untuk sementara. ”Pada tahap saat ini, negara dapat beristirahat dan bersantai,” katanya dalam pidato yang disiarkan di televisi, seperti dikutip media yang berbasis di Qatar, Al Jazeera.
Hezbollah meluncurkan ratusan pesawat nirawak dan roket ke Israel utara sebagai balasan atas pembunuhan Komandan Senior Fuad Shukr dalam serangan di pinggiran kota Beirut, Lebanon, bulan lalu. Menurut Hezbollah, serangannya berhasil menghantam 11 instalasi militer Israel, termasuk pangkalan Meron dan empat lokasi di wilayah pendudukan Dataran Tinggi Golan.
Serangan Hezbollah telah dilancarkan dalam dua tahap. Tahap pertama meluncurkan 340 roket Katyusha ke 11 posisi militer di Israel utara. Tahap kedua serangan ke Dataran Tinggi Golan yang dianeksasi Israel.
Nasrallah mengatakan, target utama operasi tersebut adalah intelijen Israel yang bermarkas di Glilot, dekat Tel Aviv. Ia mengungkapkan tidak memiliki rencana untuk menyerang target di Tel Aviv, termasuk Bandar Udara Ben Gurion dan gedung Kementerian Pertahanan Israel.
Serangan Hezbollah telah dilancarkan dalam dua tahap. Tahap pertama meluncurkan 340 roket Katyusha ke 11 posisi militer di Israel utara. Tahap kedua serangan ke Dataran Tinggi Golan yang dianeksasi Israel.
Ia menambahkan, meskipun kelompoknya tidak berniat menggunakan rudal presisi dalam serangan Minggu itu, mereka mungkin akan menggunakannya dalam waktu dekat. Nasrallah tak menutup kemungkinan Hezbollah masih akan melancarkan serangan balasan lanjutan lainnya atas tewasnya Shukr yang dibunuh Israel bulan lalu.
Menurut dia, Hezbollah berhak untuk menanggapi di lain waktu jika hasil serangan pada Minggu yang ditujukan ke pangkalan intelijen militer di dekat Tel Aviv dinilai tidak memadai.
Dalam pidatonya, Nasrallah menyangkal klaim Israel sebelumnya yang menyatakan telah berhasil mendeteksi rencana serangan Hezbollah dan berhasil mencegatnya sebelum serangan terjadi. Ia menegaskan, Hezbollah berhasil melancarkan serangan sebelum Israel meluncurkan jet tempur.
Baca juga: Hezbollah Siaga Pascaserangan di Golan, Akankah Pecah Perang Hezbollah-Israel?
Menurut Nasrallah, serangan Israel itu menghancurkan puluhan peluncur roket Hezbollah, tetapi hal itu terjadi setelah Hezbollah berhasil meluncurkan serangan. ”Pembicaraan tentang bagaimana perlawanan (Hezbollah) akan meluncurkan 8.000 atau 6.000 roket dan pesawat nirawak dan bahwa (Israel) menggagalkannya adalah klaim yang salah,” katanya seusai serangan.
Klaim Israel
Di sisi lain, Israel juga mengklaim keberhasilan dari insiden, Minggu, itu. Juru bicara militer Israel, Letnan Kolonel Nadav Shoshani, mengatakan bahwa penilaian awal menunjukkan kerusakan yang sangat kecil di Israel.
Militer Israel mengatakan, pangkalan intelijennya di dekat Tel Aviv tidak terkena serangan. Sementara serangan jet tempur Israel pada Minggu berhasil menghancurkan ribuan peluncur roket. Hezbollah menyatakan hanya puluhan peluncur roketnya hancur.
Kendati kedua pihak sama-sama terlihat menarik diri, ketegangan Hezbollah-Israel tetap tinggi. Konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun itu terlihat masih jauh dari kata berakhir, terutama karena serangan Israel di Gaza masih terus berlangsung. Baik Nasrallah maupun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan hal ini bukan akhir dari cerita.
Saling serang antara Israel dan Hezbollah terjadi hampir setiap hari di sepanjang perbatasan Lebanon sejak perang Gaza terjadi. Pada Senin (26/8/2024), saling serang terjadi dalam skala kecil.
Israel menyerang sebuah desa di perbatasan Lebanon dan sebuah mobil. Sementara Hezbollah mengatakan telah menyerang peralatan pengawasan militer di Israel utara, dekat perbatasan Lebanon dengan pesawat nirawak.
Tanggapan Iran
Pada Senin, Iran memuji serangan Hezbollah ke Israel. Iran menilai serangan itu menunjukkan Israel telah kehilangan kemampuan untuk melakukan serangan ofensif dan pencegahan serangan dalam skala besar.
”Tentara Israel telah kehilangan kekuatan ofensif dan pencegahannya yang efektif dan sekarang harus mempertahankan diri terhadap strategi serangan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanani, dalam unggahan di media sosial X.
Kanani menyoroti bahwa serangan Hezbollah telah berhasil menembus jauh ke dalam wilayah pendudukan Israel. Hal ini menunjukkan adanya perubahan keseimbangan strategi mendasar yang merugikan Israel.
”Rezim Zionis mungkin dapat bersembunyi, mendistorsi, atau menyensor beberapa fakta mengenai operasi Hezbollah Lebanon. Namun, mereka tahu betul bahwa fakta yang ada tidak akan berubah,” kata Kanani.
Rezim Zionis mungkin dapat bersembunyi, mendistorsi, atau menyensor beberapa fakta mengenai operasi Hezbollah Lebanon. Namun, mereka tahu betul bahwa fakta yang ada tidak akan berubah.
Ia juga mengkritik Amerika Serikat atas dukungan terhadap Israel yang gagal memprediksi waktu dan tempat serangan Hezbollah. Juru bicara parlemen Iran, Mohammad Bagher Ghalibaf, menyandingkan serangan itu dengan perang tahun 2006 antara Hezbollah dan Israel. Ia menilai Israel telah kalah, seperti pada perang 2006.
”Kekalahan rezim hari ini setara dengan kekalahan dalam operasi tahun 2006 dan mereka tidak dapat menyembunyikan kekalahan ini,” kata Ghalibaf.
Baca juga: Dendam Iran-Israel, Ancaman Fase Baru Perang di Timur Tengah
Sejak pembunuhan Shukr di Beirut dan Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh di ibu kota Iran, Teheran, 30 Juli dan 31 Juli 2024, konflik Timur Tengah dikhawatirkan meluas. Iran dan sekutunya, Hamas dan Hezbollah, menuduh Israel berada di balik kedua pembunuhan tersebut dan bersumpah untuk membalas dendam.
Israel tak memberi tanggapan tuduhan berada di balik pembunuhan Haniyeh, tetapi telah mengonfirmasi bahwa mereka melakukan serangan terhadap Shukr.
Pada Minggu malam, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengatakan, Iran tidak takut eskalasi, tetapi juga tidak menginginkannya. Balasan Teheran terhadap kematian Haniyeh pasti terjadi dengan cara terukur dan diperhitungkan dengan baik. ”Kami tidak takut akan eskalasi, tetapi tidak menginginkannya, tidak seperti Israel,” tambahnya.
Tanggapan AS
Saling serang Israel-Hezbollah pada Minggu justru melegakan pihak AS. Pejabat AS menilai kemungkinan perang Timur Tengah meluas telah mereda, setidaknya untuk sementara. Saat ini, hanya ancaman balasan Iran yang masih dinilai masih menimbulkan kecemasan yang signifikan.
Baca juga: AS Kerahkan 607 Pesawat dan Kapal untuk Pasok 50.000 Ton Senjata ke Israel
Kepala Staf Gabungan AS, Jenderal Angkatan Udara CQ Brown, mengatakan, dengan saling serang itu, ketegangan regional Timur Tengah justru mereda. Bentrokan itu memang salah satu bentrokan terbesar dalam lebih dari sepuluh bulan di perang perbatasan Israel-Hezbollah.
Meski berskala besar, saling serang itu berakhir dengan kerusakan terbatas. Hal ini juga mengakhiri satu dari dua ancaman balasan yang selama ini diserukan, yaitu dari Hezbollah dan Iran. ”Anda memiliki dua hal yang Anda tahu akan terjadi. Yang satu sudah terjadi. Sekarang bergantung pada bagaimana yang kedua akan terjadi,” kata Brown saat terbang meninggalkan Israel pada Minggu malam.
Ia telah berada di Timur Tengah selama tiga hari. Brown terbang ke Israel hanya beberapa jam setelah Hezbollah meluncurkan ratusan roket dan pesawat nirawak ke Israel. Saat ini, kata Brown, balasan Iran akan sangat menentukan arah konflik di Timur Tengah.
Bagaimana Iran membalas akan menentukan bagaimana Israel menanggapi, yang akan menentukan apakah akan ada konflik yang lebih luas atau tidak.
”Bagaimana Iran membalas akan menentukan bagaimana Israel menanggapi, yang akan menentukan apakah akan ada konflik yang lebih luas atau tidak,” kata Brown.
Ia juga memperingatkan bahwa potensi eskalasi tetap ada dari kelompok-kelompok sekutu Iran di sejumlah lokasi, seperti Irak, Suriah, dan Jordania. Kelompok-kelompok sekutu Iran ini telah menyerang pasukan AS.
”Kartu liar” proksi Iran
Selain itu, kekuatan Houthi di Yaman juga tidak dapat disepelekan. Sejak Oktober 2023, Houthi terus menyerang kapal-kapal kargo di Laut Merah. Mereka juga mampu menembakkan pesawat nirawak ke Tel Aviv.
Brown menyebut kelompok-kelompok itu sebagai kartu liar karena gerakan mereka tak bisa diduga. ”Apakah (kelompok) yang lain benar-benar pergi dan melakukan sesuatu sendiri karena mereka tidak puas, khususnya Houthi,” kata Brown.
Baca juga: AS Tambah Jet Tempur dan Kapał Induk demi Bela Israel
Brown mengatakan, militer AS berada dalam posisi yang lebih baik untuk membantu pertahanan Israel dibanding pada 13 April 2024 saat Iran melancarkan serangan besar ke Israel. Dalam serangan itu, Iran meluncurkan ratusan pesawat nirawak, rudal jelajah, dan rudal balistik.
Untuk itu, lanjut Brown, AS memutuskan mempertahankan dua gugus tempur laut kapal induk di Timur Tengah. Skuadron tambahan jet tempur F-22 juga ditempatkan di kawasan itu. ”Kami mencoba untuk memperbaiki apa yang telah kami lakukan pada bulan April,” ujarnya.
Brown menilai, pemimpin Iran memutuskan untuk membalas, tetapi juga tak ada indikasi menginginkan konflik meluas. ”Mereka ingin melakukan sesuatu yang dapat menyampaikan pesan, tetapi menurut saya, mereka juga tidak ingin melakukan sesuatu yang akan menciptakan konflik yang lebih luas,” ujarnya.
Lebih dari 500 orang telah tewas di Lebanon akibat serangan Israel sejak 8 Oktober. Sebagian besar adalah anggota Hezbollah dan anggota kelompok bersenjata lainnya, serta sekitar 100 warga sipil Lebanon. Di Israel utara, 23 tentara dan 26 warga sipil telah tewas akibat serangan dari Lebanon. Puluhan ribu orang telah mengungsi di kedua sisi perbatasan itu.
Israel telah berjanji untuk membuat perbatasan tenang kembali agar warganya dapat pulang ke rumah mereka. Israel mengatakan lebih suka menyelesaikan masalah ini secara diplomatis melalui AS dan mediator lain, tetapi akan menggunakan kekerasan jika perlu.
Pejabat Hezollah mengatakan, kelompok itu tidak menginginkan perang yang lebih luas, tetapi siap menghadapi perang itu jika terjadi.
Pada perang Israel dan Hezbollah 2006, sebagian besar wilayah selatan Beirut dan Lebanon selatan hancur. Perang itu juga membuat ratusan ribu orang mengungsi dari kedua wilayah. Jika perang Israel dan Hezbollah kembali terjadi di masa mendatang, dampaknya diperkirakan akan jauh lebih buruk daripada perang 2006.
Sebab, kedua pihak mempunyai persediaan senjata mematikan. Hezbollah diperkirakan memiliki 150.000 roket dan mampu menghantam seluruh wilayah Israel. Kelompok itu juga telah mengembangkan armada pesawat nirawak yang semakin canggih dan telah bereksperimen dengan rudal berpemandu presisi.
Baca juga: Mengapa Kekuatan Hezbollah Begitu Menakutkan?
Perang skala penuh dengan Hezbollah dapat membuat ratusan ribu warga mengungsi dan melumpuhkan ekonomi Israel. Padahal, sumber daya militer Israel tengah difokuskan di Gaza.
Meski demikian, Israel juga telah mengancam untuk membalas setiap serangan Hezbollah dengan keras. Serangan Israel ke Hezbollah dapat menghancurkan infrastruktur sipil dan ekonomi Lebanon. Akibat konflik tersebut, saat ini Lebanon terpuruk dalam krisis ekonomi yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Demi meredam ketegangan meningkat, Qatar, AS, dan Mesir telah coba menjadi penengah untuk mewujudkan kesepakatan antara Hamas dan Israel melalui gencatan senjata di Gaza dan pembebasan sejumlah sandera yang ditawan Hamas. Sejauh ini, perundingan belum membuahkan hasil. (AP/AFP/REUTERS)