Pertentangan Hamas-Israel Mengeras, Perundingan Gencatan Senjata Kembali Kandas
Hamas hanya menyetujui persyaratan sesuai proposal Joe Biden pada Juli 2024. Netanyahu berusaha memodifikasi.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
KAIRO, SENIN — Perundingan mengenai gencatan senjata di Jalur Gaza, yang digelar di Kairo, Mesir, bubar tanpa ada hasil. Amerika Serikat, salah satu mediator, masih optimistis dengan perundingan berikutnya. Namun, mediator lainnya, Mesir, mengutarakan keraguan rencana yang ditawarkan AS bisa berhasil.
Para delegasi meninggalkan Kairo pada Minggu (25/8/2024) malam atau Senin (26/8/2024) dini hari WIB. Perundingan itu sejatinya mengenai gencatan senjata di Jalur Gaza yang diserang Israel selama sepuluh bulan terakhir. Baik Hamas maupun Israel sama-sama tidak menerima tawaran yang diusulkan oleh para penengah.
Pihak Israel diwakili sejumlah pejabat keamanan dan intelijen. Namun, pihak Hamas tidak mengikuti perundingan. Mereka tetap hadir di Kairo, hanya memantau jalannya perundingan tersebut. Hadir selaku mediator yaitu Direktur Badan Pusat Intelijen AS (CIA) William Burns dan sejumlah pejabat Mesir.
Penasihat Keamanan Gedung Putih Jake Sullivan mengatakan, semua pihak jangan patah semangat. ”Kita masih terus berusaha keras bersama Mesir dan Qatar mengupayakan gencatan senjata dengan persyaratan yang bisa diterima oleh semua,” ujarnya di dalam perjalanan dinas ke Hallifax, Kanada.
Persyaratan yang diminta oleh Hamas ialah pasukan Israel meninggalkan Jalur Gaza. Minimal dimulai dengan meninggalkan Jalur Philadelphia. Ini adalah koridor sempit selebar 100 meter dan panjang 14,5 kilometer yang berada persis di perbatasan Gaza dengan Mesir. Jalur Philadelphia menghubungkan Gerbang Rafah dengan Gerbang Kerem Shalom.
Persyaratan berikutnya ialah mengosongkan Jalur Netzarim. Jalur ini berada di tengah Gaza karena dibuat oleh Israel sejak perang dimulai pada Oktober 2023. Jalur Netzarim membelah Gaza bagian utara dengan selatan.
Hamas menuntut Pemerintah Israel di bawah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menuruti rencana gencatan senjata yang ditawarkan oleh Presiden AS Joe Biden per 2 Juli 2024. Jika itu terjadi, dalam 16 hari fase pertama, pembebasan sandera bisa dilakukan. Setelah itu, ada pembebasan para tahanan politik Palestina dari penjara Israel.
Persoalannya, Netanyahu menolak menarik pasukan dari Jalur Philadelphia. Ia hanya mau menarik sebagian pasukan. Tel Aviv juga menolak membebaskan beberapa tahanan politik, salah satunya tokoh Fatah, Marwan Barghouti. Ia dituduh Israel sebagai teroris karena melakukan gerakan intifada di tahun 2000.
Keluarga para sandera pun menuduh Netanyahu tidak memikirkan keselamatan para sandera dan hanya mengutamakan ambisi politik sendiri.
Netanyahu berkali-kali mengatakan tidak akan menghentikan pertempuran sampai Hamas benar-benar hilang dari Gaza. Meskipun dikritik oleh sejumlah anggota kabinetnya sendiri, ia bergeming. Keluarga para sandera pun menuduh Netanyahu tidak memikirkan keselamatan para sandera dan hanya mengutamakan ambisi politik sendiri.
”Hamas meninggalkan Kairo setelah memperoleh perkembangan perundingan dari Mesir. Kami menekankan bahwa Hamas siap menerapkan persyaratan sesuai dengan proposal Juli,” kata Izzat al-Rishq, salah satu pejabat di Hamas.
Dari pernyataan Al-Rishq yang kemudian ditegaskan oleh pejabat Hamas Osama Hamdan ketika diwawancara oleh Al-Aqsa TV, mereka tidak menerima tawaran lain di luar tawaran Biden pada 2 Juli. Ini yang membuat segala tawaran alternatif yang diajukan AS dan Mesir pada perundingan kemarin ditolak.
Pertempuran berlangsung
Surat kabar Mesir, Al-Ahram, melaporkan, pada Senin (26/8/2024) Brigade Al-Qassam—sayap militer Hamas—menembakkan roket ke Tel Aviv. Surat kabar Israel, Maariv, mengatakan bahwa sistem pertahanan udara tidak bisa mencegah roket yang ditembakkan dari Gaza dan jatuh di lahan kosong di Tel Aviv.
Masjid Agung Al-Azhar mengeluarkan pernyataan tertulis mengecam serangan Israel ke Lebanon. Selain di Gaza, militer Israel juga mulai saling serang dengan Hezbollah di Lebanon. Al-Azhar menolak segala tindakan eskalasi konflik, apalagi yang berisiko menyeret kawasan lebih luas.
Menurut Al Jazeera, Kepala Staf Gabungan Militer AS Jenderal CQ Brown melakukan kunjungan mendadak ke Timur Tengah. Ia mendiskusikan cara mencegah eskalasi, terutama kemungkinan konflik antara Iran dengan Israel. (AFP/REUTERS)