The Fed Beri Sinyal Turunkan Suku Bunga, Bursa Saham Bergairah
Pemangkasan suku bunga AS diperkirakan berkisar 25-50 basis poin yang dilakukan bertahap mulai September 2024.
NEW YORK, SABTU — Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell memberi sinyal akan menurunkan suku bunga dalam waktu dekat. Meskipun Powell belum memberi kepastian waktu pelaksanaan pemangkasan suku bunga, pasar saham Wall Street dan dunia langsung bereaksi positif.
Pemotongan suku bunga The Fed telah lama dinantikan pasar saham dan pelaku ekonomi di seluruh dunia. Mereka berekspektasi, penurunan suku bunga itu akan dimulai pada September 2024.
Sinyal penurunan suku bunga disampaikan Powell dalam pidatonya pada Simposium Ekonomi Jackson Hole di Jackson, Negara Bagian Wyoming, AS, Jumat (23/8/2024). ”Tiba saatnya untuk menyesuaikan kebijakan,” ujarnya.
”Arah perjalanannya sudah jelas, waktu dan kecepatan pemotongan suku bunga akan bergantung pada data yang masuk, prospek yang berkembang, dan keseimbangan risiko,” kata Powell.
Ia mengungkapkan ”keyakinannya sudah tumbuh bahwa inflasi sudah kembali ke jalur yang berkesinambungan ke angka 2 persen”.
Di bawah kepemimpinan Powell, The Fed menaikkan suku bunga hingga ke level tertinggi dalam 23 tahun guna menekan inflasi. Setelah mencapai angka tertinggi dalam lebih dari empat dekade, melonjak hingga sekitar 7 persen selama pandemi Covid-19, inflasi perlahan-lahan turun.
Dalam pidatonya, Powell juga mengakui The Fed keliru dalam menilai ancaman inflasi tahun 2021. Saat itu, mereka memperkirakan lonjakan harga hanya akan berlangsung singkat dan mudah tertangani tanpa kebijakan moneter ketat.
Baca juga: Suku Bunga Fed Bertahan hingga 2025, Efeknya Relatif Netral
Lonjakan harga itu terjadi sebagai akibat gangguan pada rantai pasok terkait pandemi. Dampaknya, inflasi di AS terus melambung seusai pandemi Covid-19. Puncaknya terjadi pada Juni 2022 dengan angka inflasi mencapai 9,1 persen.
Tingginya inflasi AS dan suku bunga tinggi yang diterapkan The Fed juga turut memperparah inflasi tinggi di sejumlah negara lain, lesunya ekonomi global, dan muramnya pasar saham di seluruh dunia.
Lonjakan harga yang mengakibatkan inflasi tinggi di AS itu dipicu oleh banyaknya uang dollar AS beredar setelah pandemi Covid-19 berakhir. Selama pandemi Covid-19, Pemerintah AS memberlakukan kebijakan yang kerap disederhanakan sebagai kebijakan ”cetak uang” dalam jumlah besar untuk digunakan sebagai insentif warga yang terdampak Covid-19.
Salah satu kebijakan ”cetak uang” ini adalah membeli surat berharga pemerintah dalam jumlah besar. Menurut lembaga analisis ekonomi Oxford Economics yang dikutip media AS, USA Today, pada akhir 2020, The Fed telah membeli surat berharga pemerintah senilai 3,5 triliun dollar AS. Akibatnya, jumlah uang beredar di masyarakat meluap dan memicu kenaikan harga barang.
Arah perjalanannya sudah jelas, dan waktu serta kecepatan pemotongan suku bunga akan bergantung pada data yang masuk, prospek yang berkembang, dan keseimbangan risiko. (Jerome Powell)
Menurut Powell, tekanan tersebut awalnya dinilai akan mereda dalam waktu yang relatif cepat tanpa perlu respons kebijakan moneter. Sebagian besar analis ekonomi arus utama dan bank-bank sentral negara maju juga memperkirakan hal yang sama. Namun, fakta kemudian memperlihatkan inflasi sulit diatasi daripada yang diprediksi semula.
Inflasi terus meluas pada barang-barang yang rantai pasoknya terganggu. Tanpa menaikkan suku bunga, kondisi ini berisiko menimbulkan kesulitan ekonomi parah, dan bisa berdampak langsung pada masyarakat, seperti pemutusan hubungan kerja dan naiknya angka pengangguran.
Untuk mengatasinya, The Fed melanjutkan menaikkan suku bunga hingga 11 kali pada tahun 2022 dan 2023.
Pada tahun 2023, The Fed telah memperkirakan akan memangkas suku bunga tiga kali pada tahun 2024. Namun, pemangkasan itu terus tertunda karena target inflasi 2 persen tak juga tercapai. Pada 21 Agustus 2024, tingkat inflasi tahunan di AS turun menjadi 2,9 persen, angka terendah sejak Maret 2021. Sejak saat itu, penurunan inflasi yang stabil berlanjut sehingga The Fed semakin yakin telah berhasil menjinakkan inflasi.
Sinyal pemotongan suku bunga disambut positif pasar saham Amerika Serikat yang melambung mendekati rekor tertingginya pada penutupan bursa saham Wall Street, Jumat (23/8/2024). Saham AS pun melambung setelah pernyataan Powell.
Tiga indeks utama di bursa saham Wall Street mengakhiri hari perdagangan pada Jumat dengan kenaikan setidaknya 1,1 persen. Selama ini, tingginya suku bunga AS membuat perekonomian dan pasar saham dunia lesu.
Bunga tertinggi
Saat ini, suku bunga acuan pinjaman The Fed berada pada level tertinggi dalam 23 tahun terakhir, yaitu antara 5,25 dan 5,50 persen. Tingginya suku bunga AS itu menekan permintaan ekonomi di seluruh dunia. Sejumlah besar bank sentral negara-negara lain di dunia mengikuti kebijakan The Fed dengan menaikkan suku bunga guna mengimbangi kebijakan moneter AS tersebut.
Powell mengatakan, kebijakan moneter ketat The Fed telah membantu memulihkan keseimbangan antara penawaran dan permintaan, meredakan tekanan inflasi, dan memastikan bahwa ekspektasi inflasi tetap terjaga dengan baik.
Baca juga: Suku Bunga Fed Mirip Pil Pahit
The Fed memiliki mandat ganda dari Kongres AS untuk mengatasi inflasi dan pengangguran. Ketatnya kebijakan moneter The Fed telah memberi indikasi angka inflasi dan pengangguran itu mulai seimbang.
”Pasar tenaga kerja AS telah mendingin secara signifikan dari keadaan sebelumnya yang terlalu panas,” katanya.
Meskipun inflasi telah turun dan pasar tenaga kerja telah mendingin, pertumbuhan ekonomi AS tetap positif. Hal ini meningkatkan keyakinan bahwa The Fed dapat mencapai pendaratan mulus, yaitu target inflasi tercapai tanpa menimbulkan resesi atau meningkatkan pengangguran yang substansial.
Baca juga: Kenaikan Suku Bunga The Fed Terus Berlanjut
Sebagian analis memperkirakan The Fed akan melanjutkan dengan pemangkasan suku bunga, 25-50 basis poin (bsp) secara bertahap, dimulai September 2024. Kebijakan ini dinilai sangat bergantung pada data ekonomi AS mendatang.
Kepala Ekonom AS Deutsche Bank Matthew Luzzetti mengatakan, salah satu laporan terpenting adalah data pekerjaan dan angka pengangguran berikutnya. ”Laporan sektor tenaga kerja yang melemah kemungkinan akan meningkatkan peluang pemangkasan suku bunga sampai setengah poin,” katanya.
Ekonom Bank of America memperkirakan, The Fed akan memangkas suku bunga seperempat poin (25 bsp) per kuartal, dimulai pada September 2024. Sebaliknya, pasar keuangan memperkirakan pemangkasan lebih besar, bahkan mencapai setengah poin (50 bsp) hingga satu poin (100 bsp) .
Menurut data firma keuangan yang berbasis di Chicago, CME Group, saat ini para pedagang berjangka memperkirakan, ada kemungkinan 75 persen bahwa The Fed akan memangkas suku bunga setidaknya satu poin persentase (100 bsp) penuh pada akhir tahun 2024.
Saham bergairah
Bursa saham AS Wall Street dan bursa saham global melesat pada penutupan pasar, Jumat, setelah sinyal pemangkasan suku bunga dari Powell tersebut. Kenaikan ini membuat sejumlah bursa saham mendekati titik tertinggi sepanjang masa.
Sementara itu, imbal hasil treasury (surat utang) AS anjlok. Nilai dollar AS turun dibandingkan dengan rata-rata mata uang di dunia. ”Ada ekspektasi bahwa The Fed akan segera bergabung dengan bank-bank besar lain dalam memangkas suku bunga mendorong dollar AS melemah,” kata Uto Shinohara, direktur pelaksana dan ahli strategi investasi senior di Mesirow di Chicago.
Di Wall Street, tiga indeks saham melambung. Indeks saham industri Dow Jones Industrial Average naik 1,14 persen menjadi 41.175. Indeks saham bluechip AS, S&P 500, naik 1,15 persen menjadi 5.634 atau mendekati level tertinggi sepanjang masa. Adapun indeks saham Nasdaq Composite yang didominasi perusahaan teknologi naik 1,47 persen menjadi 17.877.
Di luar AS, bursa saham global juga bergairah. Indeks STOXX 600 Eropa naik sekitar 0,5 persen atau mencapai level tertinggi dalam lebih dari tiga pekan. Bursa saham Nikkei Jepang naik 0,4 persen.
Baca juga: Bursa Global Rontok, ”Black Monday” Terulang
Hal itu membuat indeks global MSCI untuk semua negara naik sekitar 1,1 persen. ”Powell memberi sinyal sikap dovish (melunak) yang mendukung pasar sekaligus menghindari potensi jebakan yang memicu rasa takut,” kata Direktur Pelaksana Bel Air Investment Advisors Carl Ludwigson.
Namun, saham Asia di luar Jepang turun 0,1 persen. Hal ini diduga karena sebagian besar pasar saham Asia sudah tutup sebelum pidato Powell dimulai.
Menambah euforia pasar saham, data ekonomi Jepang terbaru tak memperlihatkan adanya alasan kuat bagi negara itu untuk menaikkan suku bunga dalam waktu dekat. Data pada Jumat menunjukkan inflasi inti Jepang meningkat selama tiga bulan berturut-turut.
Di sisi lain, kenaikan harga melambat. Kondisi ini menunjukkan tidak ada urgensi bagi bank sentral Jepang, The Bank of Japan (BOJ), untuk menaikkan suku bunga segera.
Sebelumnya, Gubernur BOJ Kazuo Ueda mengisyaratkan keinginan untuk menaikkan suku bunga jika ekonomi dan inflasi Jepang sesuai dengan perkiraan. Kenaikan suku bunga Jepang tersebut berpotensi kembali menurunkan gairah di bursa saham seluruh dunia.
Pada awal Agustus 2024, bursa saham global anjlok karena munculnya isyarat BOJ akan menaikkan suku bunga. Selama ini, suku bunga acuan Jepang ditetapkan sangat rendah, yaitu 0-0,1 persen. Bursa saham Indonesia IHSG anjlok sekitar 3 persen pada 5 Agustus 2024 terdampak dari rencana BOJ tersebut. (AP/AFP/REUTERS)