Ukraina merebut wilayah Kursk setara dua kali luas Jakarta. Rusia menduduki seluas Jawa.
Oleh
IWAN SANTOSA
·3 menit baca
MOSKWA, SELASA — Rusia membantah sedang mengupayakan perundingan baru dengan Ukraina. Bahkan, Rusia memastikan hampir mustahil ada perundingan baru selepas serbuan Ukraina ke Kursk.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan, rencana pertemuan Rusia-Ukraina di Qatar tidak benar. ”Semua itu bagian dari kelanjutan Konferensi Burgenstock yang memutuskan pembentukan tiga kelompok kerja pada energi, pangan, dan kemanusiaan,” ujarnya sebagaimana dikutip media Rusia, Tass, Selasa (20/8/2024).
Konferensi Burgenstock merupakan konferensi perdamaian Ukraina di Swiss pada Juni 2024. Rusia tidak diundang dalam pertemuan itu.
Lavrov juga menyebut, Presiden Rusia Vladimir Putin telah memastikan peluang perundingan tertutup. Putin menyalahkan serbuan Ukraina ke Kursk, Rusia, sebagai penyebab penutupan itu.
Kyiv mengklaim mengendalikan wilayah hampir dua kali luas Jakarta dalam serbuan ke Kursk. Sebaliknya, wilayah Ukraina yang dikendalikan Rusia ditaksir seluas Pulau Jawa.
Pernyataan Lavrov untuk menanggapi laporan The Washington Post pekan lalu. Menurut media Amerika Serikat itu, Kyiv-Moskwa akan mengirimkan perwakilan ke Doha pada Agustus 2024. Perundingan akan fokus pada penghentian serangan ke fasilitas energi dan infrastruktur.
Kantor Kepresidenan Ukraina mengklaim, perundingan lewat telekonferensi video akan tetap diselenggarakan pada 22 Agustus 2024. Pertemuan secara langsung di Doha dinyatakan tidak memungkinkan. Kondisi terbaru Timur Tengah jadi alasan penundaan pertemuan langsung.
Sumber The Washington Post menyebut, perwakilan Rusia dan Ukraina sudah beberapa kali berkomunikasi dengan Qatar untuk persiapan pertemuan Doha. Komunikasi terhenti selepas Ukraina menyerbu Kursk pada 6 Agustus 2024. ”Rusia tidak mau lagi,” kata sejumlah diplomat yang mengetahui persiapan perundingan itu.
Sejumlah sumber di Moskwa menyebut, wajar Putin kehilangan minat pada peluang perundigan. Selama ini ada kecenderungan, Putin justru menolak berunding kalau merasa ditekan.
Dalam sejumlah kesempatan, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy memang menyatakan serangan ke Kursk ditujukan menekan Rusia. Ia berharap serangan ke Kursk bisa membuat Rusia mau memenuhi tuntutan Ukraina.
Gertak sambal
Ia juga menyebut, serangan itu membuktikan selama ini Rusia hanya melontarkan gertak sambal. Selama ini, Moskwa selalu menyebut batasan yang tidak bisa dilanggar. Barat khawatir Rusia akan menggunakan nuklir jika terdesak.
Hingga pekan ketiga sejak serbuan Kursk, tidak ada tanda Rusia akan menggunakan nuklir. Sementara Ukraina terus beraksi di Kursk. Sejauh ini, setidaknya tiga jembatan penting di Kursk dihancurkan Ukraina. Jembatan itu penting untuk pasokan logistik Rusia.
Zelenskyy kembali mendesak Barat meningkatkan pasokan senjata ke Ukraina. Ia juga meminta Ukraina diizinkan menggunakan rudal dan aneka senjata Barat untuk menyerang lebih jauh di Kursk.
Pembatasan Barat membuat Ukraina tidak bisa menggunakan senjata pasokan Amerika Serikat dan sekutunya untuk menghantam sasaran strategis di Rusia. Dia berharap sekutu Barat bersikap lebih berani dalam mendukung Ukraina. ”Dunia sudah melihat yang diperlukan dalam perang ini adalah keberanian termasuk keberanian sekutu kita. Keberanian untuk memutuskan mendukung Ukraina secara penuh,” ujarnya.
Meski belum sepenuhnya mengusir pasukan Ukraina dari Kursk, tidak berarti Rusia mengendurkan serangan ke Ukraina. Pada Selasa (20/8/2024) dini hari, Kyiv kembali disasar rudal dan pesawat nirawak berpeledak Rusia. Sepanjang Agustus 2024, sudah 41 kali Rusia menembakkan rudal ke Kyiv.
Pasukan Ukraina juga terdesak di sejumlah palagan lain. Di Pokrovsk, Donetsk, pasukan Ukraina bertahan mati-matian dari serbuan Rusia. Warga diminta mengungsi dari kota itu. Pasukan Rusia dilaporkan berjarak 10 kilometer dari pusat kota.
Komandan Ukraina di Pokrovsk, Serhiy Dobriak, menyebut ratusan orang mengungsi setiap hari dari kota itu. Ia tidak menampik kekhawatiran kota itu terkepung lalu terputus dari Kyiv.
Sementara Wakil Menteri Pertahanan Ukraina Ivan Havryliuk mengatakan, Rusia diduga akan menambah personel di front timur dari 600.000 orang menjadi 800.000 orang. Ukraina saat ini khawatir jika senjata dari Barat berkurang bahkan dihentikan.
Salah satu penyebab kekhawatiran itu adalah keputusan Jerman memangkas bantuan ke Ukraina. Mulai 2025, Berlin tidak akan memberikan bantuan baru bagi Kyiv. Berlin hanya akan menyelesaikan permintaan-permintaan lama.
Pengumuman itu disampaikan beberapa hari setelah terungkap Berlin menyelidiki sejumlah warga Ukraina. Mereka diburu karena diduga terlibat peledakan pipa gas Nord Stream 2 pada September 2022. Ledakan membuat jaringan itu sama sekali tidak akan mungkin bisa dipakai lagi.
Pipa itu menurut rencana untuk menyalurkan gas dari Rusia ke Jerman. Selama puluhan tahun, gas murah dari Rusia menjadi salah satu resep pertumbuhan Jerman.
Kementerian Luar Negeri Jerman mengaku memberikan data penyelidikan kasus itu ke Rusia. Penyelidikan masih terus berlangsung. Sementara keberadaan tiga tersangka tidak diketahui. (AFP/REUTERS)