Tidak hanya lebih cepat pembangunannya, harga listrik nuklir China lebih murah. Kecepatan China sulit disaingi.
Oleh
IWAN SANTOSA
·3 menit baca
BEIJING, SELASA — Meski telah memiliki 55 pembangkit listrik tenaga nuklir, China masih terus memacu pembangunan. Percepatan itu bagian dari upaya peralihan sumber energi China.
Dilaporkan Xinhua pada Selasa (20/8/2024), Perdana Menteri Li Qiang menyetujui pembangunan 11 PLTN baru. Semuanya ditargetkan selesai dibangun pada 2030.
Media investasi China, Jiemian, menulis bahwa pembangunan seluruh PLTN akan membutuhkan hampir 31 miliar dollar AS. Pembangunan akan dilakukan oleh BUMN dan anak usahanya. Anak usaha BUMN nuklir China, Power CGN, mendapat jatah pembangunan tiga PLTN. Sementara badan tenaga atom mendapatkan izin untuk tiga PLTN.
Pembangkit baru akan dibangun di Jiangsu, Guangdong, Shandong, Zhejiang, dan Guangxi. Provinsi-provinsi itu berada di sisi timur dan selatan China. Seluruhnya pusat pertumbuhan China.
Tambahan 11 PLTN baru mengokohkan China sebagai negara tercepat soal penambahan PLTN. Meski demikian, tetap saja China tertinggal dari Amerika Serikat. Kini, AS mengoperasikan 94 PLTN. Di bawah China ada Perancis dan Rusia yang sejak lama mengoperasikan PLTN.
China negara besar yang memiliki kebutuhan energi sangat tinggi dibandingkan dengan negara lain. Kita juga membutuhkan tenaga nuklir.
Badan informasi energi AS, EIA, mencatat percepatan pembangunan PLTN China dalam 10 tahun terakhir. Dari 19 gigawatt pada 2014, China mendapatkan 53,2 GW dari PLTN pada April 2024. Dengan kata lain, kapasitas energi nuklir China naik hampir dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir.
”China negara besar yang memiliki kebutuhan energi sangat tinggi dibandingkan dengan negara lain. Kita juga membutuhkan tenaga nuklir,” kata Presiden Institut Riset dan Disain Teknologi Nuklir Shanghai Zheng Mingguang.
China butuh banyak PLTN untuk menggantikan PLTU batubara yang tinggi emisi karbonnya. Pada 2060, China mau mencapai status netral karbon.
China, menurut EIA pada April 2024, sedang membangun 23 PLTN baru. Sementara pada Agustus 2024 kabinet China menyetujui pembangunan 11 PLTN baru.
Kecepatan pembangunan PLTN China, menurut Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), akan sulit disaingi negara lain. AS membutuhkan 40 tahun untuk menambah 30 GW listrik dari PLTN. Dalam 10 tahun terakhir, AS hanya menambah dua PLTN. Dalam 24 tahun terakhir, PLTN China bertambah 10 kali lipat jumlahnya.
Tidak hanya lebih cepat pembangunannya, harga listrik nuklir China lebih murah. IAEA mencatat, harga listrik dari PLTN hanya 70 MwH. Di AS, harganya 106 dollar AS per MwH. Sementara di Eropa, harganya 160 dollar AS per MwH.
Pengetatan aturan
China terus mengevaluasi aturan pembangunan dan pengelolaan PLTN. Selepas kebocoran PLTN Fukushima di Jepang, China menunda pembangunan PLTN baru.
Sampai sekarang, China dan Jepang masih bersitegang soal Fukushima. China marah karena Jepang membuang air limbah PLTN Fukushima ke laut. Tokyo, dengan dukungan IAEA, mengklaim air limbah sudah diolah dan aman.
Berbeda dari PLTN lain, air limbah PLTN Fukushima bersentuhan dengan inti reaktor yang meleleh. Di PLTN lain, air pendingin hanya mengitari selubung inti.
Belajar dari Fukushima, China mengembangkan reaktor yang dilengkapi pencegah pelelehan inti reaktor. China juga melarang pembangunan PLTN jika hanya mengandalkan pendingin dari air sungai.
Selain itu, seperti di negara lain, China juga berusaha mengembangkan reaktor fusi. Berbeda dari reaktor fisi, reaktor fusi menghasilkan lebih sedikit limbah radioaktif. (AFP/AP)