Raja Charles III Akhirnya Buka Suara soal Kerusuhan di Inggris
Setelah kerusuhan mengguncang, Raja Charles III menyerukan saling menghormati dan pengertian.
LONDON, SABTU - Kepala Negara Inggris Raja Charles III akhirnya bersuara soal kerusuhan rasial di negaranya. Raja menyampaikan sejumlah seruan kepada warga.
Istana Buckingham menyiarkan seruan itu pada Jumat (9/8/2024) malam waktu London atau Sabtu dini hari WIB. ”Yang Mulia tetap berharap bahwa nilai-nilai bersama berupa rasa saling menghormati dan pengertian akan terus memperkuat serta menyatukan bangsa,” demikian pernyataan Istana.
Baca juga: Menelaah Bara dalam Sekam Rasisme Inggris
Raja menyerukan rakyat Inggris mengedepankan dan memperkuat rasa saling menghormati. Raja juga menyerukan peningkatan pengertian sesama warga di tengah gelombang kekerasan komunitas Muslim dan migran di Inggris.
Raja sebagai kepala negara tidak bertindak lebih tegas, mengingat ini adalah momentum yang berbahaya bagi Inggris Raya.
Raja dan Ratu Camilla juga berterima kasih kepada warga dan aparat yang dinilai sigap bertindak mengurangi dampak tindakan agresif kelompok tertentu. Rasa welas asih dan daya tahan menghadapi tindakan agresif harus terus dijaga.
Inggris diguncang kerusuhan rasial sepekan terakhir. Kabar palsu yang disiarkan pendukung sayap kanan Inggris jadi pemicunya. Liga Pembela Inggris (EDL), salah satu organisasi sayap kanan Inggris, menyiarkan kabar palsu soal insiden penusukan di Southport.
EDL mengklaim, penusukan yang menewaskan tiga anak perempuan serta melukai 10 anak dan dua orang dewasa dilakukan seorang imigran Muslim. Para anggota EDL dan pendukung ekstremisme sayap kanan, termasuk neo-Nazi dan kelompok fasis, pun segera menyerang masjid-masjid dan berbagai pusat kegiatan imigran.
Baca juga: Penyebaran Informasi Palsu Picu Kerusuhan Besar di Inggris
Di tengah kerusuhan itu, banyak analis menunggu-nunggu pernyataan Buckingham dan Raja Charles III mengeluarkan pernyataan. Memang, Raja tengah menikmati liburan musim panas tahunannya di Skotlandia. Apalagi, secara tradisional, Raja tidak mengeluarkan komentar tentang apa pun yang bisa menimbulkan kontroversi dalam politik Inggris.
Meski demikian, kerusuhan dianggap terlalu besar dan tidak selayaknya Raja diam saja. ”Saya terkejut bahwa Raja sebagai kepala negara tidak bertindak lebih tegas, mengingat ini adalah momentum yang berbahaya bagi Inggris Raya,” kata Ed Owens, sejarawan dan analis kerajaan.
Pernyataan ini muncul sebelum Raja Charles III dan Buckingham merilis komentar resminya. Owens berpendapat, ada dua alasan bagi Raja Charles III, yang tengah dalam proses pemulihan setelah divonis mengidap kanker, tidak terburu-buru mengeluarkan pernyataan atau tidak bereaksi secara terbuka.
Pertama adalah karena mendapat masukan bahwa ketergesaan akan sangat tidak bijaksana, terutama karena dinilai sebagai bentuk campur tangan langsung. Kedua, menurut Owens, Raja menilai masalah itu sangat sensitif. Persoalan migrasi ilegal, dalam pandangan Owens, adalah isu pemecah belah dan sangat sensitif bagi banyak warga Inggris.
Baca juga: Mencermati Bagaimana Kerusuhan di Inggris Pecah dan Meluas
Meski demikian, secara terbuka, Raja Charles III pernah menyatakan penolakannya terhadap rencana mengirim kembali para pencari suaka ke Rwanda. Kebijakan itu ditetapkan pemerintahan Rishi Sunak.
Sementara pakar hukum tata negara Inggris, Craig Prescott, mengatakan, Istana dan Raja tidak akan mudah mengeluarkan pernyataan terkait peristiwa politik terkini. Sebab, hal tersebut adalah bagian dari ”kebijaksanaan” pemimpin kerajaan sebelumnya.
Prescott menyebutkan, mendiang Ratu Elizabeth II tetap diam meski ada gelombang demonstrasi yang berujung kerusuhan di tahun 2011. Keluarga kerajaan baru akan mengeluarkan sikap setelah peristiwa berlalu. ”Jika Raja berbicara tentang ini, lalu bagaimana dengan masalah besar berikutnya dan masalah setelah itu,” ujarnya.
Titik balik
Hingga Jumat (9/8/2024) malam, aparat telah menangkap 741 orang dan penuntut mendakwa 302 orang. Sejauh ini, dua orang terdakwa telah dijatuhi hukuman hingga 3 tahun penjara karena dinilai mengobarkan kebencian.
Baca juga: Kerusuhan Besar di Inggris, Mengapa Meluas dalam Waktu Singkat?
Sementara sejak Kamis (8/8/2024), berbagai penjuru Inggris diwarnai unjuk rasa tandingan. Para pembela imigran menentang kelompok sayap kanan. Unjuk rasa itu terjadi kala Inggris bersiap pada kelanjutan unjuk rasa sayap kanan.
”Saya bekerja dengan orang-orang dari berbagai asal dan mereka hanya bersikap baik kepada saya. Kita semua setara. Tidak ada alasan mengapa seseorang harus diperlakukan berbeda karena warna kulit mereka,” tutur Emilia Finch (22), berbicara di luar hotel di Crawley, Inggris selatan, tempat para pencari suaka ditempatkan.
Pemimpin Dewan Kepala Polisi Nasional (NPCC) Inggris Gavin Stephens mengatakan, penangkapan dan penuntutan cepat menjadi titik balik kondisi di Inggris. Warga negara itu juga menyebarkan pesan soal kesetaraan dan kebersamaan.
Perdana Menteri Inggris Keir Starmer telah menyatakan, pemerintah bertindak tegas dan cepat untuk menghadapi pelaku kerusuhan. Ia menyebut perusuh sebagai preman sayap kanan.
Pemerintah juga berusaha meredam misinformasi dan disinformasi. Para penyebar disinformasi ditangkap. Sementara penyebar misinformasi diampuni jika hanya sekali melakukannya dan di lingkup terbatas saja. Inggris juga mengkaji kemungkinan perubahan aturan untuk mengendalikan misinformasi dan disinformasi di media sosial.
Meski demikian, polisi masih bersiap pada kemungkinan kerusuhan lanjutan. Sebagian anggota EDL merupakan penggemar garis keras sepak bola. Di akhir pekan ini, ada sejumlah pertandingan sepak bola.
(AFP/Reuters/AP)