Mengenal ”Icing” yang Disebut dalam Kecelakaan Pesawat ATR 72-500 di Brasil
Apakah ”icing” yang diduga penyebab kecelakaan ATR 72-500 di Brasil? Bagaimana ketangguhan pesawat ATR?
Penyelidikan pada kecelakaan ATR 72-500 di Brasil belum dimulai. Sejumlah pihak menduga, pembentukan lapisan es atau icing menjadi penyebab kecelakaan. Pesawat itu punya sejarah panjang sebagai alat angkut penerbangan jarak pendek.
Dalam penerbangan Jumat (9/8/2024) siang waktu Sao Paolo atau Sabtu dini hari WIB itu, ada 57 penumpang dan empat awak. Seluruh orang dalam pesawat yang dioperasikan Voepass itu dinyatakan tewas. Kepala Dinas Keamanan Umum Sao Paulo Guilherme Derrite menyebut kotak hitam pesawat sudah ditemukan. Penyelidikan akan segera dilakukan.
Televisi Brasil, Globo, melaporkan ada potensi pembentukan es di langit sekitar Vinhedo. Badan pemantau cuaca Amerika Serikat, National Weather Service (NWS), juga menyinggung hal yang sama.
Baca juga: Pesawat ATR 72-500 Jatuh di Brasil, Pesawat Trump Mendarat Darurat
Berdasarkan video di lokasi kejadian, pesawat itu terlihat berputar-putar dari atas ke bawah. Pesawat tidak menukik. Mirip dengan kecelakaan ATR 72-200 yang dioperasikan American Eagle pada Oktober 1994. Kala itu, Dewan Keselamatan Transportasi Nasional AS (NTSB) menyebut badan pesawat tertutup lapisan es.
Kita bisa melihat pesawat kehilangan daya, tidak ada kecepatan maju. Dalam kondisi putaran, tidak ada cara mengendalikan lagi pesawat.
Belajar dari itu, otoritas penerbangan AS, FAA, sejak lama menerbitkan panduan kepada pilot ATR dan pesawat sejenis. Intinya, jangan mengaktifkan kendali otomatis saat terbentuk lapisan es di pesawat.
Direktur Utama Voepass Marcel Moura mengatakan, ada prakiraan pembentukan es di ketinggian yang dilewati pesawat itu. Walakin, tingkat pembentukannya masih di tahap bisa dihadapi pesawat tersebut. Ia menekankan, sistem pencair es di pesawat sudah diperiksa sebelum terbang. Semua dinyatakan normal dan laik operasi. Pernyataan itu menanggapi laporan bahwa ada pembentukan es di lintasan terbang pesawat tersebut.
Komandan Pusat Penyelidikan Kecelakaan Dirgantara pada Angkatan Udara Brasil Carlos Henrique Baldi mengingatkan, ATR 72-500 mendapat sertifikasi operasi di sejumlah negara. Bahkan, pesawat diizinkan beroperasi di negara-negara dengan tingkat pembentukan es lebih buruk dari Brasil. Sampai saat ini, tim pimpinan Baldi belum menemukan bukti pembekuan mesin akibat es di langit menjadi penyebab kecelakaan.
Sementara pengamat penerbangan Brasil, Lito Sousa, berhati-hati soal penyebab kecelakaan. Kondisi cuaca semata tidak bisa menjelaskan sepenuhnya pesawat tersebut jatuh dengan cara seperti itu.
”Menganalisis kecelakaan udara bermodal gambar saja bisa menyebabkan penyimpulan yang salah. Walakin, kita bisa melihat pesawat kehilangan daya, tidak ada kecepatan maju. Dalam kondisi putaran, tidak ada cara mengendalikan lagi pesawat,” tuturnya.
Pembentuk es
Mengacu pada penjelasan NWS, pembentukan lapisan es atau icing terjadi dalam kondisi amat dingin. Air atau air segera membeku, lalu menutupi permukaan. Biasanya, lapisan terbentuk kala suhu pada nol derajat celsius sampai minus 20 derajat celsius.
Dalam penerbangan, es bisa terbentuk di badan pesawat atau udara. Jika terbentuk di udara, es menjadi butiran aneka ukuran yang bisa menghantam pesawat. Semakin besar ukuran butiran es, semakin tinggi potensi bahayanya pada pesawat.
Pembentukan lapisan es di badan pesawat bisa mengurangi daya dorong dan ketinggian pesawat. Pembentukan itu juga menambah bobot dan daya tarik ke belakang pesawat. Akibatnya, pesawat kesulitan melaju.
Bahaya lapisan es tidak hanya mengancam sayap, modul kendali, dan baling-baling. Ancaman juga ada pada kaca, kanopi, antena, kokpit, karburator, dan aliran udara ke mesin. Mesin turbin paling rentan oleh pembentukan lapisan es. Lapisan yang terbentuk di jalur aliran udara bisa menyempitkan saluran udara ke mesin. Es di baling-baling bisa mengganggu kinerjanya dan memicu kebakaran. Pecahan es bisa masuk ke mesin dan merusak mesin.
Baca juga: Kecelakaan Pesawat Tewaskan Presiden Klub dan Pemain Sepak Bola Brasil
Bagian pesawat yang paling awal terkena es biasanya antena, bilah baling-baling, penstabil, ekor, dan kaki roda. Selain itu, pengukur tekanan udara yang bentuknya sekecil pensil juga rawan tertutup lapisan es. Sementara sayap paling terakhir terlapis es. Sementara di jendela kadang terbentuk juga lapisan es yang segera membeku.
Jika baling-baling sampai terlapis es, mesin akan kesulitan bergerak sehingga kehilangan daya. Di baling-baling, es dimulai dari poros, lalu merambat ke bagian lain. Baling-baling yang terlapis es bisa gagal bekerja normal.
Jika es terbentuk di sekitar kokpit, aneka peralatan elektronika di pesawat bisa berhenti beroperasi. Pengukur ketinggian, kecepatan, hingga giroskop bisa berhenti berfungsi. Antena yang tertutup es berarti mematikan komunikasi antara pesawat dan pengendali lalu lintas udara atau radio mana pun.
Sejarah panjang
ATR bukan produk kemarin sore. ATR singkatan dari avions de transport regional atau aerei da transporto regionale. Perusahaan itu patungan Aerospatiale Perancis yang kini menjadi bagian dari Airbus serta Aeritalia Italia yang kini menjadi bagian dari Leonardo.
Baca juga: Bakal Diresmikan Presiden, Bandara Mentawai Bisa Didarati Pesawat ATR
Penggabungan disepakati pada 4 November 1981. Mereka sepakat membangun dan mengembangkan pasar pesawat regional yang memiliki konstruksi sederhana, biaya pengoperasian rendah meski tingkat kinerjanya tinggi.
Setelah proses merger beres, para desainer dan tim ahli mulai bekerja mengembangkan desain dan purwarupa pesawat yang dinilai cocok untuk rute penerbangan jarak pendek. Khususnya rute satu pulau dengan pulau lain. Memakan waktu sekitar tiga tahun, desain dan purwarupa tu kemudian dikembangkan menjadi model pertama yang diluncurkan perusahaan ini, yakni tipe ATR 42-200. Tanggal 16 Agustus 1984 merupakan pertama kalinya pesawat ini terbang.
Kerja sama manufaktur antara perusahaan Italia dan Perancis membuat fasilitas produksi pesawat jenis ATR terpisah. Badan dan bagian ekor pesawat dibangun di fasilitas produksi Leonardo di Pomigliano d’Arco, dekat Napoli, Italia. Bagian sayap pesawat dirakit di fasilitas produksi Airbus di Sogerma di Bordeaux, Perancis barat.
Diangkut menggunakan truk, bagian-bagian pesawat yang masih terpisah satu sama lain disatukan di fasilitas perakitan akhir di Toulouse, Perancis. Di fasilitas ini juga uji terbang, sertifikasi, hingga pengiriman.
Baca juga : Pesawat Jatuh di Nepal, 68 Penumpang Tewas
Berbagai perbaikan dan penyempurnaan dilakukan sebelum pesawat ini dikirimkan kepada calon konsumen potensial mereka. Setelah melakukan perbaikan, penyempurnaan, serta penambahan beberapa fitur penting yang dibutuhkan oleh konsumen, model pertama yang dikirimkan ke konsumen adalah ATR-300. Konsumen pertama pesawat terbang yang menggunakan pesawat ini adalah Air Littoral, maskapai regional di Perancis.
ATR mengklaim sebagai produsen perusahaan turboprop nomor satu dunia dengan total lebih dari 1.700 pesawat terjual sejak pertama produksi. Penggunanya saat ini, mengutip laman resmi perusahaan, adalah 200 operator di lebih dari 100 negara di dunia.
ATR 42 dan versi modernnya, yakni ATR 72, menjadi pesawat dengan penjualan terbesar di segmen pasar dengan kapasitas kurang dari 90 kursi. Pesawat itu terlibat dalam pembukaan hingga 100 rute baru setiap tahun.
Jenis pesawat
Sejak produksi perdana ATR 42-300 untuk kebutuhan komersial pada 1984, saat ini hanya terdapat empat jenis pesawat yang diproduksi, yaitu ATR 42-600, ATR 42-600S (STOL), ATR 72-600, dan ATR-72-600F. Tipe standar adalah ATR 42-600 yang mampu mengangkut 30-48 penumpang. ATR juga menawarkan kabin dengan konfigurasi 30 tempat duduk ditambah dengan kemampuan angkut ekstra 700 kilogram kargo di dalam kabin.
Dibandingkan dengan produksi pertama tipe ini di 2006, mesin yang digunakan sudah mendapat pembaruan. Meski masih menggunakan mesin yang diproduksi Pratt & Whitney Kanada, daya varian baru bisa menghasilkan 2.400 PK. Varian lama hanya menghasilkan 1.800 PK.
Varian dari ATR-42-600 yang dikembangkan oleh ATR adalah varian 42-600S. Pengembangan varian ini didasarkan pada ketersediaan landas pacu yang memiliki panjang kurang dari 1.000 meter. Dalam catatan ATR, terdapat 1.000 bandara di seluruh dunia yang memiliki panjang landasan pacu 800-1.000 meter, terutama di kawasan yang tidak terjangkau oleh jet berbadan lebar. Inilah ceruk yang dimanfaatkan oleh ATR untuk mengembangkan varian atau tipe pesawatnya.
STOL dalam dunia penerbangan adalah singkatan dari short take-off and landing dan mengacu pada pesawat yang dapat mengurangi jarak lepas landas dan mendarat. Fitur dan konfigurasi khusus pesawat ini memungkinkan pesawat ini untuk beroperasi di tempat-tempat yang sempit seperti landasan pacu yang pendek, medan yang kasar, atau tempat-tempat tanpa landasan pacu yang disiapkan—atau semua itu pada saat yang bersamaan.
Baca juga: Pesawat Tua Tak Laik Udara
Varian paling tinggi yang diproduksi oleh ATR saat ini adalah varian ATR 72-600 dan 72-600F. Varian yang memiliki panjang keseluruhan hingga 27,17 meter dan lebar bentang sayap 27,05 meter ini mampu mengangkut penumpang hingga 78 penumpang. Akan tetapi, ATR juga mengembangkan satu varian yang memiliki konfigurasi kabin hanya untuk 44 penumpang, sekaligus mampu mengangkut kargo tambahan seberat 1,4 ton di dalam kabin.
Mesin yang digunakan oleh varian ini sama, yaitu mesin buatan Pratt & Whitney Kanada, yakni PW127XT-M. Hanya saja, tenaga yang dihasilkan lebih besar sekitar 300 PK dibandingkan dengan varian ATR 42-600. Daya yang dihasilkan untuk mampu membawa pesawat ini terbang mencapai 2750 PK.
Selain empat varian yang menjadi unggulan produksi ATR saat ini, dalam perjalanan sejarahnya, perusahaan ini juga pernah mengembangkan varian lain. Beberapa varian yang pernah diproduksi oleh ATR di antaranya ATR 42-320, ATR 42-500, ATR 72-200, ATR 72-210, ATR 72-500, dan pesawat khusus kargo. Di samping itu, ada juga sejumlah prototipe yang dikembangkan, antara lain ATR 52, ATR 52C, ATR 82, ATR 92, dan ATR Stretch.
Kecelakaan
Sejumlah kecelakaan pernah dialami oleh operator pengguna pesawat yang diproduksi oleh ATR, termasuk ATR 42-600, ATR 72-600, atau varian lain yang pernah diproduksi perusahaan ini.
Baca juga : Mengapa Boeing Mengaku Bersalah atas Kecelakaan Lion Air?
Berikut ini adalah sejumlah kecelakaan yang mengakibatkan dampak siginifikan.
Oktober 1987, kecelakaan menimpa pesawat ATR 42-300 milik Aero Transporti Italiani (ATI). Pesawat ini jatuh di Conca, Crezzo, Italia, saat tengah terbang dari Milan, Italia, ke Cologne, Jerman, 15 menit setelah mengudara. Saat terbang dalam cuaca dingin dan disebut dalam laporannya terjadi ”kondisi es”. Awak pesawat kehilangan kendali ketika pesawat berada di ketinggian sekitar 2.300 kaki di atas permukaan laut. Sebanyak 34 penumpang dan tiga awak pesawat tewas dalam kecelakaan tersebut.
Oktober 1994, pesawat jenis ATR 72-200 milik maskapai American Eagle (Simmon Airlines) mengalami kecelakaan, jatuh dari ketinggian sekitar 10.000 kaki dalam penerbangan ari Indianapolis, Indiana, menuju Chicago, Illionis. Penyelidikan menemukan bahwa pilot telah mengaktifkan sistem penghilang atau pencair es di rangka pesawat. Total 68 orang yang ada di dalam pesawat, termasuk empat awak, tewas dalam kecelakaan tersebut.
Juli 1997, pesawat ATR 42-500 milik maskapai Air Littoral Italia, mengalami kecelakaan saat tengah terbang dari Nice, Perancis, menuju Florence, Italia. Pesawat ini terpaksa mendarat di jalan raya terdekat setelah gagal mendarat di bandara Florence. Satu awak pesawat meninggal dan 14 penumpang selamat.
Agustus 2005, pesawat ATR 72-600 milik maskapai Tuninter mengalami kerusakan pada bagian mesin saat tengah terbang dari Bari, Italia, ke Djerba, Tunisia, dan jatuh di lepas pantai Palermo, Italia. Dua dari empat awak pesawat dan 14 dari 35 penumpang dilaporkan tewas dalam kecelakaan tersebut.
Februari 2009, pesawat ATR 42-600 milik maskapai Santa Barbara Airlines tengah terbang dari Mzrida ke Caracas, Venezuela. Pesawat tersebut menabrak gunung 6 mil dari bandara tujuan di ketinggian 12.000 kaki di atas permukaan laut. Korban tewas akibat kecelakaan itu mencapai 46 orang, terdiri atas 43 orang.
November 2010, pesawat jenit ATR 72-212 milik AeroCaribbean tengah terbang dari kota Santiago ke ibu kota Havana, Kuba. Sebelum kecelakaan, awak pesawat melaporkan bahwa telah terjadi situasi darurat. Tujuh awak pesawat dan 61 penumpang tewas dalam kecelakaan tersebut.
April 2012, pesawat ATR 72-200 milik maskapai UTair yang tengah terbang dari Tyumen ke Surgut, Rusia, mengalami kecelakaan. Pesawat jatuh dan terbakar di sebuah ladang tidak jauh dari landas pacu bandara asal. Kecelakaan ini menewaskan empat awak dan 27 dari 39 penumpang.
Oktober 2013, pesawat ATR 72-600 milik maskapai Lao Airlines yang tengah terbang dari Vientiane menuju kota Pakxe di Laos selatan mengalami kecelakaan tak lama setelah terbang. Pesawat jatuh ke Sungai Mekong, sekitar 5 mil atau lebih kurang 8 kilometer dari bandara awal. Sebanyak lima awak pesawat dan 44 penumpang tewas dalam kecelakan tersebut.
Juli 2014, pesawat ATR 72-500 milik TransAsia Airways yang tengah terbang dari Kaohsiung ke Magong, Taiwan, jatuh di arena dekat permukiman tidak jauh dari bandara tujuan. Korban tewas akibat kecelakaan itu sebanyak 48 orang, terdiri dari empat awak pesawat dan 44 dari 54 penumpang. Turun hujan deras saat kecelakaan terjadi.
Februari 2015, kecelakaan kembali menimpa pesawat ATR 72-600 milik TransAsia Airways, Taiwan. Pesawat jatuh tak lama setelah lepas landas dari Bandara Songshan ketika hendak terbang menuju Pulau Kinmen. Total korban mencapai 43 orang, terdiri dari empat awak pesawat dan 39 penumpang dari total 57 orang yang ada di dalamnya.
Januari 2023, pesawat ATR 72 milik maskapai Yeti Airlines, Nepal, mengalami kecelakaan saat tengah terbang dari ibu kota Kathmandu menuju Pokhara, Nepal. Sebanyak 72 orang yang ada di dalam pesawat, termasuk empat awak pesawat, tewas dalam kecelakaan tersebut.
(AP/AFP)