Empat Kandidat Kuat Pengganti Ismail Haniyeh
Setelah Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh tiada, Hamas menjaring penggantinya. Setidaknya ada 4 kandidat kuat.
Jenazah Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh telah dimakamkan di kawasan Lusail di pinggir pantai di laut utara Doha, Qatar, Jumat (2/8/2024). Ia dibunuh di Teheran, Iran, dua hari sebelumnya, dalam kunjungan menghadiri pelantikan Presiden Iran yang baru, Masoud Pezeshkian.
Setelah Haniyeh tiada, muncul pertanyaan: siapa yang akan menggantikan Haniyeh untuk mengurusi operasional politik dan diplomasi Hamas berikutnya?
Seperti diberitakan Kompas.id pada 14 April 2024, Haniyeh terpilih menggantikan Khaled Meshaal sebagai Kepala Biro Politik Hamas pada 2017. Ia berdomisili di Qatar dan Turki sejak 2019 dengan alasan keamanan. Selain itu, dengan tinggal di luar negeri, Haniyeh leluasa menghimpun dukungan politik dari negara-negara di kawasan mengingat posisi Jalur Gaza di bawah blokade Israel.
Baca juga: Pesan Terakhir Haniyeh soal Kehidupan, Kematian, dan Kepemimpinan
Setelah perang Hamas dan Israel yang meletus sejak 7 Oktober 2023, Haniyeh memimpin Hamas dalam perundingan gencatan senjata dengan Israel. Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat menjadi mediator dalam perundingan itu.
Beberapa nama muncul sebagai kandidat kuat pengganti Haniyeh sebagai kepala biro politik Hamas. Nama-nama itu, antara lain, adalah Khaled Meshaal, Khalil al-Hayya, Moussa Abu Marzouk, dan Nizar Abu Ramadan.
Sebuah sumber dari kalangan Hamas kepada kantor berita AFP mengatakan, hubungan dengan negara-negara Arab dan dunia Muslim menjadi salah satu hal yang dipertimbangkan dalam memilih pengganti Haniyeh.
Sesuai dengan regulasi organisasi Hamas, wakil Haniyeh, yaitu Saleh al-Arouri, secara otomatis seharusnya menggantikannya. Akan tetapi, Arouri sudah tewas dalam serangan Israel di Beirut pada Januari 2024. Jabatan Arouri juga belum diisi hingga sekarang.
Seorang pejabat Hamas yang tidak bisa disebutkan namanya mengatakan, Hamas akan mampu mengatasi situasi saat ini. ”Israel sebelumnya telah membunuh para pemimpin besar, seperti Sheikh Ahmed Yassin. Upaya itu hanya membuat Hamas semakin kuat,” kata sumber itu yang merujuk pada pembunuhan tahun 2004 di Gaza.
Joost Hiltermann, Direktur Program Timur Tengah pada International Crisis Group (ICG), mengatakan bahwa Hamas secara umum tidak akan terpengaruh karena memiliki banyak sosok yang kapabel mengisi pucuk kepemimpinan.
Baca juga: Sejumlah Opsi Balasan Iran dan Proksi-proksinya kepada Israel
Pengamat organisasi Palestina pada Pusat Kebijakan dan Penelitian serta Studi Strategis Palestina, Hani al-Masri, mengatakan bahwa dari sosok-sosok yang ada, pilihan calon pengganti Haniyeh kemungkinan besar adalah Khaled Meshaal, mantan Kepala Biro Politik Hamas, atau Khalil al-Hayya, yang juga dekat dengan Haniyeh. Dua nama potensial lainnya, yaitu Nizar Abu Ramadan dan Moussa Abu Marzouk.
Plus-minus Meshaal
Mashaal, menurut Al-Masri, memiliki pengalaman politik dan diplomatik. Akan tetapi, hubungannya dengan Iran, Suriah, dan Hezbollah memburuk sejak ia mengkritik rezim Damaskus dalam menangani unjuk rasa antipemerintah menyusul bertiupnya Musim Semi Arab sejak 2011.
Ketika ia berada di Lebanon pada 2021, para pemimpin Hezbollah dilaporkan menolak untuk bertemu dengannya. Namun, Mashaal memiliki hubungan baik dengan Turki dan Qatar, tempat kelompok tersebut bermarkas. Ia juga dianggap sebagai tokoh yang lebih moderat yang memimpin kelompok tersebut hingga 2017.
Lahir di dekat Ramallah, Tepi Barat, Meshaal memimpin biro politik Hamas tahun 1996. Dua tahun kemudian, ia dicoba diracun oleh agen Israel di Jordania. Ia sempat koma sebelum berhasil diselamatkan dengan obat penawar racun yang diberikan Israel atas tekanan Raja Jordania Hussein.
Selama menjabat Kepala Biro Politik Hamas, Meshaal berpindah-pindah dari satu negara ke negara Arab lainnya, mulai dari Kuwait, Jordania, Qatar, dan Suriah. Ia digantikan Haniyeh pada 2017, tetapi terus menjadi tokoh berpengaruh di Hamas.
Terobosan Hayya
Nama kandidat kedua adalah Khalil al-Hayya. Ia dikenal sebagai wakil Yahya Sinwar, pemimpin tertinggi Hamas yang memimpin perang di Gaza. Hayya dikenal sebagai salah satu tokoh penting di organisasi itu.
Ia awalnya tinggal di Gaza, dengan koneksi internasional yang penting dan menjalin hubungan baik dengan sayap militer ataupun dengan Iran, Qatar, Mesir, dan Turki. Dia adalah pemimpin Hamas pertama yang berbicara setelah serangan terhadap Haniyeh. Hayya juga memimpin shalat jenazah Haniyeh dan pengawalnya di Doha, Qatar, sebelum jenazah keduanya dikebumikan.
”Ia seperti Haniyeh, yang seimbang dan fleksibel dan kedua belah pihak tidak melihat kepemimpinannya sebagai sesuatu yang bermasalah,” kata Al-Masri.
Dalam wawancara dengan kantor berita Associated Press di Istanbul, Turki, pada April 2024, Hayya menyatakan, Hamas siap meletakkan senjata bila kemerdekaan Palestina terwujud dengan wilayah sesuai dengan perbatasan 1967.
Baca juga: Hamas Siap Akui Israel dan Letakkan Senjata
Selama ini Hamas menolak mengakui keberadaan Israel dengan cara apa pun. Dengan menerima perbatasan 1967, secara tidak langsung Hayya menerima keberadaan Israel.
Seperti Meshaal, Hayya juga pernah mengalami percobaan pembunuhan oleh Israel. Pada 2007, serangan udara Israel menghancurkan rumahnya di Gaza, menewaskan keluarga Hayya. Ia selamat karena saat itu tidak berada di rumah.
Kandidat ketiga yang juga berpeluang, kata Al-Masri, adalah Nizar Abu Ramadan. Ramadan dikenal dekat dengan Meshaal.
Jalan rekonsiliasi Abu Marzouk
Sementara Moussa Abu Marzouk, wakil Mashaal (kandidat keempat), adalah kandidat potensial lainnya. Abu Marzouk dikenal memiliki pendirian yang serupa dengan Haniyeh. Ia juga lebih moderat dibandingkan dengan prinsip kelompok Hamas.
Baca juga: Pembunuhan Ismail Haniyeh Menyisakan Banyak Pertanyaan
Ia diketahui pernah menyarankan Hamas untuk menerima negara Palestina berdasarkan kesepakatan perbatasan tahun 1967 dengan Israel. Ia juga mewakili Hamas dalam beberapa putaran pembicaraan tidak langsung dengan Israel.
Abu Marzouk juga memimpin delegasi Hamas dalam pertemuan antarfaksi-faksi Palestina, termasuk Fatah, di Beijing, Juli 2024, yang dimediasi Pemerintah China. Dalam pertemuan itu, Hamas, Fatah, dan 12 faksi politik Palestina lainnya berhasil menandatangani perjanjian pembentukan pemerintahan Palestina bersatu.
Saat itu Abu Marzouk menekankan kembali kesungguhan Hamas untuk persatuan Palestina karena itu satu-satunya cara kemerdekaan bisa diraih.
Baca juga: Fatah-Hamas Bersatu, Tahap Paling Krusial Pembentukan Negara Palestina
Dengan munculnya sejumlah nama, menurut Al-Masri, pemilihan pengganti Haniyeh akan dilakukan dalam sidang Dewan Syura Hamas.
Masri menambahkan, dengan perang di Gaza yang masih berlangsung, sosok baru kepala biro politik Hamas nantinya harus memutuskan, apakah akan melanjutkan opsi militer, termasuk menjadi kelompok gerilya dan gerakan bawah tanah, atau menawarkan kompromi politik. (AP/AFP)