Mode ala Kamala, Nyaman, Berkelas, dan Sarat Pesan
Pakaian dapat menunjukkan citra diri si pemakai. Selain menjadi simbol, pakaian juga menjadi penyampai pesan pemakainya.
Sejak terpilih menjadi Wakil Presiden Amerika Serikat tahun 2020, penampilan Kamala Harris mencuri perhatian. Busana dan setiap aksesori yang melengkapi penampilannya sarat arti dan pesan. Apalagi ketika upacara pelantikan wapres, kala dia mengenakan mantel ungu mencolok dan gaun berwarna serasi.
Baca juga: Gen Z Jadi Rebutan Trump dan Harris Si ”Ratu Meme”
Penampilannya ramai dibahas warganet bukan hanya karena cantik dan elegan, melainkan juga karena pemilihan warna ungu yang sarat pesan. Warna ungu dipilih karena menyuarakan pesan persatuan dan perpaduan antara warna biru Partai Demokrat dan warna merah Partai Republik. Busana karya dua perancang kulit hitam, Christopher John Rogers dan Sergio Hudson, itu seakan juga ingin memamerkan bakat mode anak muda AS.
Kini, setelah menjadi bakal calon presiden AS dari Demokrat, gaya penampilan Harris tak berubah. Tetap nyaman dan berkelas. Terkadang formal dengan gaun pesta atau setelan jas dan hak tinggi. Terkadang juga informal dengan blazer monokromatik, konservatif, elegan, dan bersahaja dengan celana panjang kain atau jins serta sepatu kets Converse Chuck Taylor. Warna pakaiannya juga tak melulu hitam, biru tua, atau abu-abu. Sesekali dia tampil dengan sentuhan warna merah muda salmon, krem, dan biru muda.
Kembali ke mantel ungu yang dipakai waktu pelantikan wapres. Selain melambangkan persatuan, mantel ungu itu juga menjadi sarana untuk menghormati Shirley Chisholm, perempuan kulit hitam pertama yang terpilih menjadi anggota Kongres. Chisholm dulu juga memakai warna ungu untuk kampanye presiden tahun 1972. Ungu juga warna penghormatan bagi gerakan hak pilih perempuan di AS sejak seabad lalu.
Baca juga: Plus-Minus Kekuatan Kamala Harris, Bagaimana Cara Dia Taklukkan Trump?
Selain sarat pesan, pakaian yang dipilih Harris pun sederhana dan ”mengutamakan” rasa nyaman. Kenyamanan berpakaian itu terlihat ketika dia luwes berdansa dengan para pendukungnya hanya dengan celana jins dan blazer atau joget-joget di atas panggung saat kampanye.
Sarat pesan
Gaya berpakaian seseorang mencerminkan nilai-nilai kepribadian dan identitasnya. Ini bisa berkembang seiring dengan waktu dan berkembangnya hidup seseorang. Secara sadar atau tidak sadar, seseorang mengirimkan sinyal atau pesan kepada orang lain melalui apa yang dikenakan.
Dengan tampil kasual jins, sepatu kets dan blazer dan kaus atau kemeja, Harris ingin menunjukkan bahwa dia bisa cepat dan mudah bergerak dan menyelesaikan pekerjaan dengan cepat. Sementara ketika debat wakil presiden, Harris memakai setelan biru tua agar tidak ada peluang kritikan atau komentar negatif.
Baik saat mengenakan gaun Chloé khusus untuk jamuan makan malam kenegaraan maupun jaket denim yang dihiasi bendera Pride, Harris menggunakan pakaian untuk menunjukkan otoritas, pernyataan politik, dan kompetensi selama masa jabatannya. Namun, kemudian yang menjadi pertanyaan adalah, apakah busana yang dipakai sudah tepat disebut ”busana presiden”?
Baca juga: Alasan Dunia Mencintai Kamala Harris
Harian The New York Times, Selasa (30/7/2024), menyebutkan di era media sosial seperti sekarang, mode dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan seseorang masuk Gedung Putih. Banyak politisi yang memiliki penata gaya khusus untuk membantu mereka membuat keputusan tentang apa yang akan dikenakan.
Jika saltum atau salah kostum, risikonya dihujat publik bahkan bisa sampai dianggap tidak kompeten dan profesional. Ini terjadi pada mantan Presiden AS Barack Obama yang pernah memakai setelan jas coklat. Obama dikecam Republik dan publik karena dianggap tidak tampak seperti presiden.
Jika perempuan yang dianggap berpakaian lebih buruk, biasanya komentarnya akan lebih pedas karena ada stigma yang berperan. Para pemilih kurang menoleransi rambut yang beterbangan dan kerah yang kusut pada kandidat perempuan ketimbang laki-laki. Bagi mereka, itu dianggap sebagai indikasi orang yang ceroboh.
Baca juga: Diplomasi Mode, dari Sepatu ”Mismathced” Bu Menlu hingga Jas Bertanda Jasa Bung Karno
Mencegah saltum, para politisi perempuan kemudian memakai ”pakaian politisi perempuan”, yakni setelan laki-laki tetapi dengan warna-warni. Ini menjadi seperti kompromi menjembatani kesenjangan maskulin-feminin. Gaya pakaian ini dipopulerkan oleh mantan Menlu AS Hillary Clinton, Ketua DPR Nancy Pelosi, mantan Kanselir Jerman Angela Merkel, dan Senator Elizabeth Warren.
Mantan Ibu Negara Michelle Obama dalam dokumenter Netflix tahun 2020, Becoming, menceritakan sebagai Ibu Negara perhatian dunia terpusat padanya. Oleh karena itu, dia mengaku menjadi lebih strategis dalam cara menampilkan dirinya karena itu berpotensi mendefinisikan dirinya sepanjang hidupnya.
”Masih banyak orang yang memandang kita dari cara berpakaian. Itu tidak adil dan salah. Namun, kita bisa memanfaatkan mode itu sebagai alat untuk berbicara atau menyampaikan pesan. Meski terdengar dangkal atau sepele, mode dapat menjadi kekuatan yang menguntungkan di Gedung Putih jika digunakan dengan benar,” kata Michelle.
Identitas budaya dan sikap politik
Fungsi pakaian sebagai penyampai pesan juga penting bagi Presiden India Droupadi Murmu (64) yang dikenal sebagai ikon mode India. Dia selalu mengenakan kain sari tenun tangan untuk mempromosikan teknik menenun Santhali, tenun asli India Timur yang merupakan kampung halaman Murmu.
Kain sari tradisional yang dikenakannya mewakili komunitas Adivasi yang hidup dari menenun untuk bertahan hidup. Tekstil merupakan pemberi kerja terbesar kedua di India. Namun, banyak tekstil tradisional yang sering diabaikan dunia mode. Bagi Presiden Dewan Desain Mode India Sunil Sethi, pilihan sari Murmu menunjukkan dia memahami pentingnya tradisi menenun bagi India dan dia ingin seluruh dunia tahu.
Baca juga: Simbol dalam Pakaian
Presiden Iran Masoud Pezeshkian juga melanggengkan gaya berpakaian mantan Presiden Mahmoud Ahmadinejad dengan mengenakan jaket kasual berisleting atau kapshan dalam bahasa Persia. Jaket tersebut menjadi simbol sikap anti-Barat dan anti-Israel sekaligus menunjukkan dia hanya rakyat biasa.
Mereka juga tak mau memakai dasi karena setelah Revolusi Islam tahun 1979, dasi dianggap simbol kepatuhan dalam budaya Barat dan ”tidak islami”. Mereka juga tak mau memakai kemeja berkerah sehingga dibuat kemeja tanpa kerah untuk para diplomat. Mirip seperti pakaian para ulama.
Baik Ahmadinejad maupun Pezeshkian sama-sama dikritik karena tidak berpakaian rapi selayaknya presiden. Berbeda dengan mantan Presiden ”reformis” Mohammad Khatami yang sering dijuluki ”laki-laki berjubah coklat”. Karena jubahnya, ia sering dipuji karena gayanya yang sempurna. Begitu pula dengan mantan Presiden Hassan Rouhani yang ”moderat” dan dikenal karena mengenakan jubah yang terbuat dari kain Italia mahal.
Mantan Presiden Afghanistan Hamid Karzai juga anti-Barat dan tak mau memakai pakaian ala Barat. Karzai pernah dijuluki sebagai ”laki-laki paling bergaya di dunia” oleh perancang busana AS, Tom Ford. Karzai dikenal sebagai laki-laki yang sangat peduli pada citra dirinya. Dia menarik perhatian karena mengenakan penutup kepala astrakhan dari kulit domba Karakul.
Baca juga: Pernyataan Kepercayaan Diri Serena melalui Mode
Koleksi kemeja kerah Nehru melengkapi penampilannya. Satu-satunya kekurangan dari topinya adalah fakta bahwa wol karakul berasal dari janin domba yang digugurkan. Harga yang harus dibayar mahal untuk mode.
Jika Ahmadinejad, Pezeshkian, dan Karzai mempertahankan pakaian tradisional yang anti-Barat, yang terjadi pada Presiden Kenya William Ruto justru sebaliknya. Ruto sering memakai setelan Kaunda pada acara-acara resmi kenegaraan, tetapi parlemen malah melarangnya. Parlemen melarang Ruto memakai pakaian tradisional Afrika itu di dalam gedung.
Baca juga: Mode sebagai Sarana Kritik dan Perlawanan
Setelan Kaunda adalah jaket safari lengan pendek dengan celana panjang serasi dan dipakai tanpa dasi. Menurut parlemen, etika berpakaian yang tepat untuk laki-laki adalah jas, kerah, dasi, kemeja lengan panjang, celana panjang, kaus kaki, sepatu, atau seragam dinas. Untuk perempuan harus pakaian bisnis, formal, atau kasual rapi. Rok dan gaun harus di bawah lutut dan sopan. Blus tanpa lengan dilarang.
Keluar dari pakem
Jangankan mereka, Joe Biden, Obama, dan mantan Presiden Bill Clinton saja juga sering tidak mengenakan pakaian resmi dan tanpa dasi. Pakaian yang keluar dari pakem presiden itu untuk menunjukkan mereka lebih banyak bekerja. Seperti halnya Presiden RI Joko Widodo yang terkenal karena mengenakan kemeja putih dengan bagian lengan yang digulung untuk menunjukkan prinsip ”kerja, kerja, kerja”.
Mantan Presiden AS George HW Bush juga dikenal berbusana unik. Dia gemar memakai kaus kaki yang bercorak unik. Polanya berani dan warna-warnanya cerah untuk memeriahkan setelan jas atau celana chinonya.
Baca juga: Simbol Fleksibilitas dan Ketangguhan
”Saya suka kaus kaki warna-warni. Saya penggemar kaus kaki,” kata Bush kepada cucunya, Jenna Bush Hager, pada tahun 2012. Calon presiden AS dari Republik, Donald Trump, juga suka memakai dasi warna merah cerah yang menjadi ciri khasnya. Biden juga pernah bergaya unik pada 1970-an.
Harian The New York Times, 16 April 2024, menyebutkan, gayanya terkadang condong ke gaya Gatsby. Dia gemar memakai setelan bergaris-garis dan sepatu santai berumbai dan pernah disebut sebagai salah satu laki-laki berpakaian terbaik di Senat. Namun, terkadang gayanya terlalu mencolok.
Penampilannya kemudian diubah sejak 1979 dengan setelan jas dan dasi mahal. ”Gaya Biden tidak lekang waktu dan penampilannya memang sudah diatur rapi,” kata perancang busana Todd Snyder.
Baca juga: 150 Tahun Celana Jins, Simbol Perlawanan Sekaligus Perdamaian
Sementara bagi Presiden Perancis Emmanuel Macron, setelan jas biru tua dengan dasi biru tua dan sepatu hitam menjadi simbol politisi dan anak muda yang memasuki dunia kerja seperti di bank, bidang keuangan, atau bidang audit. Harian Deutsche Welle, 28 April 2022, menyebutkan setelan jas Macron buatan penjahit Jonas & Cie yang harganya terjangkau.
Pilihannya ini merupakan langkah politik karena tak mau dipandang hidup mewah. Setelan jas biru tua ini juga tak lekang waktu di AS. Begitu pula dengan setelan jas warna abu-abu dan hitam. Sama seperti Macron, Biden juga sangat suka pakai setelan jas biru tua. Sementara mendiang Presiden AS Ronald Reagan lebih suka setelan jas coklat.
Dari semua presiden AS, Tom Ford menilai mendiang John F Kennedy (JFK) sebagai presiden paling keren dan modis. JFK selalu bergaya Ivy League dengan setelan jas biru tua atau abu-abu. Setelan jas biru tua itulah yang membuatnya tampil menonjol saat sedang debat presiden dengan Richard Nixon pada 1960.
Baca juga: Pesan Tersirat dari Busana Kandidat di Panggung Debat
Franklin D Roosevelt juga unik karena suka memakai dasi kupu-kupu. Sementara penampilan Abraham Lincoln juga ikonik dengan janggut panjang, kemeja tartan berkancing dan denim Jepang lengkap dengan topi tingginya.
Debbie Henderson dalam bukunya, The Top Hat: An Illustrated History (2000), menulis bentuk topi itu populer pada 1800-an dan menjadi simbol prestise dan kekuasaan. Topi itu sangat penting artinya bagi Lincoln karena melindunginya dari cuaca buruk.
Selain itu, topi itu juga menjadi tempat penyimpanan kertas-kertas penting yang diselipkan di dalam lekukan dalam topi. Lincoln juga mau tak mau harus memakai topi itu agar terlihat seperti presiden. Namun, dia tetap mau terlihat sederhana dan tidak mencolok. Caranya, dia sengaja membuat topinya lusuh seolah-olah sudah usang. Dia tak mau kehilangan identitasnya sebagai orang daerah.
Baca juga: Barbie dan Emosi tentang ”Pink”
Pakaian yang dikenakan dapat memengaruhi emosi dan perilaku seseorang. Berpakaian formal dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan memecahkan masalah. Berpakaian formal juga meningkatkan rasa percaya diri dan membantu orang merasa kompeten.
Selain itu, juga memberi seseorang perasaan kuat dan kompeten. Para psikolog menilai pakaian dapat memengaruhi cara orang lain melihat dan berinteraksi dengan seseorang. Ini menjadi alat yang dapat membangun hubungan sosial dan mengirimkan pesan tanpa perlu ada komunikasi vokal. Pakaian juga menjadi sarana identitas dan ekspresi diri seperti yang dilakukan Harris dan petinggi lainnya.