Taman Publik Ramah Pengunjung di Manila, Ho Chi Minh, dan Singapura
Jam kunjungan Monas dibatasi pada saat taman di Manila, Ho Chi Minh, dan Singapura semakin terbuka, tertib, dan nyaman.
Ketika Lapangan Monas yang jadi kebanggaan Indonesia kini dibatasi jam kunjungannya, hanya hingga pukul 16.00, berbagai taman atau ruang publik di Asia Tenggara justru makin ramah dan terbuka bagi pengunjung.
Negeri yang mirip dengan Indonesia, Filipina, memiliki Rizal Park. Taman seluas 58 hektar itu berada di jantung Metro Manila. Dulu, Rizal Park dikenal dengan nama Lunetta Park yang dibangun pada 1820. Taman tersebut terletak persis di selatan Kota Tua Intramuros.
Di Rizal Park terdapat Monumen Jose Rizal, pahlawan nasional Filipina yang berdarah Filipina dan Peranakan Tionghoa. Rizal dieksekusi penjajah Spanyol pada 30 Desember 1896 di sebuah tempat di bagian utara Lunetta Park. Sepasang Marinir Filipina menjaga sepasang bendera dan monumen Rizal yang setiap hari dikunjungi peziarah dan wisatawan.
Persis di seberang barat Rizal Park terdapat Teluk Manila yang indah. Baru–baru ini, pemerintah setempat membuat bentangan pantai pasir putih di selatan Rizal Park dekat Kedutaan Besar AS. Pantai tersebut dinamai Dolomite dan ramai dikunjungi warga yang biasa bertetirah di sekitar Rizal Park. Menjelang senja, matahari keemasan yang tengah tenggelam di ufuk di Teluk Manila bisa terlihat dari sisi barat Rizal Park.
Ian Christopher Alfonso, seorang sejawat, sejarawan di Pusat Sejarah Nasional Filipina, berkantor di sebuah bangunan yang berada di Rizal Park. Beberapa kali Ian mengajak makan siang atau berjalan–jalan di Rizal Park lewat pintu belakang kantornya.
”Ini taman yang mencatat perjalanan panjang sejarah nasionalisme Filipina,” kata Ian Alfonso, penulis buku History of the Sarangani Islands 1521-1921. Buku itu tentang pulau di perbatasan Filipina–Indonesia yang dihuni Suku Sangir dari Sitaro, Sulawesi Utara.
Seperti Bundaran HI di Jakarta, Rizal Park menjadi pusat unjuk rasa warga Filipina, dari era People’s Power menumbangkan Diktator Ferdinand Marcos tahun 1986 hingga kini. Peringatan Hari Nasional Filipina juga biasa digelar di Rizal Park. Terdapat PKL aneka jajanan yang berjualan dengan tertib dan bersih di kios yang tertata dengan baik. Terdapat juga Sari-Sari, pedagang jajanan keliling khas Manila.
Terdapat Museum Nasional, Museum Sejarah Alam, Museum Antropologi, Taman Jepang, Taman China, dan kolam dengan miniatur bentuk Kepulauan Filipina di sudut timur Rizal Park, seperti taman berbentuk peta Kepulauan Indonesia di TMII, Jakarta Timur. Kawasan ini dirancang meniru National Mall di Washington DC, Amerika Serikat.
Pagi hingga pukul 11.00 atau senja pukul 16.00-19.00 adalah waktu yang menyenangkan untuk berpesiar di sekitar Rizal Park. Taman kebanggaan Filipina ini buka sejak pukul 05.00 hingga pukul 20.00 dan tidak dipungut biaya untuk pengunjung.
Alun-alun Kota Ho Chi Minh
Kota terbesar kedua di Republik Sosialis Vietnam, Ho Chi Minh City (dulu Saigon), memiliki aneka taman dan alun–alun. Alun-alun yang terkenal adalah Union Square yang terletak di depan Balai Kota Saigon, bangunan peninggalan era Kolonial Perancis. Terdapat patung besar Bapak Bangsa Vietnam Ho Chi Minh di alun–alun itu. Deretan taman bunga warna-warni mengapit tepian Union Square.
Dari Union Square, terbentang lapangan hampir 700 meter dengan lebar 30 meter ke tepian Sungai Mekong. Berbagai lapangan terbuka membentang diapit dua jalan besar Nguyen Hue di sisi utara dan selatan. Di zaman penjajahan Perancis, boulevar itu dikenal sebagai Rue Catinat mengadopsi pola tata ruang di Perancis dengan jalan lebar, pedestrian, dan kafe-kafe di tepi jalan dengan berbagai bangunan gaya kolonial mengapit jalanan.
Terdapat Gedung Opera Saigon dan Hotel Continental di sudut tenggara Union Square. Di seberangnya terdapat pintu masuk kereta bawah tanah Ho Chi Minh City yang saat ini sedang dibangun Jepang. Hotel Continental dan Hotel Majestic di Saigon adalah hotel–hotel klasik zaman penjajahan yang menjadi hunian wartawan perang hingga mata-mata semasa Perang Vietnam 1960-1975.
Beberapa wartawan Kompas tahun 1960-an juga beraktivitas di Hotel Continental yang juga menjadi markas sementara beberapa kantor berita asing semasa Perang Vietnam.
Ke arah barat Union Square sekitar 400 meter, terdapat Pasar Ben Thanh yang ramai dikunjungi wisatawan untuk berbelanja cendera mata ataupun bersantap. Satu blok dari Gedung Opera Saigon, tepat di sebelah Hotel Sheraton, terdapat Masjid Jami Saigon yang di sekelilingnya terdapat aneka restoran halal.
Trang, wartawati asal Hanoi, mengatakan, mencari makanan halal dan masjid di bagian selatan Vietnam lebih gampang. Karena di wilayah tengah dan selatan Vietnam terdapat populasi Muslim dari Etnis Cham yang juga hidup di Kamboja.
Adapun Profesor Tuan, seorang guru besar kajian Indonesia di Ho Chi Minh City, mengatakan, ada beberapa masjid tua di sekitar Saigon yang dibangun keturunan Jawa dan beberapa suku di Indonesia yang terkait dengan masyarakat Muslim Cham di Vietnnam. Masjid Jami Saigon itu hanya berjarak 50 meter dari lapangan lanjutan Union Square yang membelah pusat Distrik 1, wilayah utama Kota Ho Chi Minh.
Tidak ada pungutan biaya dan tidak ada batas waktu berkunjung di ruang publik tersebut. Biasanya, warga masih mendatangi taman itu hingga pukul 03.00 atau 04.00. Banyak anak muda Vietnam bercampur dengan wisatawan menikmati malam-malam panjang di lapangan yang membentang sepanjang setengah kilometer lebih itu.
Banyak yang berolahraga, main skate board, sekadar makan-minum di lapangan di luar Union Square. Adapun Union Square dijaga tetap bersih dan steril dari pedagang. Pedagang kaki lima terdapat di berbagai sudut jalan yang mengapit lapangan publik tersebut. Namun, semua berjualan dengan bersih dan tertib.
Taman diapit pencakar langit
Lain lagi cerita tentang taman di tengah kota metropolitan dunia, Singapura. Ada banyak taman di Singapura, salah satu taman yang sering dikunjungi adalah taman di Fort Canning. Taman Fort Canning memiliki luas 18 hektar dengan fasilitas terbuka untuk umum. Taman itu dibuka 24 jam tanpa dipungut biaya.
Fort Canning menjadi pusat pertahanan Singapura semasa Perang Dunia II. Terdapat jaringan banteng bawah tanah terluas Fort Canning. Letaknya ada di belakang obyek wisata Clarke Quay di tepian Sungai Singapura, tidak jauh dari Patung Merlion.
Namun, ada batasan kunjungan bagi lokasi lubang pertahanan dan bunker di Fort Canning. Terdapat toko suvenir dan alat pemandu bagi pengunjung di Fort Canning untuk merasakan suasana semasa Perang Dunia II ketika Jepang menyerbu Singapura dan pertahanan Inggris kewalahan.
Selebihnya, terdapat taman untuk berjalan kaki dan berolahraga di seputar Fort Canning. Selain benteng, ada Taman Pemahat ASEAN, terdapat taman rempah, taman di puncak bukit Fort Canning, dan terowongan pohon di lokasi yang terletak tidak jauh dari MRT Dhoby Ghaut.
Museum Peranakan, Museum Pertahanan Sipil, dan Museum Anak Singapura terdapat di sudut timur Fort Canning. Ada danau kecil, mercusuar, dan makam keramat Iskandar Shah di puncak bukit dekat Museum The Battle Box. Ada satu hotel kolonial di Fort Canning, yakni Hotel Fort Canning, yang terletak di dekat Taman Pahatan ASEAN.
Jika ingin menginap dengan dana terbatas, ada penginapan YWCA Fort Canning dan YMCA One Orchard di dekat MRT Dhoby Ghaut yang bersisian dengan Fort Canning.