Rekor 24 Jam Raup 100 Juta Dollar AS, Masifnya Dukungan bagi Kamala Harris
Setelah Biden mundur dan mengalihkan dukungan kepada Kamala Harris, warga AS segera merogoh kocek untuk membantu Harris.
WASHINGTON, SELASA — Jalan Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris menjadi bakal calon presiden dari Partai Demokrat tampak semakin lancar. Hanya dalam dua hari setelah Presiden Joe Biden memutuskan turun dari panggung kampanye bakal calon presiden, Harris berhasil mengumpulkan sumbangan sebesar melebihi 100 juta dollar AS.
Angka tersebut tidak hanya dari penyumbang besar, tetapi mayoritas dari masyarakat akar rumput yang menyumbang kecil-kecil, tetapi masif. Media The Hill, tanpa menyebut sumbernya, melaporkan, Selasa (23/7/2024), sumbangan yang terkumpul sejak Minggu siang hingga Senin malam berasal lebih dari 1,1 juta penyumbang.
Pengumpulan dana sumbangan kampanye pemilu presiden sebesar itu dalam waktu cepat merupakan rekor. Masifnya sumbangan menjadi salah satu indikator masifnya dukungan.
Seperti diberitakan, Minggu (21/7/2024) waktu setempat atau Senin (22/7/2024) dini hari WIB, Biden resmi membatalkan niat ikut pemilu pada November 2024. Ia mendukung Harris menjadi bakal calon presiden AS dari Partai Demokrat.
Baca juga: Biden Mundur, Drama Baru Pilpres AS
Per Selasa (23/7/2024) siang, tim kampanye Harris mengumumkan, mereka telah mengumpulkan 100 juta dollar AS. Salah satu lembaga pendukung Harris, Future Forward, mengatakan bahwa mereka mengamankan janji sumbangan sebesar 150 juta dollar AS dari berbagai donor yang awalnya tidak yakin mau memberikan uang mereka apabila Biden yang maju.
Bahkan, pada Senin (22/7/2024) siang waktu Indonesia atau beberapa jam pascapengumuman mundurnya Biden, lembaga penggalangan dana untuk Partai Demokrat, Act Blue, menerima sumbangan dengan jumlah keseluruhan 27,5 juta dollar AS. Uang ini bukan dari pengusaha kaya, melainkan dari masyarakat awam yang memberikan sumbangan semampu mereka. Sumbangan untuk Harris ini di luar dana kampanye Biden sebesar 95 juta dollar AS.
Baca juga: Dari Gubernur, Pengacara, Eks Astronot, Siapa Bakal Cawapres Pendamping Kamala Harris?
Pada laman resmi Act Blue yang diakses pada Selasa (23/7/2024) pukul 15.05 WIB, organisasi itu menyatakan sudah mengumpulkan 100 juta dollar AS. Uang sumbangan tersebut akan dibagi rata untuk kampanye Harris dan Komite Kampanye Perubahan Progresif (PCCC).
Act Blue juga menayangkan video kampanye Harris tahun 2020 yang menerangkan bahwa kewajiban dia selaku Jaksa Penuntut Umum California ialah menindak pelaku kekerasan seksual dan Trump adalah seorang pelaku kejahatan itu.
”Ini pertama kali di dalam sejarah Act Blue mayoritas sumbangan berasal dari uang berjumlah kecil, tetapi masif. Para penyumbang di akar rumput bangkit untuk berpartisipasi di pemilihan umum”, cuit Act Blue di pelantar media sosial X.
Berdasarkan laporan majalah Fortune, per Juni 2024, tim kampanye Trump memiliki dana sebesar 115 juta dollar AS. Ini membuat Trump percaya diri ia bisa mengalahkan Biden apabila keduanya resmi maju ke pemilihan umum 5 November. Mundurnya Biden dan lonjakan dukungan untuk Harris ini menghadirkan kejutan bagi Trump sehingga wajar ia marah-marah karena harus mengulang strategi kampanye dari nol.
Baca juga: Joe Biden Mundur, Trump Marah-marah
”Kita tinggal menunggu hasil resmi Konvensi Nasional Partai Demokrat bulan Agustus. Jika Harris memang terpilih sah sebagai capres partai tersebut, dia berhak menggunakan dana kampanye Biden,” kata komisioner Komite Pemilu Federal AS, Dara Lindenbaum, kepada harian The New York Times.
Ini pertama kali di dalam sejarah Act Blue mayoritas sumbangan berasal dari uang berjumlah kecil, tetapi masif.
Kekuatan Harris mengumpulkan dana ini melebihi Trump ketika ia divonis bersalah oleh pengadilan di New York atas kasus menyogok aktris film dewasa Stormy Daniels pada kampanye pemilu 2016 supaya tidak menceritakan mereka pernah berselingkuh. Pascavonis, Trump mengumpulkan 50 juta dollar AS sumbangan dari pendukungnya.
Sementara itu, Biden sudah tertatih-tatih mengumpulkan sumbangan. Setelah penampilannya yang tidak prima dalam debat bakal calon presiden melawan Trump Juni lalu, Biden hanya bisa mengumpulkan 38 juta dollar AS. Para pendukung Partai Demokrat menahan uang mereka. Akan tetapi, ketika Biden mundur dan mengalihkan dukungan ke Harris, masyarakat segera merogoh kocek untuk membantu Harris.
Baca juga: Sebenarnya Biden Mundur dari Apa?
Jika ditelaah, ada 888.000 anggota masyarakat akar rumput yang menyumbang untuk Harris di dalam kurun 24 jam. Sebanyak 500.000 di antara mereka merupakan penyumbang pertama.
Pendonor besar masih pikir-pikir
Berdasarkan data yang dihimpun majalah Forbes, para donor besar Partai Demokrat masih belum banyak menyumbang ke celengan Harris. Organisasi kesetaraan jender EMILY’S List dan organisasi pergerakan progresif Way to Win yang didukung donor besar sudah mengumumkan dukungan mereka kepada Harris. EMILY’S List menjanjikan 20 juta dollar AS untuk Harris.
Baca juga: Dukungan untuk Kamala Harris Menguat, Trump Patut Waspada
Pendiri LinkedIn, Reid Hoffman, dan mantan Direktur Dana Moneter Internasional George Soros beserta putranya, Alex Soros, menyuarakan dukungan untuk Harris. Belum ada kabar mengenai jumlah uang yang akan mereka sumbangkan.
Sementara itu, pendiri Netflix, Reed Hastings; pengusaha permodalan ventura Vinod Khosla; dan pengusaha sekaligus mantan Wali Kota New York Michael Bloomberg masih menahan uang mereka.
”Lebih baik menunggu setelah konvensi nasional supaya calon resmi yang terpilih adalah orang yang pasti bisa menang di daerah-daerah mengambang (swing states),” kata Khosla.
Baca juga: Status Masih Bakal Calon, Biden Boleh Mundur Tanpa Sanksi
John Morgan, pengusaha dan salah satu penggalang dana terbesar Partai Demokrat, malah tidak mau menyumbang untuk Harris. Kepada media ABC, ia mengatakan bahwa Harris tidak otentik dan sejatinya ada tokoh-tokoh lebih menjanjikan di Partai Demokrat. Harapannya, konvensi nasional bisa memberikan kepastian tersebut.
Kesempatan menang
Para pakar politik menilai masih terlalu dini menakar apakah Harris dipastikan menjadi calon resmi Partai Demokrat lewat keputusan konvensi nasional. Jika hal itu terjadi pun, perjuangan menuju 5 November sangat berat. Pemilihan presiden AS tidak dimenangi melalui suara terbanyak seperti di Indonesia, tetapi melalui penghitungan para pemilik suara (delegates).
Istilah pemilik suara ialah para anggota Partai Republik ataupun Partai Demokrat yang memimpin distrik. Di Indonesia, mereka mirip seperti para anggota DPR, DPRD, dan DPD. Besarnya nilai satu pemilik suara ditentukan oleh jumlah penduduk di wilayah itu.
Baca juga: Plus-Minus Kekuatan Kamala Harris, Bagaimana Cara Dia Taklukkan Trump?
Misalnya, satu pemilik suara dari New York memiliki nilai suara lebih tinggi dibandingkan dengan satu pemilik suara dari Des Moines, Negara Bagian Iowa. Alasannya karena kota New York berpenduduk 8,8 juta jiwa dan Des Moines hanya 214.000 jiwa.
Setiap empat tahun, menjelang pemilu, dibentuk Kolese Elektoral AS (Electoral College). Warga pada 5 November nanti sejatinya mencoblos kolese elektoral di negara bagian masing-masing. Partai yang kolese elektoralnya mendapat suara terbanyak adalah yang calon presidennya dinyatakan menang pemilu.
Hal ini tecermin pada pemilu 2016. Hillary Clinton dari Partai Demokrat luar biasa populer di kalangan masyarakat. Apabila dihitung suara warga untuk dia, Clinton menang telak. Akan tetapi, dari sisi kolese elektoral, ternyata condong kepada Trump. Walhasil, Trump yang dinyatakan memenangi pemilu.
Adrian Beaumont, analis pemilu AS untuk The Conversation, menelaah aspek plus pertama Harris ialah umurnya yang lebih muda dibandingkan dengan Biden dan Trump. Biden kini 81 tahun dan Trump 78 tahun, adapun Harris 59 tahun. Dari segi kesehatan dan stamina Harris lebih mumpuni memimpin untuk empat tahun ke depan.
Baca juga: Sejarah Mencatat, Biden Bukan Petahana Presiden AS Pertama yang Mundur
Nilai plus berikut ialah negara-negara bagian mengambang yang antara lain adalah Pennsylvania, Arizona, Wisconsin, dan Nevada. Di situ, Biden tidak populer. Akan tetapi, pada saat yang sama, kader-kader Partai Demokrat memenangi pemilihan legislatif dan pemilihan kepala daerah. Masih ada harapan Harris bisa merebut hati masyarakat di sana.
Nilai plus ketiga ialah menurunnya inflasi di AS menjadi 3 persen per Juni 2024. Ini poin terendah sejak tahun 2023. Membaiknya perekonomian bisa menjadi senjata bagi kampanye Harris bahwa pemerintah bisa bangkit selepas pandemi Covid-19.
Ada penambahan 206.000 lowongan pekerjaan. Memang, angka pengangguran masih 4,1 persen atau tertinggi sejak 2021. Akan tetapi, setidaknya Harris bisa mengatakan bahwa pemerintah telah membuka lapangan pekerjaan dan tinggal masyarakat mau mengambil atau tidak.
Isu jender
Persoalan lain mengenai pencalonan Harris ialah mengenai kesiapan rakyat AS memiliki kepala negara yang berjenis kelamin perempuan dan dengan kulit berwarna. Apabila Hillary Clinton kalah dari Trump pada 2016, apa ada kesempatan Harris untuk menang?
Liputan berbagai media arus utama menguak perbedaan pendapat di kalangan rakyat. Daily Beast, misalnya, menemukan bahwa warga AS, termasuk perempuan, kurang menyukai perempuan sebagai kepala negara. Alasannya murni emosional, yaitu perempuan kepala negara—dengan Clinton dan Harris sebagai contoh—tidak keibuan, mementingkan karier daripada keluarga, dan terkesan galak. Sentimen serupa tidak mereka rasakan terhadap laki-laki politikus.
Namun, survei lembaga Pew tahun 2023 mengungkapkan bahwa 39 persen responden berpendapat perempuan kepala negara lebih pandai bernegosiasi dan berkompromi, 37 persen mengatakan perempuan pemimpin lebih bisa menjaga martabat dan marwah politik, dan 34 persen responden berpendapat perempuan pemimpin bisa lebih etis dibandingkan dengan laki-laki pada posisi yang sama.
”Jika melihat isu penting bagi rakyat AS adalah soal kesejahteraan keluarga, akses pendidikan, layanan kesehatan, dan kesempatan bekerja ataupun berwiraswasta, semua itu lekat dengan perempuan,” kata Jamie Van Horne Robinson, pendiri Electing Women Seattle. (AP/REUTERS)