Israel Tidak Berhak atas Wilayah Palestina, Pendudukan Israel Ilegal
Para pemukim di wilayah itu harus keluar. Dengan melanggar hukum internasional, Israel akan lebih terisolasi.
DEN HAAG, JUMAT — Israel tidak lagi bisa berkilah dan mengelak. Secara politik dan hukum, posisi Israel atas Palestina rapuh dan tidak memiliki alas. Mahkamah Internasional menyatakan, pendudukan Israel yang telah terjadi selama puluhan tahun di wilayah Palestina, di Tepi Barat dan Jerusalem Timur, adalah ilegal. Pembangunan permukiman di wilayah itu harus segera dihentikan dan semua pemukim di wilayah yang diduduki harus dievakuasi. Israel tidak mempunyai hak atas kedaulatan di wilayah tersebut.
Baca juga: Membongkar Kezaliman Israel atas Palestina di Mahkamah Internasional
Israel juga telah melanggar hukum internasional dengan kekerasan dan menghalangi hak warga Palestina untuk menentukan nasib sendiri. Belum pernah ada pernyataan seperti ini terhadap pendudukan Israel atas tanah yang direbutnya 57 tahun lalu itu.
Pernyataan Mahkamah Internasional (ICJ) yang disebut sebagai ”pendapat penasihat” (advisory opinion), Jumat (19/7/2024), itu bersifat tidak mengikat. ICJ bertugas mengatur perselisihan antarnegara. Biasanya keputusan-keputusannya bersifat mengikat, tetapi praktik penegakan keputusan-keputusannya yang terbatas.
Pada kasus ini, pendapat ICJ tidak mengikat, tetapi bisa ditindaklanjuti. Pendapat ICJ ini tetap memiliki bobot hukum internasional dan dapat melemahkan dukungan terhadap Israel. Tekanan diplomatik terhadap Israel juga bisa menguat. Sebelumnya, Kamis (18/7/2024), parlemen Israel memutuskan untuk menentang negara Palestina. Israel menyebutnya ”ancaman eksistensial”.
Dalam ringkasan pendapat setebal 80 halaman itu, ICJ juga menyebutkan negara-negara lain diwajibkan untuk tidak memberikan bantuan atau membantu mempertahankan kehadiran Israel di wilayah tersebut. Sebagaimana diketahui, selama ini Amerika Serikat adalah sekutu dan pendukung militer terbesar Israel. ICJ juga menyebut kewajiban Israel membayar ganti rugi atas kerugian selama ini.
Baca juga: PBB Kembali Desak Israel Hentikan Pembangunan Permukiman Yahudi
”Permukiman Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, dan rezim yang terkait dengannya, telah didirikan dan dipertahankan dengan melanggar hukum internasional,” kata Presiden ICJ Nawaf Salam yang membacakan temuan panel yang beranggotakan 15 hakim itu.
Indonesia dukung ICJ
Kementerian Luar Negeri Indonesia menyambut positif fatwa hukum ICJ itu. Fatwa hukum itu telah memenuhi aspirasi Indonesia dan komunitas internasional untuk mewujudkan keadilan bagi Palestina. ICJ telah memenuhi perannya menegakkan aturan berdasarkan tatanan internasional dengan menetapkan status ilegal terhadap keberadaan Israel di wilayah pendudukan Palestina. Indonesia mendukung pandangan ICJ agar semua negara dan Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak mengakui situasi yang ditimbulkan akibat pendudukan ilegal Israel.
Sejalan dengan fatwa ICJ, Indonesia mendesak Israel untuk segera mengakhiri keberadaannya yang ilegal itu. Israel harus mengakhiri pembangunan permukiman ilegal dan mengevakuasi seluruh pemukim Yahudi secepatnya. Indonesia selanjutnya mendorong agar Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB memenuhi permintaan ICJ untuk mengambil langkah yang tepat guna mengakhiri keberadaan ilegal Israel di Palestina.
Baca juga: MIKTA Sepakat Pendudukan Israel di Palestina Harus Dihentikan
”Indonesia mengajak masyarakat internasional dan PBB untuk bersama-sama menindaklanjuti fatwa hukum tersebut dan memberikan pengakuan terhadap keberadaan negara Palestina”, sebut pernyataan tertulis Kemenlu RI di media sosial X.
Kementerian Luar Negeri Palestina menyebut pendapat ICJ itu bersejarah dan mendesak negara-negara untuk mematuhinya. Kantor Presiden Palestina Mahmud Abbas juga menuntut agar Israel segera melaksanakannya. ”Tidak ada bantuan. Tidak ada uang. Tidak ada senjata. Tidak ada perdagangan. Tidak ada tindakan apa pun untuk mendukung pendudukan ilegal Israel,” kata Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki.
Penolakan Israel
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengecam pendapat ICJ itu karena wilayah tersebut adalah bagian dari ”tanah air” bersejarah masyarakat Yahudi. Netanyahu menilai ICJ ”tidak masuk akal”, salah dan hanya beropini sepihak. Penyelesaian politik di kawasan itu hanya dapat dicapai melalui negosiasi. Ini pendirian Israel dari dulu yang tidak berubah.
Baca juga: AS Tegur Israel soal Permukiman di Homesh
Menteri Keamanan Nasional sayap kanan dan juga seorang pemukim, Itamar Ben Gvir, menyebut ICJ sebagai organisasi politik dan anti-Semit. Pemimpin oposisi berhaluan tengah Yair Lapir menilai pendapat ICJ itu tidak berhubungan, sepihak, tercemar dengan anti-Semitisme, dan tidak memahami realitas di lapangan.
”Orang-orang Yahudi bukanlah penjajah di tanah mereka sendiri, tidak di ibu kota abadi kami, Yerusalem, atau di warisan leluhur kami di Yudea dan Samaria, wilayah Tepi Barat yang diduduki. Keputusan di Den Haag ini bohong dan memutarbalikkan kebenaran sejarah. Legalitas permukiman Israel di seluruh wilayah tanah air kita tidak dapat disangkal,” kata Netanyahu.
Pendapat ICJ ini juga membuat marah para pemukim Tepi Barat dan politisi Israel seperti Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, yang partai keagamaan nasionalisnya dekat dengan gerakan pemukim dan tinggal di permukiman Tepi Barat. Dalam unggahannya di X, dia menyerukan untuk secara resmi mencaplok Tepi Barat. Ketua Dewan Regional Binyamin—salah satu dewan pemukim terbesar—Israel Gantz mengatakan, pendapat ICJ itu bertentangan dengan Alkitab, moralitas, dan hukum internasional.
Baca juga: Eksploitasi Perang dengan Hamas, Israel Caplok "Garis Hijau" di Jerusalem Timur
Keputusan ICJ ini muncul sebagai tanggapan atas permintaan pendapat hukum dari Majelis Umum PBB pada tahun 2022 mengenai konsekuensi hukum dari ”pendudukan, penyelesaian, dan aneksasi berkepanjangan Israel atas wilayah Palestina yang diduduki sejak 1967”. Selama Perang Enam Hari tahun 1967, Israel menduduki Jalur Gaza dan Tepi Barat, termasuk Jerusalem Timur yang dianeksasi dengan cepat.
Sejak itu, Israel terus membangun dan memperluas permukiman di Tepi Barat. Para pemimpin Israel berargumen wilayah tersebut tidak diduduki secara hukum karena berada di wilayah sengketa. Namun, PBB dan mayoritas komunitas internasional menganggap wilayah tersebut sebagai wilayah pendudukan.
Sikap dunia
Pada Februari, sekitar 50 negara menyampaikan pandangan mereka di pengadilan. Perwakilan Palestina meminta ICJ memutuskan Israel harus menarik diri dari seluruh wilayah pendudukan dan membongkar permukiman ilegal. Israel tidak ikut dalam sidang itu, tetapi mengajukan pernyataan tertulis yang menyebutkan pendapat ICJ itu berisiko bisa mengganggu penyelesaian konflik Israel-Palestina.
Baca juga: Jalan Panjang Menyingkap Kejahatan Genosida Israel terhadap Palestina
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ke ICJ dinilai Israel pertanyaan yang merugikan dan tendensius. Mayoritas negara yang berpartisipasi meminta ICJ menyatakan bahwa pendudukan tersebut ilegal. Sementara hanya segelintir negara, termasuk Kanada dan Inggris, yang berpendapat bahwa ICJ harus menolak memberikan pendapat.
AS juga sudah meminta ICJ untuk tidak memerintahkan penarikan pasukan Israel tanpa syarat dari wilayah Palestina. AS berpandangan ICJ tidak boleh mengeluarkan keputusan yang dapat merugikan perundingan menuju solusi dua negara berdasarkan prinsip ”tanah untuk perdamaian”.
Pada 2004, ICJ pernah mengeluarkan keputusan yang menyatakan bahwa tembok pemisah Israel di sekitar sebagian besar Tepi Barat adalah ilegal dan permukiman Israel didirikan dengan melanggar hukum internasional. Israel juga menolak keputusan itu.
Peneliti senior di lembaga kajian Clingendael di Den Haag, Erwin van Veen, mengatakan, dengan melanggar hukum internasional, Israel akan lebih terisolasi secara internasional. Setidaknya dari sudut pandang hukum. Keputusan ICJ itu akan menghapus segala jenis landasan hukum, politik, dan filosofis yang mendasari proyek ekspansi Israel.
Baca juga: AS Menentang Pembangunan Permukiman Israel
Hal ini juga dapat meningkatkan jumlah negara yang mengakui negara Palestina, khususnya di Barat, mengikuti langkah Spanyol, Norwegia, dan Irlandia. Berbeda dengan Washington, komunitas internasional menilai permukiman ilegal itu menghambat perdamaian.
Menurut kelompok pemantau antipermukiman Peace Now, Israel telah membangun lebih dari 100 permukiman. Populasi pemukim di Tepi Barat tumbuh lebih dari 15 persen dalam lima tahun terakhir hingga menjadi sekitar 500.000 warga Israel. Penduduk mereka adalah warga negara Israel yang diatur oleh undang-undang domestik dan dilayani oleh kementerian, layanan, bank, dan bisnis lainnya. Ini secara efektif mengintegrasikan mereka ke dalam Israel.
Israel juga telah mencaplok Jerusalem Timur dan menganggap seluruh kota itu sebagai ibu kotanya dan ada tambahan 200.000 warga Israel sebagai pemukimnya. Penduduk Palestina di kota tersebut menghadapi diskriminasi sistematis sehingga menyulitkan mereka untuk membangun rumah baru atau memperluas rumah yang sudah ada.
(Reuters/AFP/AP)