Mengapa Boeing Mengaku Bersalah atas Kecelakaan Lion Air?
Pengakuan bersalah Boeing karena menipu FAA berbuntut panjang. Apa yang terjadi dan bagaimana nasib Boeing ke depannya?
Apa yang bisa Anda pelajari dari artikel ini:
- Apa yang terjadi dengan Boeing?
- Mengapa Boeing mengaku bersalah?
- Bagaimana suara keluarga korban?
- Apa yang akan terjadi selanjutnya pada Boeing?
Sejumlah insiden di udara melibatkan pesawat buatan Boeing. Dari sejumlah insiden tersebut, ada dua kecelakaan fatal yang melibatkan Boeing 737 Max, salah satunya menimpa pesawat yang dioperasikan oleh Lion Air.
Penyelidikan pun digelar dengan melibatkan banyak pihak, hingga akhirnya Boeing mendapat beragam tuntutan, termasuk dari pihak berwenang Amerika Serikat dan keluarga korban. Lantas, apa yang dapat kita ketahui dari isu ini?
Apa yang terjadi dengan Boeing?
Sejak Januari 2024, Boeing mengalami berbagai kejadian naas yang menimpa penerbangan pengguna pesawat jet yang diproduksinya. Awal Januari 2024, pesawat penumpang Alaska Airlines 1282 yang terbang dari Portland, Amerika Serikat, ke Ontario, California, mengalami musibah ketika panel pintunya terlepas saat baru terbang di ketinggian 5.000 meter atau sekitar 16.300 kaki dari permukaan tanah.
Akibat kejadian itu, Otoritas Penerbangan Federal Amerika Serikat (FAA) melarang terbang 171 pesawat Boeing 737 Max 9 yang dimiliki berbagai maskapai di wilayah udara AS. Sebagian penumpang Alaska Airlines mengajukan gugatan terhadap Boeing.
Terhadap sejumlah insiden yang menimpa Boeing, penyelidikan FAA menyebut ada kegagalan dalam proses produksi, terutama dari segi keamanan produk saat pesawat-pesawat itu dibuat. FAA dalam laporannya menyebut Boeing mengalami kegagalan pada 33 dari 89 pemeriksaan keamanan.
Terungkapnya kelemahan itu tak lama setelah John Barnett, saksi kunci FAA, ditemukan tewas di sebuah hotel di Carolina Selatan. Belum ada penyelidikan lanjutan atas tewasnya saksi kunci tersebut. Keterangan sementara menyebut Barnett tewas karena bunuh diri.
Baca juga: Boeing Terbukti Gagal dalam Puluhan Pemeriksaan Keamanan
Masalah tak berhenti sampai di situ. Insiden itu justru terjadi sebelum implementasi seluruh putusan terkait kecelakaan fatal di tahun 2018 dan 2019 tuntas. Kecelakaan itu melibatkan pesawat Boeing 737 Max 8 milik Lion Air dan Ethiopia Airlines.
Baca juga: Boeing Teledor, Penumpang Nyaris Tersedot Keluar Pesawat
Berdasarkan perjanjian 2021 yang berlaku tiga tahun itu, Departemen Kehakiman setuju untuk tidak menuntut Boeing atas tuduhan penipuan terhadap Otoritas Penerbangan Federal AS (FAA) terkait sertifikasi pesawat seri 737 Max. Syaratnya, perusahaan tersebut merombak praktik kepatuhannya dan menyerahkan laporan rutin. Boeing juga setuju untuk membayar denda pidana untuk menyelesaikan penyelidikan tersebut.
Masa berlaku perjanjian itu hampir berakhir ketika pada 5 Januari 2024 satu insiden yang melibatkan pesawat Boeing kembali terjadi. Diketahui, panel pintu pesawat Boeing 737 Max milik maskapai Alaska Airlines terlepas saat pesawat lepas landas. Pesawat berhasil mendarat darurat dengan semua penumpang dan kru selamat.
Insiden itu mendorong penyelidikan baru terhadap raksasa dirgantara tersebut, termasuk satu penyelidikan oleh Departemen Kehakiman. Pihak kejaksaan di Amerika Serikat lantas memberi rekomendasi kepada Departemen Kehakiman AS untuk mengajukan tuntutan pidana kepada Boeing. Rekomendasi itu diberikan setelah adanya dugaan pelanggaran penyelesaian dan kepatuhan pada kesepakatan terkait dua kecelakaan fatal itu.
Sejumlah penyelidikan terkait kecelakaan dilakukan. Melansir dari BBC edisi 12 Desember 2019, Petugas Keamanan Penerbangan dari kedua negara yang melakukan penyelidikan mengidentifikasi sistem kontrol otomatis 737 Max 8 yang disebut MCAS sebagai faktor pemicu kecelakaan.
Mengapa Boeing mengaku bersalah?
Sejumlah insiden yang melibatkan Boeing memaksa manajemen perusahaan penerbangan yang berpusat di Arlington County, Virginia, ini memilih opsi bersalah atas konspirasi untuk menipu atau mengelabui FAA dan Pemerintah AS dalam proses sertifikasi keamanan jet komersial MAX milik mereka. Dalam sebuah laporan, Boeing menyebut bahwa dua pilot uji yang mereka tugaskan mengelabui FAA soal kemampuan sistem pengendali pesawat.
Baca juga: Boeing Gagal Jaga Keamanan, Penumpang Menolak Terbang
Pemilihan opsi ini dilakukan Boeing karena selain nilai ganti rugi yang rendah bagi ahli waris korban, yakni korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 dan Ethiopian Airlines ET-302, juga akan menghindarkan manajemen dari tuntutan di pengadilan. Sebelumnya, keluarga korban menuntut manajemen Boeing diseret ke pengadilan atas kasus pidana dugaan pembunuhan korban kecelakaan dua pesawat, yakni Lion Air dan Ethiopian Airlines.
Baca juga: Boeing Mengaku Bersalah Terkait Kecelakaan Lion Air
Pengakuan telah menipu hanya membuat Boeing didenda hingga setidaknya 487 juta dollar AS. Angka ini jauh lebih kecil daripada jika Boeing diseret ke pengadilan pidana karena tuntutan keluarga korban jauh lebih besar, yakni senilai 24,8 miliar dollar AS.
Opsi bersalah atas konspirasi tersebut juga mengharuskan Boeing berinvestasi setidaknya 455 juta dollar AS untuk memperbaiki kualitas keamanan dan keselamatan produk pesawatnya. Pesawat tersebut akan berada dalam masa percobaan yang diawasi pengadilan selama tiga tahun, dan Departemen Kehakiman akan menunjuk pemantau independen untuk mengawasi kepatuhan Boeing.
Bagaimana sikap keluarga korban?
Kesepakatan yang hanya mencakup pengakuan bersalah atas konspirasi penipuan itu menjadi dasar keberatan para kerabat korban. Dua kecelakaan itu mengakibatkan semua penumpang dan kru pesawat tewas, yaitu 189 orang di Lion Air JT-610 dan 157 orang di Ethiopian Airlines ET-302.
Baca juga: Hanya Dua Pilihan Boeing: Mengaku Bersalah atau Sidang Kriminal
Pengakuan tersebut membuat Boeing hanya perlu membayar denda hingga 487 juta dollar AS, jauh lebih kecil dari tuntutan keluarga korban yang mencapai 24,8 miliar dollar AS. Boeing juga tak perlu menghadapi pengadilan terbuka atas tewasnya 346 orang di kedua pesawat itu.
Baca juga: Keluarga Korban Lion Air JT-610 Kecam Pengakuan Bersalah Boeing, Kenapa?
Keluarga korban kecelakaan Lion Air dan Ethiopian Airlines menolak keputusan Departemen Kehakiman AS yang menawarkan dua opsi tersebut kepada Boeing. Pengakuan Boeing menipu FAA juga akan digugat di pengadilan federal Texas.
Menurut keluarga korban, kesepakatan itu terlalu lunak mengingat jumlah korban tewas yang sangat besar. Mereka menemui ajal akibat kelalaian Boeing dalam proses produksi pesawat jenis Max.
Tak hanya menginginkan proses peradilan berlanjut, keluarga korban juga menginginkan para pemimpin Boeing diajukan ke meja hijau.
Baca juga: Peluang Menggugat Boeing Terbuka Lagi
Zipporah Kuria (28), warga Inggris, meyakini proses pengadilan akan mengungkap fakta baru penyebab kecelakaan tersebut. Dia menilai kesepakatan antara Departemen Kehakiman AS dan Boeing telah merampas hak keluarga korban untuk memperoleh keadilan.
Nadia Milleron, ibu Samya Stumo (24) yang menjadi korban dalam kecelakaan ET-302, mengatakan, dirinya menginginkan para CEO Boeing bertanggung jawab dan diseret ke meja hijau.
Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Pengadilan Federal Fort Worth, Texas, akan melakukan persidangan untuk meninjau permintaan keluarga korban yang menolak kesepakatan Departemen Kehakiman dan Boeing. Persidangan akan dipimpin oleh Hakim Reed O’Connor. Seperti sidang-sidang lainnya, terbuka peluang bahwa gugatan itu diterima atau ditolak. Tanggal sidang belum ditentukan.
Deborah Curtis, mantan pengacara Departemen Kehakiman, mengatakan, kesepakatan antara terdakwa dan pemerintah federal dalam pandangan banyak pihak merupakan hal yang kontroversial. Hakim, dalam pandangannya, tidak sepakat dengan hal itu secara umum. ”Mereka (hakim) merasa hal itu merampas kewenangannya,” kata Curtis.
Hakim O’Connor dipandang memiliki kecenderungan tidak sepakat dengan adanya kesepakatan antara pemerintah federal dan terdakwa. Akan tetapi, dia tetap menghormatinya dan menyatakan bahwa majelis hakim tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan model penyelesaian kasus hukum seperti itu.
Baca juga: FAA Akui Berandil pada Insiden Boeing 737 Max 9
Baca juga: Empat Langkah Boeing Perbaiki Kepercayaan Publik
Baca juga: Nyawa yang Hilang Takkan Kembali, Boeing Harus Serius
Di luar kasus hukum tersebut, Boeing dikabarkan tengah melakukan pembicaraan dengan Departemen Pertahanan AS tentang dampak pengakuan itu pada sejumlah kontrak kerja yang telah dan akan disepakati. Pengakuan itu berpotensi mengancam arus kas perusahaan, terutama dengan Departemen Pertahanan dan NASA.