Insiden Menimpa Boeing Lagi, 17 Penumpang Korean Air Dirawat
Akibat sensor tekanan udara bermasalah, Boeing 737 Max 8 maskapai Korean Air menukik tajam dari ketinggian 30.000 kaki.
Oleh
IWAN SANTOSA
·4 menit baca
SEOUL, SELASA - Maskapai penerbangan Korea Selatan, Korean Air, Selasa (25/6/2024), menyelidiki insiden darurat pesawat Boeing 737-8 yang dioperasikannya pada akhir pekan lalu. Pesawat Korean Air KE189 dari Incheon, Korsel, tujuan Taiwan itu, Sabtu (22/6/2024), tiba-tiba mengurangi ketinggian dan mengalihkan pendaratan kembali ke Incheon.
Akibat insiden tersebut, sebanyak 17 penumpang harus dirawat di rumah sakit. ”Kami bekerja sama penuh dengan pihak-pihak terkait untuk menyelidiki kejadian-kejadian terkait insiden itu. Kami meminta maaf kepada semua pihak yang terdampak oleh insiden ini,” demikian pernyataan perwakilan Korean Air kepada AFP.
Dalam keterangan resmi Korean Air di Seoul, Senin (24/6/2024), disebutkan bahwa tindakan menurunkan ketinggian pesawat adalah prosedur jika terdeteksi gangguan tekanan udara kabin untuk menghindari bahaya kekurangan oksigen terhadap penumpang dan awak kabin. Diduga, sensor tekanan udara kabin rusak.
Saat itu, pesawat harus turun tajam 26.900 kaki dalam 5 menit (versi lain menyebutkan 10 menit dan 15 menit) dari ketinggian jelajah di atas 30.000 kaki (sekitar 10 kilometer) dari permukaan bumi. Insiden ini terjadi sekitar 50 menit setelah pesawat lepas landas. Pesawat dengan 125 penumpang dan awak itu tidak meneruskan penerbangan ke Taiwan, melainkan berbalik arah dan kembali mendarat di Incheon.
Pesawat Boeing 737 Max 8 tersebut tinggal landas pukul 16.45 waktu setempat. Setelah baru terbang sekitar 50 menit, pesawat itu tiba-tiba menukik tajam dalam lima menit. Pesawat tersebut kembali ke Bandara Incheon setelah tiga jam terbang. Kantor berita Korsel, Yonhap, melaporkan, pesawat mendarat kembali pukul 19.38 waktu setempat.
Para penumpang menceritakan kepanikan di dalam kabin penumpang saat insiden terjadi. Disebutkan, masker oksigen secara otomatis turun dari langit-langit kabin. Para penumpang anak-anak menjerit dan menangis ketika pesawat menukik turun dengan cepat.
Seorang penumpang bermarga Tseng, seperti diberitakan Taipei Times, menuturkan bahwa anak-anak menangis menjadi-jadi di tengah kekalutan ”Saya takut pesawat akan jatuh menghantam bumi,” ujarnya.
Dari 125 penumpang dan awal, sebanyak 17 penumpang dirawat di rumah sakit akibat berbagai keluhan, termasuk hiperventilasi yang dapat memicu stroke akibat pecah pembuluh darah otak. Adapun para penumpang lainnya diterbangkan keesokan hari dan tiba dengan selamat di Bandara Kota Taichung, Taiwan, Minggu (23/6/2024).
Gangguan pembuluh darah otak
Yonhap melaporkan, ada 15 penumpang mengalami hiperventilasi dan sakit pada gendang telinga, hidung mengeluarkan darah, dan sakit kepala. Hiperventilasi adalah kondisi ketika seseorang bernapas sangat cepat yang menyebabkan ketidakseimbangan kadar oksigen dan karbon dioksida dalam tubuh. Hal ini dipicu perubahan ketinggian yang mengakibatkan perbedaan tekanan udara sehingga menimbulkan reaksi pada tubuh manusia.
Kami memberikan dukungan terhadap para penumpang berupa akomodasi, makanan, dan transportasi. Kami meminta maaf atas insiden yang terjadi.
Kondisi hiperventilasi mengakibatkan sistem pernapasan mengeluarkan lebih banyak karbon dioksida dari keadaan normal. Hal itu dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah menuju otak.
Seorang juru bicara Korean Air mengatakan, pihak maskapai mengadakan penyelidikan menyeluruh mengenai apa yang membuat sistem kontrol tekanan udara gagal berfungsi sebagaimana mestinya. Korean Air akan melakukan pemeriksaan menyeluruh sebelum mengoperasikan kembali pesawat tersebut.
”Kita akan bekerja sama penuh dengan otoritas penerbangan terkait insiden yang terjadi. Kami memberikan dukungan terhadap para penumpang berupa akomodasi, makanan, dan transportasi. Kami meminta maaf atas insiden yang terjadi,” kata jubir Korean Air.
Pesawat Korean Air yang mengalami gangguan tersebut baru berusia lima tahun. Pesawat itu diserahkan oleh pabrikan Boeing ke Korean Air pada Juli 2022.
Dalam insiden lain pada awal tahun 2024, pesawat Korean Air bersenggolan dengan pesawat Cathay Pacific di Bandara Chitose Baru di Pulau Hokkaido, Jepang. Tidak ada korban dalam insiden tersebut.
Tahun lalu, Korean Air mengonfirmasi dalam situsnya akan menimbang bobot penumpang bersama barang bawaan untuk pertimbangan keselamatan penerbangan. Langkah tersebut juga diikuti Maskapai Air New Zealand, Juni 2023.
Sepekan insiden penerbangan
Kejadian Korean Air tersebut menjadi salah satu dari sejumlah insiden penerbangan sepekan terakhir. Pada Kamis (20/6/2024), pesawat Malaysia Airlines terpaksa terbang kembali ke Bandar Udara di Hyderabad, India, setelah salah satu mesinnya terlihat mengeluarkan api.
Pada hari yang sama, penutup mesin pesawat United Airlines yang terbang dari Connecticut ke Colorado di Amerika Serikat copot saat tinggal landas.
Beragam pesawat buatan Boeing mengalami banyak persoalan. Pada 9 Januari 2024, jendela yang digunakan sebagai pintu darurat pesawat Boeing 737 Max 9 milik Alaska Airlines terlepas di angkasa pada ketinggian 16.000 kaki (sekitar 4,5 kilometer dari permukaan bumi).
Insiden Alaska Air mengakibatkan CEO Boeing Dave Calhoun dan Direktur Utama Boeing Larry Kellner menyatakan akan mengundurkan diri dari korporasi Boeing pada akhir 2024.
Tuntutan pidana
Sejumlah saksi terhadap standar keselamatan dan kualitas produksi Boeing muncul ke publik memberikan keterangan tentang beragam masalah yang terjadi. Beberapa dari saksi itu meninggal tidak lama setelah mereka mulai memberikan kesaksian soal standar keselamatan dan kualitas dalam produksi pesawat Boeing.
Departemen Kehakiman Amerika Serikat (DOJ) diminta Jaksa Amerika Serikat agar mengajukan tuntutan pidana terhadap pabrikan Boeing terkait kecelakaan fatal yang menimpa Boeing 737 Max 8 milik Lion Air dan Ethiopian Airlines di tahun 2018 dan tahun 2019. Seluruh penumpang dan awak pesawat tewas dalam dua insiden terpisah itu.
Petugas keamanan penerbangan Indonesia dan Ethiopia menyimpulkan sistem kendali otomatis 737 Max 8 menjadi pemicu kecelakaan.
Boeing dan Departemen Kehakiman AS menandatangani perjanjian penuntutan yang ditangguhkan (DPA). Dalam aturan DPA, Boeing akan membayar denda pidana lebih dari 2,5 miliar dollar AS dengan perincian denda pidana 243,6 juta dollar AS dan pembayaran kompensasi kepada pelanggan maskapai Boeing 737 Max sebesar 1,77 miliar dollar AS dan dana penerima manfaat kepada korban kecelakaan sebesar 500 juta dollar AS kepada 346 korban insiden Lion Air dan Ethiopian Airlines. (AP/AFP)