Perempuan Pemimpin Perusahaan Kian Bertambah, tetapi Masih Kalah dari Laki-laki
Isu ketimpangan jender di perusahaan-perusahaan bisnis belum hilang meski jumlah perempuan CEO semakin bertambah.
Jumlah perempuan yang menduduki jabatan puncak di perusahaan-perusahaan dengan gaji tinggi di Amerika Serikat semakin bertambah pada 2023. Meski dianggap positif, kenyataan ini secara keseluruhan masih belum bagus mengingat dari segi angka, jumlah perempuan pemimpin perusahaan masih kalah dengan jumlah laki-laki pemimpin perusahaan.
Dalam analisis yang dilakukan Equilar untuk kantor berita Associated Press (AP) terhadap 341 pemimpin perusahaan, Senin (3/6/2024), sebanyak 25 orang di antaranya adalah CEO perempuan. Jumlah ini menjadi yang terbanyak sepanjang survei sejak survei serupa dilakukan mulai tahun 2011. Sebelumnya, jumlah perempuan CEO yang tercatat cukup banyak, yaitu pada 2017, dengan 21 perempuan.
Para CEO yang masuk survei dan analisis adalah mereka yang sudah dua tahun menduduki jabatan tersebut. Perusahaan mereka juga mengirimkan pernyataan dalam periode antara 1 Januari dan 30 April 2024.
Namun, ada juga perempuan CEO terkemuka yang tidak disertakan karena mereka menjadi CEO kurang dari dua tahun. Atau, perusahaan mereka mengajukan pernyataan di luar periode Januari hingga April 2024, termasuk Julie Sweet dari konsultan Accenture dan Sue Nabi, CEO Coty Inc.
Baca juga: Beri Perempuan Kesempatan, Akan Berjalan Lebih Cepat
Christy Glass, profesor sosiologi pada Utah State University yang mempelajari kesetaraan, inklusi, dan kepemimpinan, mengatakan, tahun ini jumlah perempuan CEO lebih banyak dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, dan itu merupakan hal positif. Namun, secara keseluruhan trennya mengecewakan.
”Kita akan melihat tahun di mana ada semacam tahun yang gemilang bagi perempuan CEO. Namun, satu atau dua tahun kemudian, kita akan melihat pergantian yang signifikan,” ujar Glass.
Dari penelitiannya, Glass masih menemukan proporsi yang tidak seimbang antara jumlah pria dan wanita dalam posisi tertinggi di perusahaan.
Organisasi Buruh Internasional (ILO), badan PBB yang mengurusi tenaga kerja, pada studi 2019 menyebutkan, perempuan saat ini lebih terdidik dan lebih aktif dalam angkatan kerja daripada era-era sebelumnya. Selain itu, juga semakin banyak perempuan bekerja dalam posisi manajerial. Namun, senada dengan penelitian Glass, ILO menyatakan bahwa terlepas dari kemajuan itu keterwakilan para perempuan di posisi puncak perusahaan bisnis masih tertinggal dari laki-laki.
Menurut penelitian ILO, sejak 1991 perempuan mengisi posisi manajerial lebih cepat daripada laki-laki, khususnya di negara-negara berpendapatan tinggi. Namun, penelitian mereka juga menunjukkan, perempuan masih harus menempuh jalan panjang sebelum mereka menyamai jumlah laki-laki dalam peran ini.
Dalam studi ILO disebutkan, masih ada ketidakseimbangan jender di eselon tertinggi dunia bisnis, dalam peran eksekutif, dan di ruang rapat. Selain itu, semakin besar perusahaan, semakin kecil kemungkinan perempuan menduduki posisi pucuk pimpinan.
Baca juga: Berinvestasi pada Perempuan, Mempercepat Kemajuan dan Transisi Dunia
Studi ILO memaparkan, hampir 75 persen perusahaan di seluruh dunia memiliki kebijakan kesempatan yang sama atau keberagaman dan inklusi. Namun, penelitian juga menunjukkan, kebijakan tentang itu tidak cukup untuk memperbaiki ketidakseimbangan jender di level atas bisnis.
Beban pekerjaan domestik
Di negara-negara berpendapatan tinggi ataupun rendah, perempuan masih melakukan sebagian besar pekerjaan domestik dan perawatan, bahkan ketika mereka juga bekerja penuh. Banyak pula usaha bisnis dijalankan dengan budaya karyawan harus siaga: karyawan diharapkan bekerja lembur, menerima panggilan telepon di luar jam kerja, dan menjawab surat elektronik pada hari libur sebagai hal yang biasa.
Hal ini membuat perempuan sangat sulit untuk bersaing secara efektif dengan rekan kerja laki-laki dan naik pangkat karena karyawan perempuan terus menyeimbangkan antara tanggung jawab keluarga dan prioritas karier. Selain itu, perempuan manajer juga cenderung terkonsentrasi pada fungsi-fungsi pendukung bisnis, seperti SDM, keuangan, dan administrasi.
Dalam peran-peran tersebut, kekuatan pengambilan keputusan yang dimiliki perempuan terbatas. Oleh karena itu, peluang mereka untuk naik jabatan di perusahaan pun terbatas.
Sebaliknya, manajer laki-laki lebih banyak terwakili dalam penelitian dan pengembangan, laba rugi, dan operasi. Bidang-bidang ini biasanya dipandang lebih ”strategis” dan biasanya mengarah pada peran pengambilan keputusan di tingkat lebih tinggi.
Seperti temuan survei AP, penelitian ILO menyebutkan, proporsi jumlah perempuan cenderung menurun seiring dengan semakin tinggi level manajemen. Artinya, laki-laki masih terus mendominasi posisi kepala eksekutif dan dewan direksi.
”Ketika perempuan tidak hadir di posisi tertinggi dalam bisnis, mereka tidak memiliki pengaruh untuk mengubah budaya tempat kerja dan lingkaran setan dominasi laki-laki terus berlanjut,” demikian kutipan penelitian ILO.
Kesenjangan gaji
Selain dalam hal proporsi jumlah, ILO juga menemukan ada kesenjangan dalam gaji. Itu juga muncul dalam survei AP 2023. Didapati, ada lima CEO perempuan dengan gaji tinggi.
Lisa Su, CEO dan Ketua Dewan Pembuat Chip Advanced Micro Devices, disebut sebagai CEO perempuan dengan bayaran tertinggi dalam survei AP selama lima tahun berturut-turut pada tahun fiskal 2023. Total kompensasi jabatan yang ia peroleh senilai 30,3 juta dollar AS atau sama dengan paket kompensasi gaji yang ia terima tahun sebelumnya.
Baca juga: Kepemimpinan Perempuan di Perbankan Minim
Sosok CEO perempuan lain dengan bayaran tertinggi adalah Mary Barra dari pembuat mobil General Motors dengan total kompensasi sebesar 27,8 juta dollar AS; Jane Fraser dari raksasa perbankan Citigroup dengan gaji senilai 25,5 juta dollar AS; Kathy Warden dari perusahaan kedirgantaraan dan pertahanan Northrop Grumman Corp dengan kompensasi sebesar 23,5 juta dollar AS; dan Carol Tome dari perusahaan pengiriman paket UPS Inc yang gajinya senilai 23,4 juta dollar AS.
Meski demikian, angka yang diperoleh kelima CEO perempuan itu masih jauh dari yang diterima CEO laki-laki. CEO Broadcom Hock Tan memperoleh kompensasi senilai 161,8 juta dollar AS. Lalu CEO laki-laki lainnya yang menghuni puncak survei AP adalah William Lansing dari Fair Isaac Corp dengan paket kompensasi 66,3 juta dollar AS; Tim Cook dari Apple Inc dengan kompensasi senilai 63,2 juta dollar AS; Hamid Moghadam dari Prologis Inc dengan kompensasi senilai 50,9 juta dollar AS; dan Ted Sarandos, co-CEO Netflix dengan kompensasi 49,8 juta dollar AS.
”Kesenjangan upah berdasarkan jender tidak hilang ketika perempuan pindah ke peran manajerial. Kesenjangan upah berdasarkan jender tetap menjadi indikator ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan di dunia kerja,” disebutkan ILO.
Dampak pada usaha bisnis
ILO menyarankan perusahaan untuk perlu memperhatikan keseimbangan jender. Dua pertiga perusahaan yang disurvei ILO setuju bahwa inisiatif keberagaman meningkatkan hasil bisnis mereka.
Ketika perusahaan memiliki budaya bisnis dan kebijakan yang inklusif, probabilitas untuk menangguk keuntungan yang meningkat dan produktivitas adalah 63 persen, peningkatan kemampuan untuk menarik dan mempertahankan bakat adalah 60 persen, kreativitas inovasi dan keterbukaan yang lebih besar adalah 59 persen, probabilitas untuk mencapai peningkatan reputasi perusahaan adalah 58 persen, serta kemampuan yang lebih baik untuk mengukur minat dan permintaan konsumen adalah 38 persen.
”Ketika dewan direksi memiliki keseimbangan jender, perusahaan hampir 20 persen lebih mungkin untuk memiliki hasil bisnis yang lebih baik,” tulis ILO dalam laporannya.
Forbes pada 14 April 2022 melaporkan sejumlah nilai kualitas yang dimiliki perempuan yang mendukung kepemimpinan mereka di perusahaan. Perempuan lebih mampu menjalin kolaborasi atau kerja sama tim. Perempuan juga efisien secara modal dan memiliki kecerdasan emosional lebih baik dibandingkan laki-laki.
Perempuan dinilai memiliki kemampuan multidimensi yang bisa menggunakan kedua sisi otak bersamaan, sedangkan laki-laki cenderung menggunakan belahan otak secara berurutan. Artinya, perempuan dapat berpikir secara linear dan logis, pada saat yang sama juga mereka menghasilkan pola pikir yang intuitif, holistik, dan kreatif.
Baca juga: Libation Perempuan sebagai Subyek Pembangunan
Perempuan juga dipandang cenderung lebih berempati dan peka terhadap emosi orang lain daripada rekan laki-laki mereka. Tingkat kepedulian yang melekat itu sering kali meluas ke pekerjaan, perusahaan, dan tim mereka.
”Ilmu pengetahuan sudah jelas, masyarakat juga sudah jelas, perempuan yang memanfaatkan kekuatan empati dan menjadi cerdas secara emosional, hemat modal, multidimensi, dan kolaboratif memiliki peluang luar biasa untuk memimpin dan berhasil,” tulis Forbes.
Dengan menerapkan keberagaman jender dalam manajemen, menurut survei ILO, lebih dari dua pertiga perusahaan yang disurvei melaporkan peningkatan laba sebesar 5-20 persen. Dalam iklim ekonomi yang tidak menentu saat ini, keberagaman jender dalam manajemen diperlukan untuk kinerja bisnis yang kompetitif. (AP)