Belajar dari Kasus Turbulensi, Singapore Airlines Ubah Kebijakan Sajian Makanan
Singapore Airlines mengubah sejumlah kebijakan layanan pascainsiden turbulensi yang melanda penerbangan SQ321.
SINGAPURA, JUMAT — Maskapai Singapore Airlines mengubah sejumlah kebijakan pelayanan di dalam pesawat pascainsiden turbulensi. Manajemen maskapai memutuskan menangguhkan penyajian minuman panas serta berhenti menyajikan makanan ketika tanda sabuk pengaman menyala selama penerbangan berlangsung.
Singapore Airlines dalam pernyataan tertulis, Kamis (23/5/2024) mengatakan, tindakan ini adalah bentuk kehati-hatian ketika terjadi kondisi yang tidak diinginkan, termasuk turbulensi, saat penerbangan.
Pesawat Boeing 777-300ER milik Singapore Airlines nomor SQ321 terpaksa mendarat darurat di Bandar Udara Internasional Svarnabhumi, Bangkok, Thailand, Selasa (21/5/2024) petang, karena mengalami turbulensi di atas Laut Andaman dalam penerbangan dari London menuju Singapura.
Seorang penumpang berusia 73 tahun berkewarganegaraan Inggris meninggal, sementara 30 orang lainnya terluka, dalam insiden itu. Rumah Sakit Samitivej, Bangkok, yang merawat penumpang terluka, mengungkapkan, 20 orang masih dirawat di unit perawatan intensif, sementara 9 orang telah menjalani operasi, dan 5 orang menunggu untuk dioperasi.
Baca juga: Singapore Airlines Mendarat Darurat di Bangkok, 1 Penumpang Meninggal
Belajar dari insiden maut itu, manajemen Singapore Airlines (SIA) mengubah beberapa kebijakan layanan bagi para penumpangnya. Selain menangguhkan penyajian minuman panas dan penghentian penyajian makanan saat terjadi guncangan, maskapai juga mewajibkan seluruh kru untuk segera kembali ke tempat duduk dan mengenakan sabuk pengaman.
Tindakan tersebut dilakukan setelah mereka memastikan semua penumpang kembali ke tempat duduk dan mengenakan atau bahkan mengencangkan sabuk pengaman di kursi masing-masing. ”Anggota kru juga akan terus mengimbau penumpang untuk kembali ke tempat duduknya dan mengenakan sabuk pengaman,” kata manajemen SIA dalam pernyataannya.
”Mereka juga akan memantau penumpang yang mungkin memerlukan bantuan, termasuk mereka yang berada di toilet,” lanjut pernyataan mereka.
Kebijakan saat ini, yang mewajibkan mengamankan semua barang dan perlengkapan yang jatuh dari kabin selama kondisi cuaca buruk, akan tetap berlanjut.
Manajemen SIA tidak menjelaskan apakah kebijakan penangguhan minuman panas dan penghentian penyajian makanan akan berlaku untuk semua penumpang, termasuk kelas bisnis dan first class, atau hanya untuk kelas tertentu.
Penyajian minuman dan makanan panas biasanya dilakukan untuk penerbangan jarak jauh. Pramugari dan pramugara biasanya menyajikan makanan jenis ini sekitar satu atau dua jam setelah keberangkatan dari bandara asal bagi semua penumpang.
Penyajian kedua biasanya dilakukan satu atau dua jam sebelum mendarat. Jenis minuman yang disajikan panas adalah teh, kopi atau cokelat, ditemani dengan roti atau kacang-kacangan.
Baca juga: Turbulensi Makin Sering Hantui Dunia Penerbangan, Dampak Perubahan Iklim
Di luar waktu tersebut, untuk penumpang penerbangan jarak jauh, minuman panas juga bisa disajikan jika mereka tengah menonton layanan hiburan atau permainan yang disajikan di layar di hadapan mereka.
Manajemen SIA menyebut perubahan aturan tersebut adalah untuk keamanan dan kenyamanan penumpang sepanjang penerbangan. Mereka juga menyatakan semua awak kabin dan pilot sadar tentang bahaya yang terjadi selama turbulensi.
”SIA akan terus meninjau proses kami karena keselamatan penumpang dan awak kami adalah hal yang paling penting,” kata manajemen.
20 penumpang masuk ICU
Sementara itu, sekitar 20 penumpang yang cedera atau terluka masih menjalani perawatan di rumah sakit di Bangkok. Adinun Kittiratanapaibool, Direktur Rumah Sakit Samitivej Srinakarin di Bangkok, seperti dikutip dari laman Channel News Asia, mengatakan bahwa jumlah pasien yang tengah menjalani perawatan di ruang perawatan intensif (ICU) tidak berubah, yakni 20 orang.
Enam penumpang sempat diklasifikasikan sebagai kasus merah, yakni kondisi yang parah dan berpotensi mengancam nyawa. Akan tetapi, situasi berubah pada Kamis (23/5/2024), tidak ada pasien yang terancam jiwanya.
Meski begitu, enam orang yang semula dinyatakan kritis mengalami cedera pada kepala, khususnya tengkorak dan gegar otak. Dia mengatakan, masih terlalu dini bagi pihak rumah sakit untuk mengatakan apakah ada pasien yang akan menderita kelumpuhan permanen akibat luka yang mereka alami.
Kittiratanapaibool menyatakan, sejauh ini mereka sudah melakukan 17 operasi terhadap para penumpang yang mengalami cedera atau luka. Meskipun para dokter di rumah sakit memiliki perlengkapan yang baik untuk menangani jenis cedera yang terjadi, dia mengatakan, mereka belum pernah menemukan kasus cedera tersebut disebabkan oleh turbulensi udara.
Baca juga: Turbulensi Tak Terdeteksi Singapore Airlines SQ321
Di antara 41 orang yang dirawat di Rumah Sakit Samitivej Srinakarin pada Kamis pagi, 22 orang mengalami kerusakan tulang belakang atau sumsum tulang belakang, 6 orang mengalami cedera tengkorak atau otak, dan 13 orang mengalami kerusakan tulang atau organ dalam. Para penumpang yang dirawat terdiri dari 19 pria dan 22 wanita dengan rentang usia 2 tahun hingga 83 tahun.
Di antara mereka terdapat warga Malaysia. Duta Besar Malaysia untuk Thailand Jojie Samuel mengatakan, lima warga Malaysia menjalani perawatan di ICU. Satu orang disebutnya dalam kondisi kritis.
”Satu orang berada dalam kondisi kritis, namun stabil. Dia mengalami beberapa luka di kepala, punggung, dan kaki. Dia adalah salah satu kru,” kata Jojie.
Cerita penumpang
Berbagai laporan mengenai situasi di dalam pesawat bermunculan beberapa saat setelah pesawat mendarat di Bangkok.
”Saya terjatuh ke lantai, saya tidak menyadari apa yang terjadi. Kepala saya pasti terbentur di suatu tempat. Semua orang berteriak di pesawat. Orang-orang ketakutan," kata Josh Silverstone, warga Inggris berusia 24 tahun, yang sedang dalam perjalanan wisata menuju Bali.
Lihat juga: Boeing Komentari Insiden Turbulensi Pesawat SQ321 Singapore Airlines
Turbulensi biasanya diasosiasikan dengan badai besar dan cuaca yang buruk. Akan tetapi, analis mengingatkan akan bahaya turbulensi yang bisa saja terjadi saat cuaca cerah. Pergeseran angin dapat terjadi di awan cirrus tipis atau bahkan di udara cerah dekat badai petir karena perbedaan suhu dan tekanan menciptakan arus kuat di udara yang bergerak cepat.
Menurut laporan Dewan Keselamatan Transportasi Nasional AS pada tahun 2021, turbulensi menyumbang 37,6 persen dari semua kecelakaan pada maskapai penerbangan komersial besar antara tahun 2009 dan 2018. Federal Aviation Administration (FAA), otoritas penerbangan sipil AS, menyebut turbulensi mengakibatkan 146 orang mengalami cedera serius sepanjang 2009-2021.
Pakar pariwisata dan penerbangan di London, Anita Mendiratta, mengatakan bahwa turbulensi parah sangat tidak biasa. Dia mengingatkan kembali agar para penumpang memastikan barang bawaannya di kompartemen di atas kepala dalam posisi aman saat dimasukkan.
”Ketika terjadi turbulensi, pintu-pintu tersebut dapat terbuka dan semua barang yang berada di atas, baik itu tas jinjing, jaket, barang bebas bea, barang-barang tersebut dapat berpindah dan menjadi risiko bagi kita semua,” kata Mendiratta. (AP/AFP)