Sorotan pada Sanksi AS di Balik Kecelakaan Helikopter Presiden Iran
Sanksi AS membuat Iran tak bisa beli pesawat, helikopter, atau suku cadang aviasi sehingga armada penerbangannya menua.
TEHERAN, SELASA — Iran memulai penyelidikan insiden jatuhnya helikopter yang menewaskan Presiden Iran Ebrahim Raisi. Dugaan awal, insiden maut itu disebabkan oleh masalah teknis. Namun, sanksi AS dinilai turut menjadi faktor penyebab secara tidak langsung dalam kecelakaan tersebut.
Seperti dilaporkan kantor berita Pemerintah Iran, IRNA, Selasa (21/5/2024), Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran Mayor Jenderal Mohammad Bagheri telah menugaskan tim tingkat tinggi untuk menyelidiki insiden jatuhnya helikopter yang menewaskan Raisi dan tim pendampingnya.
Tim investigasi itu dipimpin oleh Brigadir Ali Abdollahi. Mereka sudah berangkat ke lokasi kejadian dan telah memulai penyelidikan. Hasil investigasi akan diumumkan setelah penyelidikan selesai. IRNA menyebut penyebab kecelakaan adalah masalah teknis (technical failure).
Baca juga: Presiden Iran dan Menlunya Dipastikan Tewas dalam Kecelakaan Helikopter
Raisi baru saja kembali dari upacara peresmian sebuah bendungan di perbatasan Iran dan Azerbaijan ketika helikopternya jatuh di kawasan pegunungan di tengah kabut tebal di Varzaqan, Iran barat laut, pada hari Minggu. Menurut rencana, rombongan helikopter kepresidenan Iran akan menuju kota Tabriz.
Selain helikopter Raisi, ada dua helikopter lain dalam rombongan kepresidenan tersebut. Otoritas Iran mulai menghidupkan alarm pertama ketika, dari tiga helikopter itu, hanya dua yang sampai di Tabriz. Mereka mencoba mengontak helikopter Raisi, tetapi gagal tersambung.
”Pendaratan keras”, demikian istilah yang pertama kali disampaikan Menteri Dalam Negeri Iran Ahmad Vahidi terkait helikopter Raisi. Pada saat bersamaan, otoritas Iran mengerahkan pasukan garda revolusi, tentara, dan aparat kepolisian untuk bergabung bersama organisasi Bulan Sabit Merah mencari helikopter Raisi yang hilang kontak. Cuaca buruk membuat pencarian memakan waktu hingga 15 jam.
Dilaporkan kantor berita Iran, Mehrs, sembilan orang menjadi korban dalam kecelakaan maut itu, termasuk Raisi, Amir-Abdollahian, Gubernur Azerbaijan Timur Iran Malek Rahmati, dan Ayatollah Mohammad Ali Ale-Hashem, perwakilan Pemimpin Revolusi Islam untuk Provinsi Azerbaijan Timur.
Baca juga: Presiden Iran Dimakamkan pada Selasa
Iran mengumumkan Rabu sebagai hari libur untuk memulai proses pemakaman Raisi. Wakil Presiden Urusan Eksekutif Iran Mohsen Mansouri mengatakan bahwa upacara pemakaman juga akan diadakan di Provinsi Khorasan Selatan pada hari Kamis. Adapun Raisi akan dimakamkan di kampung halamannya, Masyhad, pada hari yang sama.
Sanksi AS
Pemerintah Iran belum mengeluarkan pernyataan resmi mengenai penyebab kecelakaan. IRNA melaporkan, Raisi dan rombongan terbang naik helikopter Bell 212 buatan Amerika Serikat.
Sejumlah tokoh dan pengamat Iran menyebut sanksi internasional terhadap Iran berkaitan dengan kecelakaan helikopter yang menewaskan Raisi. Sanksi AS yang pertama kali diterapkan pada 1979 itu menyebabkan Iran kesulitan untuk merawat atau memenuhi kebutuhan suku cadang bagi armada penerbangan mereka.
Sanksi AS membuat Iran tak bisa membeli pesawat, helikopter, atau suku cadang aviasi baru dari AS dan sekutunya. Akibatnya, Iran kesulitan memperbarui atau meremajakan armadanya. Armada penerbangan Iran pun menua.
Dari foto, helikopter yang jatuh itu dikenali sebagai Bell 212 yang diyakini sudah berusia puluhan tahun. Helikopter dua bilah buatan AS itu awalnya dikembangkan untuk militer Kanada pada tahun 1960-an.
Baca juga: Sekilas tentang Helikopter Bell 212 Buatan AS yang Dinaiki Presiden Iran
Mantan Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menganggap AS bertanggung jawab atas kematian Raisi karena sanksi tersebut. Seperti dikutip IRNA, Zarif mengatakan, salah satu penyebab kejadian memilukan ini adalah AS.
”Dengan menjatuhkan sanksi penjualan industri penerbangan pada Iran, hal itu menyebabkan syahidnya presiden dan kawan-kawannya. Kejahatan AS akan terekam dalam benak rakyat dan sejarah Iran,” kata Zarif.
Pada tahun 2015, Iran hampir terlepas dari sanksi ekonomi Barat ketika perundingan Iran dengan negara-negara utama dunia membuahkan kesepakatan monumental, yang dikenal dengan Rencana Aksi Komprehensif Bersama atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Kala itu, Iran dipimpin Presiden Hassan Rouhani, dengan posisi menlu dijabat Zarif. Dengan kesepakatan tersebut, Iran dilepaskan dari sanksi-sanksi ekonomi yang membelit mereka puluhan tahun.
Namun, tiga tahun kemudian, AS di bawah Presiden Donald Trump secara unilateral keluar dari kesepakatan nuklir Iran. AS pun kembali menjatuhkan sanksi-sanksinya kepada Iran sejak 2018.
Pukulan di sektor penerbangan
Sanam Vakil, pakar Timur Tengah di Chatham House, sebuah kelompok penelitian yang berbasis di London, Inggris, mengatakan, sektor penerbangan Iran telah lama menderita akibat sanksi itu.
”Iran mengalami banyak insiden penerbangan, tidak hanya helikopter, tetapi juga kecelakaan pesawat terbang. Saya pikir ini pasti terkait dengan sanksi,” kata Vakil, seperti dikutip The New York Times.
Baca juga: Mohammad Mokhber, Pejabat Sementara Presiden Iran, Sosok Penyiasat Sanksi Barat
Sanksi AS dan negara-negara Barat pertama kali diterapkan setelah Revolusi Iran pada 1979. Selanjutnya, pada 1995, AS di bawah Presiden Bill Clinton menerapkan sanksi yang membuat Iran tak bisa membeli pesawat atau suku cadang penerbangan dari AS dan negara Barat.
Iran beralih menggunakan pesawat-pesawat Rusia atau suku cadang dari pasar gelap untuk memperbaiki jet-jet lama yang menua. Namun, kondisinya di bawah standar.
Sejak penerapan sanksi 1979, Iran mengalami lonjakan kecelakaan penerbangan. Data Biro Arsip Kecelakaan Pesawat (B3A) di Geneva, Swiss, yang dikutip situs berita Al Jazeera menyebutkan, antara 1979 dan 2023, Iran mengalami 253 kecelakaan pesawat yang merenggut 3.335 nyawa.
Iran beralih menggunakan pesawat-pesawat Rusia atau suku cadang dari pasar gelap untuk memperbaiki jet-jet lama yang menua. Namun, kondisinya di bawah standar.
Menurut lembaga riset di AS, Washington Institute for Near East, pada April 2019, sebanyak 23 maskapai penerbangan Iran hanya bisa mengoperasikan 156 pesawat dari total 300 unit yang ada di negara tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa hampir setengah dari pesawat di negara tersebut tidak dapat terbang karena belum dapat suku cadang pengganti.
Baca juga: Presiden Iran Meninggal, Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?
Pemerintahan Trump juga membatalkan izin Boeing untuk menjual pesawat ke Iran. Saat itu, AS membatalkan kesepakatan penjualan 80 pesawat Boeing senilai 16,6 miliar dollar AS ke Teheran.
Presiden Iran saat itu, Hassan Rouhani, menyebut sanksi itu sebagai perang ekonomi yang semakin mengancam industri minyak, pelayaran, perbankan, dan mata uang Iran.
Pihak berwenang Iran telah berupaya meningkatkan produksi suku cadang aviasi dalam negeri. Namun, suku cadang berteknologi tinggi sulit dibuat di dalam negeri.
Tanggapan AS
Ditanya soal kemungkinan Teheran menyalahkan Washington atas insiden kecelakaan helikopter Raisi, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengatakan, ”Amerika Serikat tidak punya peran apa pun dalam kecelakaan itu.” ”Saya tidak bisa berspekulasi mengenai apa yang mungkin menjadi penyebabnya.”
Kepada wartawan di Washington, Jubir Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller mengungkapkan, Pemerintah Iran telah meminta bantuan AS terkait kecelakaan helikopter Raisi. Namun, ia tidak menjelaskan bagaimana kedua pemerintahan yang tidak memiliki hubungan diplomatik sejak Revolusi Iran 1979 itu berkomunikasi.
Miller mengatakan, Washington tidak bisa memberikan bantuan karena kendala logistik. Mengenai insiden tersebut, Departemen Luar Negeri AS secara resmi menyampaikan pernyataan dukacita. Meski demikian, pernyataan dukacita itu tidak dimaksudkan sebagai dukungan terhadap Raisi, tetapi hanya sebagai ungkapan standar.
”Kami tentu ikut menyesalkan secara umum atas kematian itu dan menyampaikan ungkapan dukacita secara resmi dengan wajar,” ujar John Kirby, Jubir Dewan Keamanan Nasional AS.
Sebelumnya, AS sering—meski tidak selalu—menyampaikan belasungkawa atas kematian para pemimpin dunia yang menjadi musuhnya. Ungkapan dukacita itu, antara lain, disampaikan Washington atas kematian Joseph Stalin (Uni Soviet), Kim Il Sung (Korea Utara), dan Fidel Castro (Kuba).
Media Iran menyebut Raisi dan para pejabat yang tewas dalam kecelakaan itu sebagai tokoh-tokoh yang meninggal secara syahid. Sejumlah ucapan belasungkawa juga mengalir dari para pemimpin dunia, seperti dari China, India, Pakistan, dan Aljazair.
Baca juga: Presiden-Wapres Belasungkawa ke Presiden Iran, Jokowi: Doa Tulus Saya Panjatkan
Warga Irak berkumpul sebagai ungkapan duka. Suriah mengumumkan tiga hari berkabung, sementara Turki dan Sri Lanka mengumumkan satu hari berkabung, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Markas Besar PBB di New York, AS, menggelar sesi mengheningkan cipta selama satu menit untuk mengenang Raisi.
Di Amerika Selatan, Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengucapkan belasungkawa lewat telepon. ”Saya menyampaikan belasungkawa atas nama bangsa Venezuela kepada Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam, pemerintah, dan rakyat Iran,” ujarnya. (AP/AFP/REUTERS)