Sulit Bekerja, Gen Z Sulit Mimpi Pensiun Sejahtera
Sudah mahal-mahal kuliah, tetap saja gen Z susah cari kerja. Mimpi pensiun sejahtera pun tidak bisa.
Jangankan bermimpi pensiun sejahtera, mendapat pekerjaan saja sulit bagi generasi Z. Lamaran kerja ditolak berulang kali, sampai tidak berani melamar calon pasangan.
Dilaporkan Bloomberg pada Senin (20/5/2024), India harus menciptakan 115 juta lowongan kerja dalam tujuh ini. Semua itu gara-gara semakin banyak angkatan kerja baru masuk pasar tenaga kerja. ”Mesin pertumbuhan India harus menyala semua,” tulis Trinh Nguyen yang merupakan ekonom senior pada bank investasi Nantixis SA.
Baca juga: Anak Muda Susah Cari Kerja, Peluang Kerja Terbuka jika Pendidikan Merata
Seperti China, India juga menghadapi fenomena gelombang pekerja muda yang kesulitan mendapatkan kerja. Di media sosial China yang mirip dengan X, Weibo, baru-baru ini beredar viral Iklan lowongan kerja dari sebuah toko kelontong, ”Dicari: karyawan bagian kasir berusia 18-30 tahun”.
Iklan itu diunggah warganet yang tinggal di Ningbo, Zhejiang. Di iklan itu, ada pertanyaan ”apakah menurutmu mencari pekerjaan sekarang mudah?”
Unggahan ini ditonton lebih dari 140 juta kali dan memancing 41.000 diskusi. Banyak komentar yang bernada emosional. Perdebatan warganet melebar pada peningkatan peluang penduduk usia produktif di China menganggur. Puluhan juta lulusan perguruan tinggi akan memasuki dunia kerja dalam beberapa tahun ke depan.
Bukan hanya generasi Z atau gen Z yang lahir pada 1997 hingga 2012 kesulitan mendapat pekerjaan. Orang-orang berusia di atas 30 tahun juga masih mengalami kesulitan senada. Padahal, usia pensiun di China 60 tahun untuk laki-laki dan perempuan 55 tahun. Khusus untuk pekerja pabrik, usia pensiunnya 50 tahun.
Baca juga: Generasi Z Potensial, Perkuat Kecakapan Kerja yang Tidak Sekadar Teknis
Pemerintah China berencana menaikkan usia pensiun secara bertahap seiring dengan semakin cepatnya populasi menua. Usia pensiun di China termasuk yang terendah di dunia. Tahun lalu, media-media Pemerintah China memberitakan perusahaan-perusahaan atau pemberi kerja yang diskriminatif dalam merekrut karyawan.
Mereka hanya menerima karyawan yang lebih muda dan bisa digaji lebih rendah. Sampai-sampai muncul istilah ”Kutukan 35”. Istilah itu berarti para pencari kerja yang berusia di atas 35 tahun pasti tidak akan diterima di China.
”Umurku 29. Saya sudah tiga kali dipecat sejak saya lulus. Sekarang, tidak ada yang membalas lamaran saya. Padahal, saya sudah tulis, saya belum menikah dan belum punya anak. Tetap saja belum tembus,” tulis salah satu warganet di Weibo.
Memang, sungguh berat menjadi anak zaman sekarang, khususnya gen Z. Ada banyak persoalan yang membuat gen Z kian terbelenggu dan susah tidur. Larangan media sosial Tiktok, kurangnya perumahan yang terjangkau, kenaikan suhu, dan teknologi kecerdasan buatan menjadi contoh persoalan berat mereka.
Sulit kerja
Kini, tambah satu lagi persoalannya, pengangguran. Laporan tahunan Biro Statistik Tenaga Kerja Amerika Serikat yang dirilis pada 22 April 2024 menunjukkan gen Z yang berpendidikan perguruan tinggi kesulitan mendapatkan pekerjaan.
Pada Oktober 2022-Oktober 2023, tingkat pengangguran meningkat dari 8,6 persen menjadi 12,3 persen di antara penduduk berusia 20-an dengan gelar sarjana. Sebaliknya, tingkat pengangguran menurun pada lulusan sekolah menengah atas. Meski demikian, total angka penganggur lulusan SMA atau lebih rendah tetap lebih banyak dibandingkan penganggur berpendidikan sarjana.
Sementara itu, di India, penganggur jadi salah satu isu pemilu yang sedang berlangsung. Menurut para ekonom yang disurvei kantor berita Reuters pada 16-23 April 2024, pertumbuhan ekonomi negara dengan populasi terpadat di dunia ini mencapai 6,5 persen pada tahun fiskal ini.
Baca juga: Generasi Z: Sudah Susah Cari Kerja, Dianggap Sebelah Mata Pula
Meski pertumbuhannya tercepat di antara negara-negara maju, India masih gagal menciptakan lapangan kerja yang cukup bagi anak muda. Sementara jumlah pekerja muda terus bertambah.
Ekonom India, Kunal Kundu, khawatir India kehilangan bonus demografi jika tidak punya rencana jelas. Tingkat pengangguran dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan tidak adanya penambahan lapangan kerja yang cukup.
Data Survei Angkatan Kerja Berkala menunjukkan, tingkat pengangguran mencapai 3,4 persen pada 2013-2014. Adapun pada 2022-2023, tingkat pengangguran mencapai 3,2 persen. Adapun menurut lembaga kajian ekonomi Pusat Pemantauan Perekonomian India, tingkat pengangguran India mencapai 7,6 persen pada Maret 2024.
Jagdish Pal (21), lulusan bidang studi Matematika di Kanpur, Uttar Pradesh, India, tahun lalu melamar pekerjaan pegawai tingkat rendah di pemerintahan. Untuk posisi rendahan ini saja, persaingannya sangat ketat. Pal adalah salah satu dari sekitar 75.000 pelamar. Banyak di antara pelamar yang memiliki gelar pascasarjana.
Baca juga: Mengapa Generasi Z Lebih Susah Cari Kerja?
”Saya tahu kualifikasi saya terlalu tinggi. Akan tetapi, saya terpaksa melamar pekerjaan ini karena tidak ada lowongan pekerjaan yang lain,” kata Pal kepada Deutsche Welle atau DW pada 2 April 2024.
Banyak anak muda di seluruh India mengalami situasi serupa. Perekonomian India berkembang pesat. Akan tetapi, India kesulitan menciptakan lapangan pekerjaan bagi anak muda India yang memasuki pasar tenaga kerja setiap tahunnya.
Masalah ini terjadi karena sebagian besar pertumbuhan selama beberapa dekade terakhir ini didorong oleh perluasan sektor jasa. Bukan sektor padat karya seperti industri manufaktur.
”Pertumbuhan inklusif butuh penyediaan lapangan kerja secara cepat bagi kelompok terbawah. Tidak hanya dalam upah dan distribusi keterampilan,” kata Guru Besar tamu di Pusat Studi Pembangunan, Universitas Bath, Inggris, Santosh Mehrotra.
Baca juga: Terkikisnya Asa di Dunia Kerja
Ada juga ketidaksesuaian antara keterampilan dan harapan. Banyak lapangan kerja yang tersedia, tetapi di bidang-bidang seperti pertanian dan konstruksi. Pekerjaan-pekerjaan ini tidak mensyaratkan pendidikan, apalagi pendidikan tinggi.
Organisasi Buruh Internasional (ILO)) menyatakan, tingkat pengangguran di India lebih tinggi dibandingkan tingkat pengangguran dunia. Dari sisi sektor pendidikan, India berhasil. Angkatan kerja India tingkat pendidikannya lebih tinggi. Namun, lapangan pekerjaan bagi mereka hampir tidak berkembang. Itulah mengapa pengangguran anak muda terpelajar menjadi masalah besar.
Produktivitas stagnan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada awal 2024 sudah memperingatkan tingkat pengangguran global akan meningkat. PBB khawatir stagnasi produktivitas akan memperburuk kesenjangan dan inflasi yang berdampak pada pendapatan yang dapat dibelanjakan. ILO mengatakan, pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19 melambat.
Penyebabnya, ketegangan geopolitik yang sedang berlangsung dan inflasi. Meski demikian, pertumbuhan global pada tahun 2023 sedikit lebih tinggi dari perkiraan. Pasar tenaga kerja juga menunjukkan ketahanan yang mengejutkan. Hanya saja, sebut ILO, upah riil menurun di sebagian besar negara anggota G20 karena kenaikan upah gagal mengimbangi inflasi.
Tingkat pengangguran global pada 2022 mencapai 5,3 persen dan mengalami sedikit perbaikan pada 2023 menjadi 5,1 persen. Namun, pada 2024 diperkirakan akan ada tambahan dua juta pekerja yang mencari pekerjaan. Ini meningkatkan pengangguran global menjadi 5,2 persen.
Baca juga: Generasi Z Lebih Susah Cari Kerja
Direktur Jenderal ILO Gilbert Goungbo mengatakan, kesenjangan dan stagnasi produktivitas ini memprihatinkan. Laporan Tren Ketenagakerjaan dan Prospek Sosial Dunia 2024 menyebutkan, ada ketimpangan pasar tenaga kerja yang meningkat. Ini akibat dari krisis global yang saling berinteraksi.
Laporan ini juga menemukan hanya China, Rusia, dan Meksiko yang ”menikmati” pertumbuhan upah riil yang positif pada 2023. Upah riil turun di negara-negara G20 lainnya, antara lain Brasil (6,9 persen), Italia (5 persen), dan Indonesia (3,5 persen) yang menurun paling tajam. ”Standar hidup turun, produktivitas lemah, dan inflasi yang terus-menerus membuat kesenjangan lebih lebar dan melemahkan upaya mencapai keadilan sosial,” kata Houngbo.
Kondisi terbaik
Direktur senior Kebijakan Ekonomi di Pusat Perkembangan Amerika Brendan Duke mengatakan, perekonomian AS saat ini sebenarnya sudah pada kondisi terbaik bagi pekerja muda. Upah mereka meningkat lebih cepat dibandingkan inflasi secara keseluruhan dan lebih cepat dibandingkan kelompok usia lainnya.
Pada tahun lalu, tingkat pengangguran untuk kelompok usia 16-24 tahun adalah 7,9 persen. Ini terendah sejak tahun 1953 dan jauh lebih baik daripada tingkat pengangguran sebesar 18,4 persen untuk kelompok usia tersebut pada 2010.
Situs berita CNN, 10 April 2024, menyebutkan, gen Z sedang berjuang menghadapi serangan inflasi yang mendorong harga-harga naik cepat selama tiga tahun terakhir. Harga kebutuhan pokok juga sangat mahal. Harga pangan melonjak selama pandemi Covid-19 dan perusahaan tidak segan-segan menaikkan harga pangan bahkan ketika rantai pasokan sudah pulih.
Baca juga: Mengejar Lowongan Kerja: 300 Kali Berharap, 300 Kali Kecewa
Biaya tempat tinggal juga membengkak ketika bank sentral AS menaikkan suku bunga. Perumahan menjadi tantangan terbesar bagi pekerja muda. Padahal, jika memiliki rumah atau properti, setidaknya akan bisa bertahan dari inflasi. Pemilik rumah dapat mengambil pinjaman ekuitas atau bisa menjual rumahnya. Gen Z, sayangnya, belum bisa melakukan ini.
”Saya punya gaji yang jumlahnya tiga kali lipat dari upah minimum federal, tetapi saya tidak mampu untuk hidup. Susah sekali untuk bertahan hidup saat ini. Saya tahu banyak orang yang juga sedang berjuang seperti saya. American Dream sudah mati,” cerita seorang netizen di TikTok. Video ini dibagikan dan diberi komentar puluhan ribu netizen setelah dilihat 5 juta kali. (REUTERS/AFP)