Singapura Catat Angka Kelahiran Total Terendah dalam Sejarah
Angka kelahiran total di Singapura pada 2023 tercatat paling rendah dalam sejarah negeri itu.
SINGAPURA, KAMIS — Angka kelahiran total atau total fertility rate di Singapura untuk pertama kalinya dalam sejarah negeri itu berada di bawah 1, yaitu 0,97. Angka kelahiran total yang terus turun ini terjadi bersamaan dengan populasi Singapura yang kian menua, menambah tantangan demografi yang dihadapi negara itu.
Menteri pada Kantor Perdana Menteri Singapura, Indranee Rajah, seperti dilaporkan media Singapura, The Straits Times, Rabu (28/2/2024), menyatakan, angka kelahiran total merupakan jumlah rata-rata bayi yang dilahirkan seorang perempuan selama masa reproduksinya.
Dalam lima tahun terakhir, grafik angka kelahiran total Singapura cenderung turun. Pada tahun 2019, angka kelahiran total negara itu 1,14. Pada 2020 tercatat 1,1, pada 2021 terdata 1,12, pada 2022 berada 1,04, dan terbaru pada 2023 angkanya turun menjadi 0,97.
Menurut Rajah, ada sejumlah faktor yang membuat angka kelahiran total itu turun. Ia menyebut pandemi Covid-19, yang mengganggu rencana pernikahan dan rencana kelahiran, sebagai salah satu faktornya.
Baca juga: Krisis Kependudukan di Korsel dan Jepang Semakin Parah
Dengan angka kesuburan 0,97, Singapura berada di jajaran negara-negara dengan angka kelahiran total terendah di dunia. Korea Selatan ada di peringkat teratas angka kelahiran total terendah dengan angka 0,72 pada 2023.
Seperti di banyak negara maju lainnya, penurunan angka kelahiran total mencerminkan perubahan prioritas dari generasi ke generasi. Kaum muda bisa jadi tidak menganggap pernikahan atau menjadi orangtua sebagai hal yang penting.
Meski demikian, menurut Rajah, generasi muda Singapura masih berkeinginan untuk menikah dan memiliki anak. Pada 2023 terdapat 26.500 pernikahan penduduk dan 30.500 kelahiran penduduk.
Di sisi lain, Rajah juga mengakui, dalam lima tahun terakhir rata-rata perkawinan dan kelahiran setiap tahun memang lebih sedikit dibandingkan periode lima tahun sebelumnya. Perkawinan penduduk dipahami sebagai perkawinan yang melibatkan setidaknya satu warga negara Singapura atau penduduk tetap (PR). Sementara kelahiran penduduk mengacu pada bayi yang lahir dengan salah satu orangtua setidaknya warga negara Singapura.
Rendahnya angka kelahiran total, imbuhnya, berimplikasi serius pada masa depan Singapura. ”Dengan lebih sedikit kelahiran, kita akan menghadapi penyusutan angkatan kerja. Itu membuat upaya untuk mempertahankan dinamisme, menarik bisnis global, dan menciptakan peluang bagi generasi berikutnya makin sulit,” katanya.
Rendahnya angka kelahiran total ini berimplikasi serius pada masa depan Singapura.(Indranee Rajah)
Rajah menyebutkan, situasi ini juga dihadapi Korea Selatan dan Italia. Korea Selatan dan Italia saat ini bergulat dengan perlambatan ekonomi dan penurunan upah, yang diperburuk oleh rendahnya angka kelahiran dan perubahan demografi yang ditimbulkan.
Upaya pemerintah
Untuk menjaga angka kelahiran total, ujarnya, pemerintah menempuh sejumlah cara. Untuk membantu perempuan mempertahankan kesuburan, pemerintah memungkinkan pembekuan sel telur secara elektif.
Sejak diizinkan pada Juni 2023, sekitar 200 perempuan telah melakukan pembekuan sel telur secara elektif yang dilakukan karena alasan nonmedis. Sebelum, perempuan hanya boleh membekukan sel telurnya karena alasan medis.
Untuk mendukung para orangtua yang memiliki bayi, menurut Rajah, pemerintah mulai menerapkan cuti ayah berbayar pada 1 Januari 2024. Setiap ayah berhak atas cuti empat minggu atau bertambah dari sebelumnya selama dua minggu.
Baca juga: Jepang-China Pusing Memikirkan Turunnya Angka Kelahiran
Penambahan cuti dua minggu itu saat ini masih bersifat sukarela. Namun, pemberi kerja yang bersedia memberikan cuti tambahan dua minggu akan mendapatkan penggantian dari pemerintah.
Pemerintah Singapura juga tengah menjajaki cara meningkatkan cuti orangtua yang dibayar dengan mempelajari ketentuan cuti di negara maju, seperti Perancis dan Denmark.
Pemerintah juga tengah menjajaki cara-cara berkelanjutan untuk membantu orangtua menyeimbangkan komitmen pekerjaan dan keluarga. Hal itu, misalnya, dengan pengaturan kerja fleksibel yang saat ini tengah digodok Kementerian Tenaga Kerja Singapura bersama mitra tripartit.
Menanggapi pertanyaan anggota parlemen Patrick Tay dan Yip Hon Weng terkait strategi kependudukan, Rajah mengatakan, negara itu membutuhkan lebih banyak warga Singapura.
Rendahnya angka kelahiran dan populasi warga lansia di Singapura telah mengakibatkan melambatnya pertumbuhan angkatan kerja lokal. Singapura disebut harus tetap terbuka terhadap tenaga kerja asing yang dapat melengkapi tenaga kerja lokal.
Melalui kebijakan imigrasi Singapura, Rajah menambahkan, rata-rata jumlah kewarganegaraan baru dan penduduk tetap baru setiap tahun sejak 2019 sedikit lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya. Sebagai gambaran, pada 2023, Singapura memberikan 23.500 kewarganegaraan baru, termasuk 1.300 anak yang lahir di luar negeri dengan orangtua Singapura. Sekitar 34.500 orang juga menjadi penduduk tetap pada 2023.
Petugas kesehatan
Rajah mencontohkan, dalam beberapa tahun terakhir Singapura memberikan jumlah PR lebih besar kepada petugas layanan kesehatan. Tujuannya, supaya mereka mendukung kebutuhan layanan kesehatan yang semakin meningkat.
Pemerintah Singapura bahkan juga memberikan bonus hingga 100.000 dollar Singapura kepada perawat. Seperti dilaporkan AFP, Menteri Kesehatan Singapura Ong Ye Kung pekan lalu menjelaskan, strategi itu diterapkan untuk menghadapi kekurangan anggota staf dan penduduk yang menua dengan cepat.
Baca juga: Populasi Menua, Jepang Utamakan Anak dan Pengasuhan Anak
Pandemi Covid-19 membuat jumlah perawat asing yang keluar dari rumah sakit lebih tinggi dari sebelum pandemi. Kementerian Kesehatan memperkirakan, satu dari empat warga Singapura akan berusia 65 tahun atau lebih pada tahun 2030. Diperkirakan 83.000 warga lanjut usia akan hidup sendirian.
”Sekitar 29.000 perawat berhak menerima pembayaran tersebut, termasuk perawat asing yang telah bekerja di negara tersebut selama empat tahun. Kami ingin mendukung perawat kami untuk melakukan pekerjaan dengan baik,” kata Ong, Selasa (20/2/2024).
Diketahui, sebagian besar perawat asing di Singapura berasal dari negara tetangga, seperti Malaysia, Filipina, dan Myanmar. Berdasarkan skema insentif itu, perawat berhak mendapatkan hingga 100.000 dollar Singapura atau 74.500 dollar AS selama 20 tahun atau hingga usia pensiun.
Tahun lalu, pemerintah juga memberikan bonus pendaftaran 15.000 dollar Singapura bagi lulusan sekolah keperawatan baru yang bergabung dengan rumah sakit atau klinik umum. Ong mengatakan, jumlah penerimaan mahasiswa keperawatan meningkat sekitar 30 persen dari tahun 2013 hingga 2023.
”Perlu diperhatikan, dengan menurunnya angka kelahiran, lebih sedikit bayi, dan menyusutnya jumlah siswa, jumlah siswa tetap stabil adalah hasil yang sangat menggembirakan,” kata Ong. (AFP/REUTERS)