2 Pesawat Buatan China Keliling ASEAN, Upaya Comac Rintis Pasar Internasional
Dua pesawat penumpang buatan China selama dua pekan berkeliling dan unjuk terbang di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
BEIJING, SELASA — Perusahaan pembuat pesawat asal China, Comac, akan mengadakan pameran dan pertunjukan terbang keliling ke lima negara di Asia Tenggara selama dua pekan ke depan. Indonesia merupakan salah satu dari lima negara yang akan dikunjungi dalam pertunjukan terbang itu.
Selain ke Indonesia, dua pesawat jet buatan Comac, yakni C919 dan ARJ21, juga akan mampir ke Vietnam, Laos, Kamboja, dan Malaysia. Pertunjukan terbang ini merupakan bagian dari upaya Comac mendorong penjualan pesawat-pesawat produksinya di pasar internasional pada masa depan.
Kedua pesawat, C919 dan ARJ21, untuk pertama kali dipamerkan dalam Pameran Kedirgantaraan Singapura atau Singapore Airshow, pekan lalu. Ini untuk pertama kali pesawat C919 unjuk terbang di luar wilayah China.
Baca juga: Boeing dan Comac China Banjir Pesanan di Singapore Airshow
Rencana keliling Asia Tenggara itu diumumkan Comac yang berkantor pusat di Shanghai, China, Selasa (27/2/2024). Setelah Singapore Airshow berakhir, Minggu, pesawat jet penumpang C919 tiba di Vietnam untuk berpartisipasi dalam pertunjukan udara di Vietnam yang dimulai Senin.
Pesawat jet dengan 78 hingga 97 kursi itu akan lepas landas dari Bandar Udara Internasional Van Don, Vietnam utara, untuk melakukan demonstrasi penerbangan, Selasa sore.
Kantor berita China, Xinhua, mengutip Wakil Direktur Bandar Udara Internasional Van Don, Hoang Van Dung, menyebutkan bahwa pameran dan pertunjukan terbang Comac akan membantu mengaktifkan pengoperasian penerbangan komersial dari provinsi dan kota di China ke Van Don. Rute penerbangan pertama akan dilakukan dari kota Shantou di Provinsi Guangdong, China.
Pameran tersebut diharapkan dapat mempromosikan kerja sama pariwisata antara Provinsi Quang Ninh, Vietnam, dan pasar-pasar utama di China. Pada saat yang sama, pameran itu akan mendorong maskapai penerbangan meluncurkan paket pariwisata ke Van Don. Menurut rencana, C919 dan ARJ21-700 akan terbang ke kota Danang, Ho Chi Minh, dan ibu kota Laos, Vientiane, setelah pertunjukan di Quang Ninh.
Adapun pesawat jet regional ARJ21 adalah pendahulu C919 yang berukuran lebih kecil. Sebagian besar pesawat itu terbang di China.
Maskapai penerbangan Indonesia, yakni TransNusa, telah mengoperasikan ARJ21. Maskapai penerbangan ini sudah menggunakan dua pesawat ARJ21 untuk penerbangan Cengkareng-Kuala Lumpur dan Cengkareng-Johor Bahru.
Pesaing 737 Max dan A320neo
Pesawat C919 disebut-sebut sebagai pesaing pesawat yang berbadan sempit buatan Boeing, 737 Max, dan juga produksi Airbus, A320neo. Direktur Pelaksana Pemasaran Komersial Boeing untuk Asia-Pasifik Dave Schulte menyebut C919 sama dengan segmen yang digarap Boeing dan Airbus untuk memproduksi pesawat berbadan sempit. Ia menyatakan kesiapannya untuk menjalani persaingan itu.
”(C919) itu adalah pesawat yang akan terus bersaing, yang akan kami mulai hadapi persaingan itu,” ujar Schulte kepada wartawan di Singapore Airshow, 21 Februari 2024.
(C919) itu adalah pesawat yang akan terus bersaing, yang akan kami mulai hadapi persaingan itu. (Dave Schulte)
Schulte mengatakan, Boeing memproyeksikan Asia Tenggara membutuhkan 4.225 pesawat baru hingga tahun 2042. Boeing siap bersaing dengan Comac untuk memperebutkan pembeli dari kawasan itu.
Ia memprediksi, kebutuhan akan pesawat di Asia Tenggara—kawasan dengan populasi lebih dari 650 juta jiwa—digerakkan oleh maskapai-maskapai bertarif murah. ”Ini akan bergantung pada masing-masing pembuat (pesawat) untuk membuktikan nilai maskapai, membuktikan produknya, kekuatan produksinya,” kata Schulte.
”Saya pikir, mereka (Comac) juga akan menghadapi tantangan-tantangan yang meningkat, bahwa mereka harus mampu mengatasi (tantangan-tantangan itu) untuk bisa terus bersaing memperebutkan pasar di kawasan ini,” lanjut Schulte.
Hingga berita ini diturunkan, Comac belum mau memberi kesempatan kepada media untuk mewawancarai para pejabat eksekutifnya.
Pengakuan internasional
Tahun ini, China ingin mendapatkan pengakuan internasional yang lebih luas untuk C919, termasuk mengejar sertifikasi Badan Keselamatan Penerbangan Uni Eropa (EASA). Sampai sejauh ini, pesawat C919 sudah mendapat 1.061 pesanan, tetapi sebagian besar pesanan itu berasal dari maskapai penerbangan China dan perusahaan penyewa pesawat.
GallopAir, maskapai bermarkas di Brunei dan didukung investor China, sudah menandatangani kesepakatan pembelian 30 pesawat Comac, termasuk C919, September 2023. Namun, jika Comac tidak mendapatkan pengakuan internasional lebih luas dan tidak memiliki sertifikasi internasional, pesawat itu tidak dapat beroperasi secara komersial di sebagian besar negara.
Tanpa sertifikasi internasional, Comac hanya dapat beroperasi di negara yang mengakui sertifikasi dari regulator penerbangan sipil China.
Baca juga: Perusahaan Penerbangan China Buka Kantor Pertama di Indonesia
Analis penerbangan independen di Singapura, Brendan Sobie, mengatakan, pameran dan pertunjukan terbang C919 dan ARJ21-700 menjadi tonggak penting China membuat pesawat komersial yang bersaing dengan Airbus dan Boeing. Ia menilai, ada aspek lain yang harus dilakukan Comac sebelum pesawat jetnya menjadi pesaing serius bagi A320neo dan Boeing 737 Max, yakni membangun sistem distribusi yang andal dan layanan dukungan pasar untuk pesawatnya.
”Tantangan ke depan adalah harus punya masa depan yang berkelanjutan. Comac harus menunjukkan mereka mampu melampaui wilayah China,” kata Mabel Kwan, direktur pelaksana konsultan Alton Aviation.
Baca juga: C919, Jet Komersial Buatan China Terbang Perdana
Comac menghadapi tantangan rantai pasokan, seperti yang dihadapi Boeing dan Airbus. Dua pabrikan ini saat ini masih belum menyerahkan ribuan pesawat yang sudah dipesan. Meski C919 dirancang di China, sebagian besar teknologi dan suku cadangnya berasal dari pemasok asing.
Saat ini memang Comac sebagian besar masih memakai teknologi Barat. Tetapi, dengan penelitian dan pengembangan, pelatihan dan pendidikan yang cukup, seluruh ekosistem mungkin dapat mengatasi tantangan dalam jangka panjang. (Brendan Sobie)
Mesinnya, misalnya, dibuat oleh CFM International, perusahaan patungan antara GE Aerospace dan Safran Aircraft Engines asal Perancis. ”Comac mungkin bukan prioritas utama bagi para pemasok yang juga kesulitan untuk mengejar ketertinggalannya dalam mengirim pasokan ke Boeing dan Airbus,” kata Sobie.
Hanya saja, kata Kwan, dalam jangka panjang Comac akan bisa mengembangkan lebih banyak teknologi dan suku cadang buatan dalam negeri untuk digunakan pada pesawat-pesawat buatannya.
”Saat ini memang Comac sebagian besar masih memakai teknologi Barat. Tetapi, dengan penelitian dan pengembangan, pelatihan dan pendidikan yang cukup, seluruh ekosistem mungkin dapat mengatasi tantangan dalam jangka panjang,” ujar Sobie.
Kemandirian teknologi China
Majalah Nikkei Asia, 20 Juni 2023, menyebutkan Comac adalah produk dari kebijakan nasional China untuk kemandirian teknologi. Proyek ini dibuat sebagai proyek yang sangat istimewa oleh Pemerintah China pada Februari 2007. Pemerintahan Presiden China Xi Jinping menunjuk Comac sebagai salah satu perusahaan sentral China yang dikendalikan langsung oleh pemerintah.
Komisi Pengawasan dan Administrasi Aset Milik Negara atau SASAC memiliki sekitar setengah saham Comac. Sisanya dimiliki oleh delapan perusahaan milik negara lainnya. Tidak ada pihak swasta, apalagi modal asing, yang terlibat di dalam Comac.
Selain itu, semua pemegang saham, kecuali satu, merupakan perusahaan pusat atau afiliasi dekat dari salah satu perusahaan pusat, yakni Shanghai Guosheng Group atau cabang investasi utama pemerintah kota Shanghai.
Pimpinan perusahaan-perusahaan pusat, menurut SASAC, memiliki status yang setara dengan anggota kabinet pemerintah dalam hierarki Partai Komunis China. Sejak tahun 2008, Comac menerima banyak suntikan modal dan hingga saat ini terkumpul modal 7,01 miliar dollar AS.
Meski Comac merugi selama bertahun-tahun, perusahaan itu masih memiliki modal yang cukup untuk menanggung kerugian lebih lanjut. Akumulasi kerugiannya diperkirakan sekitar 16,48 miliar yuan pada akhir tahun 2022.
Berkat dukungan penuh oleh negara, meski merugi, Comac bisa mengakses berbagai bentuk kredit. Comac memiliki pinjaman jangka panjang sebesar 42,39 miliar yuan dari bank pada akhir tahun lalu.
Comac juga memiliki tiga obligasi dalam negeri jangka panjang yang masih beredar, mengumpulkan total dana sebesar 8 miliar yuan. Meskipun arus kas bebasnya negatif selama bertahun-tahun, Comac memiliki uang tunai sebesar 19,10 miliar yuan pada akhir tahun lalu.
Baca juga: Meski Banyak Dikeluhkan, Boeing Tetap Jadi Produk Paling Dicari
Dekan dan Guru Besar di Departemen Teknik Industri dan Sistem di Universitas Politeknik Hong Kong, Fu Xiaowen, mengatakan, besarnya pasar di China menjadi faktor penting berkembangnya Comac. Namun, tanpa ada sertifikasi otoritas asing, dari Eropa ataupun AS, Comac tidak dapat mengekspor C919.
Adapun pesawat ARJ21 sudah beroperasi secara komersial sejak 2016. Sebanyak 690 pesanan dari 25 klien sudah dipenuhi, termasuk dari maskapai Indonesia, TransNusa, setelah Indonesia memberikan sertifikasi kepada pesawat itu tahun 2022.
Direktur PH Aviation Asia Peter Hujibers menilai risiko Comac di masa depan hanya ketergantungannya yang besar pada teknologi AS dan Eropa di tengah semakin intensifnya perseteruan antara China dan AS. Meski demikian, dia yakin, hal itu tidak akan menjadi masalah karena pada akhirnya uang yang akan bicara.
Namun, Fu kurang yakin. Jika pemasok AS dan Eropa berhenti memasok komponen ke China karena alasan apa pun, hal ini akan bisa menghambat pengembangan Comac. ”Kalau itu terjadi, China pasti akan mencoba membangun dan mengendalikan seluruh rantai pasokannya sendiri,” kata Fu. (REUTERS/AP/AFP)