Tas Mewah Laris, Karyawan Hermes Dapat Bonus Rp 1,4 Triliun
Bonus itu diberikan kepada 22.000 pegawai Hermes di seluruh dunia. Laba dan omzet Hermes melambung pada tahun 2023.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
PARIS, SABTU — Di tengah kondisi keuangan dunia yang belum sepenuhnya stabil, jenama eksklusif Hermes justru menuai keuntungan. Sebagai balas jasa, setiap pegawainya di seluruh penjuru dunia akan diberi bonus 4.000 euro pada awal 2024.
Direktur Eksekutif Hermes, Axel Dumas mengatakan, bonus itu merupakan penghargaan kepada pegawai yang berjasa pada jenama barang mewah tersebut. ”Kami membagi buah yang manis ini dengan mereka yang telah berjasa membangun Hermes setiap hari,” ujarnya di Paris (9/2/2024) sore atau Sabtu (10/2/2024) dini hari WIB.
Hermes memiliki 22.000 pegawai di sejumlah negara. Dengan demikian, jenama itu akan membagikan total 88 juta euro untuk bonus awal 2024. Nilainya setara Rp 1,4 triliun.
Mereka tidak banyak bereksperimen dengan produk yang benar-benar baru, tetapi hanya variasi dari produk klasik yang mereka tahu memang diincar pembeli.
Total bonus pegawai awal 2024 setara 2,04 persen laba 2023. Dalam laporan keuangan, laba bersih 2023 tercatat 4,3 miliar euro. Laba 2023 lebih tinggi dari laba 2022. Kenaikan itu, menurut Dumas, selaras dengan peningkatan penjualan. Jenama ini menjadi benda mewah yang paling dicari.
Saham Hermes juga naik di bursa efek. Mereka kini menduduki peringkat kedua sebagai perusahaan barang mewah Perancis. Peringkat pertama masih dipegang oleh konglomerasi LVMH.
Klasik
Laporan keuangan menyebutkan, kunci peningkatan penjualan Hermes berada di Asia Pasifik dengan omzet 7,5 miliar euro. Jepang merupakan negara dengan pembelian Hermes tertinggi, disusul oleh China. Jenama ini masih menjajaki pasar China karena baru membuka butik ke-33 di negara tersebut.
Hermes optimistis, penjualan 2024 akan naik. Padahal, harga produk akan naik hingga sembilan persen pada 2024. ”Hermes benar-benar konsisten dengan produk mereka. Mereka tidak banyak bereksperimen dengan produk yang benar-benar baru, tetapi hanya variasi dari produk klasik yang mereka tahu memang diincar pembeli,” demikian tertulis dalam analisis JPMorgan Chase.
LVMH, meskipun terbesar secara konglomerasi, menurut firma keuangan Bernstein, tidak bisa menjual terlalu banyak produk unggulan mereka. Mayoritas penjualan masih berupa pakaian, sepatu, dan aksesori.
Produk unggulan jenama mewah adalah tas-tas yang harganya di atas 4.000 euro. Hal serupa juga dialami oleh jenama Chanel. Bahkan, harga jual tas Chanel bekas lebih rendah dibandingkan dengan harga tas baru. Padahal, tujuan jenama mewah memproduksi produk unggulan ialah demi nilai tambah seiring berjalannya waktu.
Jenama eksklusif dari Italia, Gucci, malah lebih ekstrem. Mereka memangkas harga tas karena kelebihan produksi. Walhasil, gengsi dari logo tersebut ikut jatuh. Gucci berusaha bangkit dengan mengganti perancang utama mereka dari Alessandro Michele ke Sabato de Sarno.
Michele dikenal dengan rancangan yang maksimalis alias ramai penuh pernak-pernik. Berkat Michele, Gucci yang awalnya dianggap jenama orang tua bisa digemari oleh generasi muda. Karya Michele, selain busana adiluhung, juga banyak berupa kaus, sepatu kets, dan tas yang seleranya lebih kepada konsumen berusia di bawah 35 tahun.
Sebaliknya, De Sarno ingin menyetir Gucci kembali ke jalur klasik. Daripada bereksperimen dengan gaya baru dan mencari-cari pangsa pasar baru, ia ingin memperkenalkan kembali produk-produk lama yang memang sejak puluhan tahun menjadi ciri khas Gucci. Produk itu adalah tas tangan dengan gagang bambu.
Sementara itu, Hermes adalah jenama pakaian dan aksesori. Mereka paling terkenal dengan tas tangan model Birkin dan Kelly. Dua tas itu dianggap sebagai aksesori klasik yang paling langgeng di dunia. Kolektor tas menganggap bahwa tas Kelly dan Birkin merupakan investasi sehingga harga jualnya di masa depan selalu lebih tinggi.
Namun, karena kepopuleran tersebut, tas-tas Hermes jamak dipalsukan. Lebih pemalsuan datang dari internal Hermes. Pada 2021, polisi menangkap 23 karyawan Hermes yang diketahui memproduksi sendiri tas-tas Kelly dan Birkin tanpa perintah dari perusahaan.
Tas-tas itu, meskipun kualitasnya persis sama dengan yang asli dan dibuat di pabrik Hermes sendiri, disita lalu dihancurkan. Oleh pengadilan, Hermes diputuskan berhak atas ganti rugi 10,4 juta euro.
Ramah lingkungan
Di tengah tren, konsumen semakin menyadari pentingnya komitmen pembangunan berkelanjutan. Mereka tidak hanya menginginkan produk yang eksklusif dan bermutu, tetapi juga jaminan bahwa semua tahapan produksinya ramah alam serta tidak melibatkan tenaga kerja paksa.
Tren ini ditanggapi oleh sejumlah jenama mewah untuk meninggalkan kulit binatang, terutama kulit eksotis, seperti kulit reptil, sebagai bahan baku produk. Sebagai gantinya, mereka bekerja sama dengan berbagai lembaga riset untuk mengembangkan kulit sintetis yang berkualitas.
Uni Eropa mengumumkan rencana untuk mengaudit perusahaan-perusahaan besar, termasuk rumah-rumah mode. Pengelola blok ekonomi tersebut ingin memastikan bahwa produksi yang mayoritas dilakukan di luar negeri, terutama di Asia dan Afrika, berkeadilan kepada tenaga kerja lokal, tidak memakai pekerja paksa ataupun pekerja anak.