Petani Uni Eropa Tertekan Aturan Perlindungan Lingkungan
Kebijakan pertanian Uni Eropa telah merugikan para petani di Benua Biru. Mereka menuntut UE mengubah kebijakannya.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
BRUSSELS, KAMIS — Petani berbagai negara Uni Eropa berunjuk rasa ke Brussels, Belgia, dan sejumlah kota di kawasan itu. Mereka memprotes kebijakan perlindungan lingkungan yang dianggap malah menyusahkan petani.
Para petinggi UE berkumpul di Brussels pada Kamis (1/2024) hingga Jumat. Salah satu agedanya menemui perwakilan menteri negara-negara anggota ASEAN. Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi ikut pertemuan itu.
Salah satu agenda Retno di pertemuan ASEAN-EU terkait Undang-Undang Kehutanan UE (EUDR). "Saya kembali menyampaikan beberapa kebijakan UE yang dinilai merugikan Indonesia, termasuk terkait kelapa sawit dan EUDR,” kata Retno sebelum pertemuan.
Indonesia menganggap petani kecil menjadi korban sebagian peraturan UE yang dibuat dengan alasan perlindungan lingkungan. Tidak hanya Indonesia, petani di negara-negara anggota UE juga beranggapan serupa. Makanya, mereka unjuk rasa.
Sepekan terakhir, petani di Perancis unjuk rasa di sejumlah kota. Dari Perancis, unjuk rasa menyebar ke sejumlah negara lain di UE. Mereka mendesak pemimpin UE melonggarkan aturan soal perlindungan lingkungan.
Berbagai aturan itu dinilai memangkas daya saing petani UE. ”Kami akan membarikade gedung UE karena mereka akan bertemu, Kamis ini,” kata Eddy Dewite, seorang petani Belgia.
Para petani membawa traktor ke sekitar kantor pusat UE di Brussels. ”Waktunya sudah habis. (Para pemimpin UE) harus memikirkan para petani. Bicara dengan para petani bukan semata berbicara tentang petani dan berdiskusi dengan kami, berdialog tentang apa yang bisa dilakukan. Kami terbuka untuk berdialog,” kata Luca Mouton (26), salah satu petani.
Kemarahan petani Eropa memuncak, beberapa anggota UE dianggap terus membuat kebijakan yang tidak memihak petani. Kesepakatan dagang UE dengan sejumlah negara dan kawasan lain meningkatkan tekanan kepada petani UE.
Kemarin, Komisi Eropa berusaha meredakan kemarahan petani. Komisi Eropa menyatakan akan menghentikan impor pangan murah dari Ukraina serta melonggarkan aturan untuk petani UE.
Alokasi lahan
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyatakan, petani harus dilindungi. Perlu dicari jalan tengah kepada kelompok penyedia pangan tersebut.
Petani menilai, janji UE tidak cukup untuk menenangkan mereka. Peternak sekaligus petani di Perancis timur, Johanna Trau, menyebut perwujudan janji UE akan butuh bertahun-tahun.
Lewat Kebijakan Pertanian Bersama (CAP), UE menjanjikan kompensasi bagi peternak yang hewannya sakit. Di sisi lain, CAP mewajibkan petani membiarkan 4 persen lahan suburnya tidak ditanami. CAP juga mengharuskan petani mengubah tanaman secara berkala. Selain itu, ada kewajiban mengurangi penggunaan pupuk.
Aturan itu, menurut UE, demi melindungi lingkungan. Sementara bagi petani UE, aturan tersebut menurunkan produktivitas dan daya saing.
Petani UE semakin tertekan sejak perang Ukraina meletus. Untuk membantu Kyiv, Brussels mengizinkan impor aneka bahan pangan dari Ukraina. Berbagai kelonggaran diberikan sehingga ekspor pangan Ukraina masuk UE dengan harga terjangkau.
Masalahnya, produk Ukraina mengalahkan produk UE. Makanya, petani UE, khususnya yang berdekatan dengan Ukraina, marah. ”Biji-bijian Ukraina harus dikirim ke tempatnya, ke pasar Asia atau Afrika, bukan ke Eropa,” kata Adrian Wawrzyniak, juru bicara serikat pekerja petani Polandia.
Menurut Arnaud Rousseau dari FNSEA, protes dipicu kebijakan UE. Pemimpin serikat petani terbesar di Perancis itu menyebut, kebijakan UE merugikan petani yang hidupnya sudah sulit.
Perdana Menteri Belgia Alexander De Croo menyatakan, pengambil keputusan UE perlu mendengar suara petani. ”Mereka menghadapi tantangan yang sangat besar. Mulai dari beradaptasi terhadap perubahan iklim hingga melawan pencemaran lingkungan,” katanya. (AFP/REUTERS)