Daihatsu hingga Volkswagen dalam Daftar Skandal Otomotif Global
Daihatsu bukan satu-satunya pabrikan terlilit skandal. Produsen lain juga terlilit skandal mengejutkan secara global.
Salah satu produsen otomotif populer di Indonesia, Daihatsu, terlilit skandal. Pabrikan asal Jepang itu menyusul Volkswagen hingga Nissan yang lebih dulu terlilit skandal. Sebagian berupa pemalsuan hasil pengujian terkait dengan keamanan kendaraan.
Daihatsu telah mengumumkan berhenti berproduksi di Jepang. Pengumuman itu bermula dari laporan pelanggaran uji keselamatan. Awalnya, manajemen Daihatsu melakukan penyelidikan internal. Dari penyelidikan itu ditemukan masalah kendali kantong udara di enam jenis mobil.
Selanjutnya, pada 21 Desember 2023, Kementerian Transportasi Jepang melakukan pemeriksaan lebih luas. Hasilnya, ada malapraktik di proses produksi. Temuan Desember menambah daftar masalah yang ditemukan di Daihatsu pada April-Mei 2023.
Baca juga : Skandal Uji Keselamatan Daihatsu Tidak Pengaruhi Pasar di Indonesia
Presiden Direktur Daihatsu Soichiro Okudaira mengakui kecurangan dalam pengujian dan prosedur keselamatan. Kecurangan itu sama saja dengan mengabaikan keselamatan konsumen dan penumpang kendaraan. Kerugian ekonomi akibat skandal ini diperkirakan mencapai 700 juta dollar AS.
Skandal lain
Daihatsu bukan satu-satunya pabrikan yang terlilit skandal. Beberapa produsen lain juga terlilit skandal yang mengejutkan secara global. Skandal itu antara lain sebagai berikut.
1. Chevrolet Corvair minim Fitur Keamanan
Raksasa otomotif Amerika Serikat, Chevrolet, memulai produksi Corvair pada 1960. Mobil itu disebut untuk menandingi produk Volkswagen Jerman, VW Beetle.
Induk Chevrolet, General Motors, sangat bernafsu menandingi VW Beetle yang di Indonesia dikenal sebagai VW Kodok itu. Nafsu General Motors diwujudkan dengan membuat beragam varian Corvair. Ada sedan empat pintu, mobil dua pintu, versi wagon, hingga van multiguna (MVP).
Ambisi itu terganggu kala seorang pengacara, Ralph Nader, menerbitkan buku pada 1965. Buku berjudul Unsafe at Any Speed itu memaparkan dugaan Chevrolet mengabaikan keselamatan publik karena kesalahan desain yang fatal.
Sebagaimana dikutip dari laman Motor1, Nader antara lain menemukan suspensi belakang Corvair menggunakan sistem swing-axle. Sistem itu menyebabkan oversteer yang berbahaya jika pengemudi tidak bisa mengendalikannya.
Nader juga menyoroti ketiadaan anti-roll bar. Komponen di suspensi kendaraan itu berfungsi untuk mengurangi ayunan kendaraan saat di tikungan dengan kecepatan tinggi. Hal berbahaya bagi siapa pun di dalam mobil.
Baca juga: Baterai Mobil Listrik China, Produk yang Menggelisahkan Biden
General Motors berang dengan Nader lalu menggugat pengacara itu. Nader menggugat balik GM dengan tuduhan pelanggaran privasi. Bahkan, Pemerintah AS menindaklanjuti kasus Nader dengan membuat Departemen Transportasi dan Biro Keselamatan Jalan Raya Nasional. Biro itu kini menjadi Badan Keselamatan Jalan Raya Nasional (NHTSA).
2. Desain Tangki Bahan Bakar Ford Pinto
Selepas Corvair, giliran Ford mencoba peruntungan di segmen mobil kota. Lahirlah Ford Pinto. Kesuksesannya hanya berlangsung beberapa tahun.
Pangkal masalahnya adalah desain tangki bahan bakar. Ada beberapa laporan, tangki itu terbakar saat Pinto ditabrak dari belakang. Di antara tangki dan bumper tidak tersedia cukup ruang bagi peremukan bagian lain kendaraan. Bagian itu untuk melambatkan efek benturan di kendaraan.
Majalah Mother Jones pada 1977 memaparkan kelemahan Pinto. Laporan itu mendorong penyelidikan Otoritas Keselamatan Transportasi Nasional AS. Hasilnya, 1,4 juta Pinto ditarik dari pasaran.
Sejumlah pihak juga menggugat Ford. Sebab, sejumlah orang tewas dalam kecelakaan Pinto. Ford dinyatakan tidak bersalah dalam gugatan pidana itu.
3. Skandal Pedal Gas dan Rem Audi serta Toyota
Salah satu episode 60 Minutes membahas soal sedan Audi 5000. Dalam acara bincang-bincang di televisi CBS itu disoroti masalah bentuk pedal gas dan rem mobil buatan Jerman tersebut.
Baca juga : Ekonomi Hari Ini: Skandal Mobil di antara Urusan Stok Beras dan Pembukaan Bursa
Pedal itu dinilai terlalu kecil dibandingkan dengan mobil lain. Posisi pedal gas dan rem berdekatan. Akibatnya, sebagian konsumen salah menginjak pedal lalu berujung pada kecelakaan.
Setelah penyelidikan otoritas AS, penjualan Audi 5000 di negara itu anjlok. Dari 75.000 pada 1985 menjadi hanya 12.000 unit pada 1991.
Rupanya, bukan hanya Audi mengalami hal itu. Pada 2014, Toyota juga mengalami masalah serupa. Akibatnya, Departemen Kehakiman AS mendenda Toyota miliaran dollar AS.
Hukuman terus ditambah karena Toyota dinilai tidak beritikad baik selama proses penyelidikan. Toyota dituding menipu konsumen dan otoritas AS. ”Alih-alih mengungkap dan memperbaiki masalah keselamatan yang mereka ketahui, Toyota malah membuat pernyataan publik yang menyesatkan kepada konsumen dan memberikan fakta yang tidak akurat kepada anggota Kongres,” kata Jaksa Agung kala itu Eric Holder.
Baca juga : Skandal Pengujian Keselamatan Daihatsu, Kemenperin Tingkatkan Kewaspadaan
4. Skandal Suap Daimler Mercedes-Benz
Tahun 2010, penyelidikan Komisi Sekuritas dan Bursa AS menemukan Daimler menyuap pejabat di berbagai negara agar dapat perlakukan istimewa. Pabrikan otomotif Jerman itu dituding menghabiskan 56 juta dollar AS untuk menyuap pejabat di Asia, Eropa, dan Amerika.
Bahkan, sebagian suap dikucurkan agar bisa memenangi kontrak dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Suap itu dikucurkan produsen Mercedes-Benz tersebut kepada Pemerintah Irak.
Baca juga : AI Dikembangkan demi Keselamatan Berkendara
Hasilnya, Daimler meraup 1,9 miliar dollar AS dari 22 negara. Semua itu didapat dari penjualan 6.300 kendaraan niaga dan 500 mobil penumpang. ”Tidaklah berlebihan untuk menggambarkan korupsi dan pemberian suap di Daimler sebagai praktik bisnis standar. Kerugian finansial dan reputasi yang ditanggung Daimler sebagai dampaknya merupakan pelajaran yang harus dipelajari dengan cermat oleh semua perusahaan,” kata Robert Khuzami, Direktur Divisi Penegakan Hukum SEC.
5. Skandal Kantong Udara Takata
Kantong udara menjadi fitur keamanan standar yang digunakan oleh mobil-mobil modern saat ini. Dari semula hanya satu titik, khususnya untuk sopir, penggunaan kantong udara menjadi jamak dan tersebar di setidaknya empat titik, termasuk untuk penumpang yang duduk di kursi baris kedua.
Skandal yang melibatkan keberadaan kantong udara Takata dimulai ketika pabrikan otomotif mencari alternatif pemasok fitur keamanan yang lebih ramah di kantong. Masalahnya, seperti dilaporkan New York Times, alih-alih bisa menyelamatkan jiwa, kantong udara yang keluar dari kemudi atau dashboard mengeluarkan kepingan logam. Kepingan itu membahayakan jiwa pengemudi dan penumpangnya. Komponen kantong logam diduga menjadi sumber kepingan logam itu beterbangan saat kantong udara keluar saat terjadi tabrakan.
Berdasarkan perhitungan NHTSA AS, 15 orang di Amerika Serikat tewas akibat meledaknya kantong udara, dan sedikitnya 250 orang terluka. Menurut (NHTSA) AS, hal ini berdampak ada sekitar 37 juta kendaraan penumpang dan komersial yang menggunakan produk Takata.
Mengutip CNN, sejumlah pabrikan otomotif besar, seperti Honda, Chrysler, Ford, hingga BMW, harus menarik kembali kendaraan yang diproduksi antara tahun 2002-2008. Penarikan kembali lebih dari 30 juta mobil, termasuk enam juta unit Honda, menjadi insiden terbesar kegagalan fitur keselamatan hingga saat ini.
6. Skandal Uji Emisi Volkswagen
Produsen otomotif Jerman Volkswagen memasang alat yang bisa ”memperdaya” hasil uji emisi kendaraan berbahan bakar solar yang mereka produksi antara tahun 2009-2016. Mengutip laman Carandriver dan BBC, insinyur Volkswagen memasang perangkat lunak yang mampu mendeteksi parameter yang digunakan alat uji emisi milik badan uji, EPA (Badan Perlindungan Lingkungan) AS.
Lihat juga : Belajar Keselamatan Berkendara hingga ke ”Negeri Sakura”
Dalam mode uji, mobil sepenuhnya mematuhi semua tingkat emisi federal. Namun, saat berkendara normal, komputer secara otomatis akan mengalihkan beberapa parameter yang diuji sebelumnya, seperti tekanan bahan bakar, waktu injeksi, resirkulasi gas buang, dan, pada model dengan AdBlue, jumlah cairan urea yang disemprotkan ke knalpot. Hasilnya, emisi nitrogen oksida (NOx) terdeteksi mencapai angka 40 kali lebih tinggi dari batas federal.
Alat yang disebut EPA dan California Air Resources Board sebagai defeat device pertama kali diketahui keberadaannya oleh sejumlah peneliti, yang meneruskan hasil penelitian mereka ke dua lembaga tersebut.
Sejumlah kendaraan berbahan bakar solar yang diproduksi VW, Audi dan Porsche, antara tahun 2009-2016 yang menggunakan alat tersebut diperbaiki dan perusahaan otomotif itu tanpa membebani konsumen. VW disebut-sebut merogoh kocek hingga 4,8 miliar dollar AS untuk memperbaiki perangkat lunak tersebut.
BBC menyebut bahwa EPA menjatuhkan denda hingga 37.500 dollar AS per kendaraan yang dipasangi perangkat lunak dan membuat VW harus mengeluarkan dana sebesar 18 miliar dollar AS sebagai denda kepada pemerintah federal. Martin Winkerton, CEO Grup VW, juga mundur dari jabatannya akibat skandal tersebut. (AP/AFP)