Waspadai Lonjakan Harga akibat Raksasa Pelayaran Hindari Laut Merah
Terusan Suez dan Terusan Panama terpaksa dihindari perusahaan pelayaran global. Lonjakan biaya logistik sulit dihindari.
TEL AVIV, MINGGU— Dunia bersiap pada lonjakan aneka harga kebutuhan. Hal itu menyusul keputusan empat raksasa pelayaran global berhenti melayari Laut Merah-Terusan Suez. Dengan keputusan itu, dua terusan dalam rute pelayaran utama global kini praktis tidak bisa dilayari.
Menteri Luar Negeri Perancis Catherine Colonna mendesak dunia bersikap pada situasi keamanan di sekitar Laut Merah. ”Serangan-serangan di Laut Merah tidak bisa didiamkan,” ujarnya, Minggu (17/12/2023) di Tel Aviv, Israel.
Komentar Colonna tidak lepas dari fakta CMA-CGM merupakan perusahaan yang berpusat di Perancis. Pada Sabtu, bersama Mediterranean Shipping Company (MSC), CMA-CGM mengumumkan berhenti melayari Laut Merah. Sebelumnya, Maersk Line dan Hapag-Lloyd juga memutuskan berhenti melewati rute Laut Merah.
Baca juga: Maersk Line Hindari Laut Merah, Biaya Kargo Berpotensi Bertambah
Keputusan empat raksasa utama pelayaran global itu dipicu rangkaian serangan Houthi. Kelompok pemberontak yang menguasai hampir seluruh Yaman itu terus menyerang berbagai kapal niaga di sekitar Selat Bab al-Mandab yang dekat dengan Yaman. Selat itu menghubungkan Laut Merah dengan Samudra Hindia.
Houthi yang didukung Iran itu memperingatkan akan menyerang kapal-kapal yang melintasi Laut Merah dan bertujuan ke Israel. Serangan itu sebagai upaya menekan Israel atas serangannya ke Gaza.
”Angkatan bersenjata Yaman mengonfirmasi mereka akan terus mencegah semua kapal yang menuju pelabuhan Israel untuk berlayar di Laut Merah sampai mereka membawa makanan dan obat-obatan yang dibutuhkan saudara-saudara kita di Jalur Gaza,” kata juru bicara militer Houthi, Yahya Saree.
Serangan terbaru Houthi menyasar MV Platinum III yang dioperasikan MSC. Houthi menembakkan rudal ke kapal kargo berbendera Liberia itu. Meski tidak ada korban jiwa, kapal itu rusak dan tidak bisa melanjutkan pelayaran.
Ada juga kapal berbendera Liberia lainnya, Al Jasrah, yang juga dihantam rudal yang juga memicu kebakaran. Sementara itu, Angkatan Laut Amerika Serikat mengumumkan menembak 14 pesawat nirawak yang diterbangkan dari Yaman. Kapal perang AS, USS Carney, menembak pesawat-pesawat itu sebelum mencapai sasaran.
Perairan sempit
Badan Informasi Energi Amerika Serikat menyebut Selat Bab al-Mandab sebagai perairan sempit dan penting. Lebar selat itu hanya 29 kilometer dan terkenal rawan dilewati.
Baca juga: Kapal Israel Terus Jadi Sasaran
Sekitar 17.000 kapal dan 30 persen perdagangan global melewati selat ini setiap tahun. Kapal apa pun yang melewati Terusan Suez dari atau ke Samudra Hindia harus lewat selat itu.
Hampir seluruh minyak dan gas alam dari Timur Tengah ke Eropa dan Amerika harus diangkut melalui selat itu. Secara global, 12 persen minyak dan 8 persen gas alam dunia diangkut lewat perairan itu. Nilai aneka komoditas yang melewati rute itu mencapai 1 triliun dollar AS per tahun.
Direktur Eurasia Group Henning Gloystein mengatakan, rute itu memangkas ribuan kilometer dari jalur pelayaran Eropa-Indo Pasifik. Jika tidak lewat sana, alternatifnya mengelilingi Afrika. ”Serangan (Houthi) mengganggu rantai pasok dan logistik global,” kata pejabat di lembaga konsultasi itu.
Direktur Jenderal Institute of Export & International Trade Marco Forgione mengatakan, serangan itu meningkatkan tekanan pada rantai pasok global. Sebelum ini pelayaran global direpotkan dengan semakin sulit melewati Terusan Panama di benua Amerika. Sebagian terusan itu tidak bisa dilewati karena ada pendangkalan. Hal itu dipicu kekeringan di sekitar terusan. ”Akan banyak kiriman tertunda,” ujarnya.
Kenaikan harga akan sulit dihindari karena biaya pengiriman membengkak. Jika tidak karena asuransi, pembengkakan terjadi karena kapal harus berlayar lebih jauh dan lebih lama.
Biaya tambahan untuk kru, bahan bakar, dan asuransi kemungkinan besar akan dibebankan kepada konsumen. Meningkatnya premi risiko perang di Laut Merah juga menjadi biaya tambahan hingga puluhan ribu dollar AS untuk pelayaran selama tujuh hari.
Krisis minyak
Konflik di Timur Tengah atau serangan terhadap kapal-kapal niaga bisa mengguncang seluruh dunia. Sebab, kawasan itu pemasok energi penting dan jalur pelayaran utama.
Baca juga: Kepentingan Strategis Mesir dalam Isu Perang Gaza
Perang Arab-Israel atau Perang Yom Kippur 1973 yang menyebabkan embargo minyak dan stagflasi ekonomi industri selama bertahun-tahun adalah contoh yang paling jelas. Akibat konflik itu, terjadi krisis minyak paling dramatis pada abad ke-20.
Pada waktu itu, Arab Saudi, yang memimpin produsen minyak terbesar di Timur Tengah, menerapkan embargo minyak terhadap negara-negara pendukung Israel, seperti AS, Inggris, Kanada, Jepang, dan Belanda. Harga minyak melonjak lebih dari 300 persen.
Krisis minyak besar yang kedua terjadi pada 1979 setelah Revolusi Iran dan diikuti penurunan produksi di negara itu. Krisis itu menyebabkan pasokan minyak global turun sekitar 4 persen. Harga satu barel minyak mentah meningkat lebih dari dua kali lipat.
Sementara terhadap Perang Gaza 2023, berbagai pihak yakin tidak akan terjadi lagi krisis minyak. Dalam laporan pada 7 Oktober 2023, laman Bloomberg menyinggung fakta negara-negara Arab tidak serentak menyerbu Israel. Mesir, Jordania, Suriah, Arab Saudi, dan dunia Arab yang lain hanya mengawasi perang itu dari kejauhan.
Bloomberg menjelaskan, pasar minyak juga tidak mempunyai karakteristik seperti sebelum Oktober 1973. Pada waktu itu, permintaan minyak sedang melonjak dan dunia sudah kehabisan seluruh kapasitas produksi cadangannya. Sementara saat ini, pertumbuhan konsumsi melambat dan kemungkinan akan semakin melambat seiring perkembangan kendaraan listrik.
Selain itu, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab memiliki kapasitas cadangan yang signifikan yang bisa mereka gunakan untuk mengendalikan harga. Negara-negara OPEC juga saat ini tidak berusaha menaikkan harga. Sementara pada 1973, negara-negara OPEC secara sepihak menaikkan harga resmi minyak bumi sekitar 70 persen.
Baca juga: Harga Minyak Dekati 100 Dollar AS Per Barel, OPEC+ Tetap Pangkas Produksi
Perbedaan lain yang paling kentara adalah AS bisa memanfaatkan cadangan minyak strategisnya untuk membatasi dampak kenaikan harga minyak. Jika harga minyak melonjak akibat ketegangan di Timur Tengah, AS pasti akan memakai cadangan itu meski berada pada level terendah dalam 40 tahun, tetapi masih cukup untuk menghadapi krisis lainnya.
Presiden dan CEO American Petroleum Institute Mike Sommers mengatakan, krisis energi 1973 mengajarkan banyak hal. Akan tetapi, yang paling jelas adalah kekuatan energi AS menjadi penentu keamanan energi dunia. Krisis energi 1973 diyakini tidak mungkin terjadi karena produksi minyak AS berada pada titik tertinggi sepanjang masa.
Administrasi Informasi Energi AS yang dikutip kantor berita Associated Press, 21 Oktober 2023, melaporkan, produksi minyak AS pada minggu pertama bulan Oktober mencapai 13,2 juta barel per hari. Ini melewati rekor sebelumnya pada 2020 sebesar 100.000 barel. Produksi minyak dalam negeri mingguan meningkat dua kali lipat dari minggu pertama Oktober 2012 hingga sekarang.
Namun, Presiden Lipow Oil Associates, konsultan berbasis di Houston, AS, Andrew Lipow, mengakui, jika terjadi kerusakan pada infrastruktur minyak Iran akibat serangan militer Israel, bisa saja harga minyak dunia melonjak. Penutupan Selat Hormuz di selatan Iran juga akan bisa mengguncang pasar minyak karena mayoritas pasokan minyak dunia melintasi jalur ini. (REUTERS/AFP/AP)