Perancis Berantas Pasar Barang Palsu
Perancis telah lama dipusingkan oleh peredaran barang palsu. Ajang Olimpiade 2024 menjadi kesempatan mengebut pemberantasannya.
SAINT-OUEN-SUR-SEINE, KAMIS — Pemerintah Perancis, melancarkan operasi antibarang palsu dengan cara merazia berbagai lokasi penjualan barang-barang tersebut. Negara ini memang dikenal memiliki peraturan sangat ketat mengenai perlindungan hak cipta karena industri mode adalah salah satu penggerak denyut nadi perekonomian. Apalagi, tahun 2024, Paris menjadi tuan rumah Olimpiade.
Media France24 melaporkan, pada Kamis (14/12/2023), polisi merazia Marche Aux Puces di Saint-Ouen-Sur-Seine yang terletak di utara kota Paris. Pasar ini terkenal sebagai pasar loak dan pusat barang antik.
Akan tetapi, pasar ini sebenarnya juga terkenal sebagai pasar barang palsu terbesar. Pakaian, tas, sepatu, hingga perangkat elektronik ”kawe” ada di sini. Kedatangan para polisi di subuh itu rupanya tercium oleh para pedagang barang palsu karena mereka kabur dan meninggalkan jualan mereka di lapak begitu saja. Polisi pun menyita barang-barang itu untuk dihancurkan.
”Pemerintah kota Saint-Ouen sudah lama ingin menyingkirkan para pedagang barang palsu ini. Ajang Olimpiade 2024 menjadi alasan kami bisa mempercepat operasi,” kata Wali Kota Saint-Ouen-Sur-Seine Karim Bouamrane.
Baca juga: Barang Palsu dan Ilegal Rugikan Perekonomian hingga Ratusan Triliun Rupiah
Menurut Bouamrane, biasanya, polisi lokal hanya bisa mengeluarkan empat hingga lima surat denda per hari untuk para pedagang barang palsu. Berkat bantuan dari kepolisian pusat, kini mereka bisa mengeluarkan 40.000 surat denda.
Data pemerintah kota tersebut mengatakan bahwa setiap tahun ada 1,5 juta wisatawan mendatangi Marche Aux Puces. Tahun depan, Paris diperkirakan kedatangan 15 juta wisatawan.
Frederic Cetout, salah seorang pedagang barang loak di Marche Aux Puces, mengaku selama ini tidak bermasalah dengan kehadiran para penjual barang palsu. Menurut dia, mereka hanya mencari nafkah. ”Keberadaan mereka di pasar ini juga menyumbang kedatangan para pembeli, terutama wisatawan asing,” ujarnya.
Aturan ketat
Perancis memiliki hukum yang sangat ketat terkait pemalsuan barang. Negara ini terkenal dengan berbagai jenama mode mewah, di antaranya Chanel, Christian Dior, dan Yves Saint Lauren. Benda-benda ini sangat jamak dipalsukan oleh konsumen yang ingin menenteng logo, tetapi tidak mau membayar harga.
Apabila menjelajah ke berbagai laman pariwisata, salah satunya Tripadvisor, banyak pelancong mencurahkan pengalaman buruk mereka di Perancis. Petugas bea dan cukai bisa seenaknya menyita barang mereka apabila diduga palsu. Hal ini dijelaskan lebih lanjut oleh publikasi wisata Iconic Riviera tahun 2022.
”Petugas bea cukai terkadang memiliki kewenangan melebihi polisi. Mereka bisa menghentikan, bahkan merazia kamar hotel tanpa perlu surat geledah. Apabila Anda diduga memakai barang palsu, mereka bisa langsung meminta Anda melepasnya untuk disita, termasuk pakaian,” tulis artikel tersebut.
Para petugas ini bebas mencegat mulai dari orang yang menenteng tas Louis Vuitton, mengenakan kaus berlogo Nike, memakai sepatu Rick Owens, sampai yang berkacamata Ray Ban. Mereka akan meneliti benda itu lekat-lekat.
Baca juga: Konsumen Belanja Daring Rentan Dirugikan Produk Palsu
Apabila mereka mengultimatum benda itu palsu atau diduga palsu, pemilik benda tidak punya pilihan selain menyerahkan barang tersebut. Petugas tidak peduli apabila pemilik mengatakan benda itu adalah hadiah atau ketika membeli, si penjual benda mengatakan bahwa benda itu asli.
”Pastikan benda berjenama terkenal yang Anda bawa dibeli di toko atau butik resmi di Perancis maupun di negara lain. Selalu bawa kuitansi dan kartu tanda keasliannya. Apabila barang karya perancang terkenal itu Anda beli dari toko barang bekas atau dibeli di outlet, sebaiknya jangan dibawa ke Perancis,” tulis Iconic Riviera.
Artikel itu juga menyampaikan saran lain: jangan membawa barang berjenama jika dibeli dari toko serba ada. Sebab, kuitansinya tidak dari butik mandiri.
Apabila petugas bea cukai mendapati pelancong berbelanja barang palsu di Perancis, individu itu bisa diganjar hukuman penjara tiga tahun dan denda 300.000 euro. Ini mencakup jika individu menerima paket yang diduga berisi barang palsu.
Petugas bea cukai akan meneruskan data individu tersebut kepada jenama yang asli. Perusahaan tersebut bisa melayangkan gugatan kepada penjual dan pembeli.
Perancis sangat menjaga reputasinya sebagai negara produsen berbagai jenama mode eksklusif. Menurut laporan keuangan Pemerintah Perancis tahun 2021, bea cukai menyita 9,1 juta produk palsu.
Baca juga: Pelaku UMKM Didorong Tingkatkan Pengelolaan Jenama
Sebanyak 170.000 produk disita di Nice dari para wisatawan. Jumlah ini meningkat 170 persen dari produk palsu yang disita di Nice sepanjang 2020. Umumnya, produk palsu yang disita berupa pakaian, sepatu, dan aksesori yang bisa mencakup tas, selendang, kacamata, dan perhiasan.
Rumit
Produksi barang palsu kini semakin canggih. Pada 8 Juli 2017, majalah British Vogue mengeluarkan artikel mengenai koordinasi bandara-bandara di Inggris dengan berbagai jenama untuk menghentikan impor barang palsu.
Umumnya, kargo berasal dari China dan Turki. Salah satu triknya ialah melihat apabila di dalam satu peti kemas berisi produk dari berbagai jenama. Hal ini karena jenama tenar umumnya tidak berbagai lini ekspor. Mereka secara eksklusif mengirim produk masing-masing.
”Petugas bandara dilatih untuk melihat kualitas penyamakan kulit dan kerapian jahitan mengetahui produk itu palsu atau tidak,” kata Pierre Denis, Direktur Utama Jimmy Choo, jenama sepatu mewah, kepada British Vogue.
Baca juga: Jenama Lokal Menggalang Pusaran Ekonomi dari Dalam Negeri
Namun, kini pemalsuan justru terjadi di internal jenama. Contoh kasusnya ialah Hermes, rumah mode Perancis yang memproduksi busana dan tas. Mereka terkenal dengan produk tas tangan Kelly dan Birkin.
Publikasi mode Womens Wear Daily 25 Februari 2021 melaporkan, ada 23 orang yang dipenjara akibat pemalsuan tas-tas tersebut yang mencakup sembilan mantan karyawan Hermes. Mereka ketahuan memproduksi 1.200 tas melalui pabrik di Perancis dan Hong Kong memakai cetak biru asli dari Hermes.
Kualitas pengerjaannya persis seperti Hermes asli. Barang ini dinyatakan palsu karena tidak dibuat atas permintaan resmi dari jenama tersebut. Hermes oleh pengadilan juga diputuskan berhak menerima ganti rugi sebesar 10,4 juta euro.
Para jenama mode akhirnya mengembangkan cara untuk membuktikan keaslian produk masing-masing. Rumah mode Salvatore Ferragamo menyisipkan cip berfrekuensi radio pasif ke dalam barang-barang mereka. Chanel memilih menyisipkan panel hologram di tempat-tempat rahasia. Para petugas bea cukai yang terlatih mencari di titik-titik ini. Apabila cip atau panel itu tidak ada, benda tersebut berarti palsu.