Penggila Halloween Habiskan Puluhan Juta Rupiah demi Dekorasi Meriah
Merancang dekorasi Halloween yang heboh dan menyeramkan menjadi tantangan bagi para penggila Halloween. Ribuan dollar AS rela dikeluarkan demi teriakan dan senyuman orang.
Bagi Gabe Herman (36), warga Mokena, Illinois, Amerika Serikat, perayaan Halloween adalah segala-galanya. Perayaan setiap 31 Oktober itu menjadi momen terpenting bagi Herman untuk memamerkan mahakarya dekorasi Halloween di halaman depan rumahnya. Tidak tanggung-tanggung, Herman sampai merogoh kocek Rp 40 juta hingga Rp 60 juta untuk menyalurkan hobi dekorasi Halloween pada tahun ini saja.
”Ini memang sedikit gila. Akan tetapi, semua ini sepadan dengan respons senyuman dan teriakan dari orang-orang yang datang melihat dekorasi saya,” kata Herman kepada majalah Newsweek, 31 Oktober 2023.
Herman menabung hasil kerjanya selama setahun terakhir demi membeli dekorasi Halloween. Ia mengubah teras dan halaman depan rumahnya menjadi ”Makam Herman” yang penuh dengan buah labu, kerangka manusia tiruan, dan segala jenis dekorasi yang mengerikan
Baca Juga: Halloween, Ketakutan yang Menyenangkan
Suasananya menjadi lebih seperti di tengah kuburan karena lengkap dengan batu-batu nisan. Meski demikian, Makam Herman malah menjadi lokasi favorit pengunjung.
Tidak sia-sia Herman menghabiskan waktu hingga tiga bulan untuk membuat dekorasi Halloween. Setiap tahun, tema dekorasinya selalu berbeda.
”Inspirasi dekorasi saya datang sepanjang tahun. Tiba-tiba bisa dapat ide setelah melihat hasil karya orang lain atau melihat tutorial secara daring,” kata Herman yang mengakui dekorasi Halloween ini bukan hobi yang murah.
Ia bukan satu-satunya warga AS yang menghabiskan banyak uang untuk dekorasi Halloween. Federasi Retail Nasional (NRF) AS mencatat belanja dekorasi AS setara Rp 196 triliun pada 2023. Pada 2021, nilainya Rp 166 triliun.
Jumlah rata-rata yang dibelanjakan oleh setiap orang di AS untuk membeli permen, kostum, dekorasi, dan kartu ucapan Halloween diperkirakan sekitar Rp 2 juta. Untuk kostum sekitar Rp 600.000 per orang dan sekitar Rp 510.000 untuk permen yang akan dibagi-bagikan.
Perayaan spesial
Perayaan Halloween yang dimulai di AS pada 1840-an ini menjadi perayaan besar bagi AS dan berbagai negara di dunia. Halloween selalu mempunyai tempat spesial di hati Herman karena diwariskan secara turun-temurun.
”Ketika ayah meninggal, saya mewarisi rumah ini. Karena itu, saya ingin tetap menjalankan tradisi dengan membuat kuburan di halaman depan rumah kami seperti yang dilakukan ayah saya dari dulu setiap tahun,” ujarnya.
Baca Juga: Halloween yang Tak Lagi Seram
Jackson Richter (21), warga Cincinnati, Ohio, juga sama ”gilanya”. Richter menunjukkan bakat kreatifnya dengan menciptakan dekorasi yang mengesankan di halaman depan rumahnya. Dia biasanya mengeluarkan uang sekitar Rp 1,6 juta hingga Rp 3 juta untuk menambah item dekorasi baru dalam koleksinya.
Selama bertahun-tahun, Richter mengoleksi dekorasi Halloween yang kira-kira nilainya mencapai Rp 32 juta. Richter sudah mencintai Halloween sejak kecil. ”Saya senang melihat semua rumah dipasang dekorasi Halloween dan saya ingin membuat halaman yang bagus dan bisa dinikmati anak-anak,” ujarnya.
Saking senangnya dengan Halloween, Richter sampai meminta dekorasi Halloween sebagai hadiah ulang tahun dari orangtuanya. Semua itu supaya koleksi dekorasinya bertambah banyak dan bisa dipasang di halaman.
Sementara Nicole Jones (29), warga Lowell, Massachusetts, mengambil tema The Nightmare Before Christmas dan The Haunted Mansion. Ia terinspirasi film kesukaannya.
”Butuh waktu paling tidak sehari penuh untuk merakit semuanya. Saya punya kerangka setinggi 4 meter, George Bones, yang tidak pernah dibongkar jadi bisa hemat waktu, tinggal pasang,” ujarnya.
Jones mengumpulkan koleksi dekorasinya selama bertahun-tahun. Dia menyadari uang yang dikeluarkan untuk dekorasi Halloween saja sudah tidak masuk akal dan mungkin dianggap tidak bertanggung jawab.
Baca Juga: Perayaan Halloween Tak Lagi Sama di Amerika
Bagi Jones dan keluarganya, perayaan Halloween ini penting karena seperti memberikan keajaiban dan kegembiraan semalam. Dia pun rela menguras tabungannya selama setahun demi memberikan anak-anak pengalaman perayaan Halloween yang terbaik.
”Ketika saya masih kecil, saya ingat trik-or-treat (trik atau suguhan) yang menyenangkan. Kami selalu senang datang ke rumah-rumah yang punya dekorasi bagus dan menakutkan, apalagi kalau ada permen yang enak-enak,” tutur Jones.
Jones hanya ingin kembali menghadirkan aspek mistis Halloween dan segala hal yang mendebarkan dan mengejutkan. Karena tidak akan ada yang pernah bisa tahu apa yang akan didapat dari rumah yang didatangi pada malam Halloween.
Sayangnya, tidak semua negara merasakan kemeriahan Halloween 2023. Suasana Halloween di Jepang tak meriah, terutama di kawasan Shibuya, Tokyo, yang biasanya padat pengunjung.
Pemerintah setempat mengimbau warga untuk menghindari kawasan Shibuya saat Halloween menyusul kekhawatiran akan terulangnya tragedi desak-desakan saat Halloween di Distrik Itaewon, Korea Selatan, yang menewaskan 159 orang pada 29 Oktober 2022.
Dalam laporan pada Rabu (1/11), kantor berita Kyodo melaporkan bahwa pemerintah setempat berulang kali mengimbau agar Shibuya dijauhi. Suara peluit terdengar sepanjang malam saat polisi meminta warga untuk terus bergerak dari sekitar persimpangan Shibuya.
Dengan demikian, tidak ada yang berhenti di tengah persimpangan untuk memotret atau melakukan kegiatan lain. Jalan di sekitar Stasiun Shibuya juga ditutup bagi kendaraan.
Sabrina Harnois (24), warga AS yang tinggal di Tokyo dan datang dengan berkostum seperti penyihir gotik, mengatakan, tragedi seperti di Itaewon bisa saja terjadi. Sebab, Shibuya selalu ramai saat perayaan Halloween. ”Waktu itu (2019) sampai susah berjalan sehingga rasanya memang berbahaya,” ujarnya.
Jarod Opperman dan Yasemin Kutes, warga AS yang sedang berlibur di Jepang, memuji ketertiban dan rasa aman saat mereka berjalan di sekitar Shibuya yang menjadi pusatnya budaya anak muda dan salah satu kawasan paling ramai di Tokyo itu. ”Warga masih bisa bersenang-senang dan merasa aman. Kita maklum dengan pengawasan yang ketat karena tidak mau terjadi tragedi seperti di Korsel,” kata Opperman.
Namun, banyak juga yang mengeluhkan pembatasan dan pengaturan perayaan Halloween yang dianggap berlebihan. Dia menyayangkan segala pembatasannya karena hanya di Shibuya inilah anak muda bisa berekspresi apa saja. ”Terlalu banyak pembatasan dan aturan jadi merusak suasana perayaannya,” ucap Yuna (17) yang berkostum kelinci Playboy bersama teman-temannya.
Baca Juga: Seoul Memakai Kecerdasan Buatan untuk Antisipasi Tragedi Halloween
Selain petugas polisi khusus yang dikerahkan untuk mencegah pejalan kaki berlama-lama ada di Shibuya, penjaga keamanan dan pejabat kota juga ikut berpatroli untuk mengawasi kerumunan massa hingga Rabu pagi. Sejak tahun 2019, Shibuya telah memberlakukan larangan minum di jalan di area dekat Stasiun Shibuya selama Halloween dan akhir pekan sebelumnya.
Peraturan itu mulai berlaku tahun ini, mulai Jumat lalu hingga Selasa pagi. Sekitar 35 toko yang buka di kawasan itu juga diminta untuk tidak menjual alkohol pada jam-jam itu, terutama Sabtu malam dan saat Halloween. ”Suasananya malah berisik karena petugas polisi yang berisik. Mustinya jangan diatur-atur karena semua orang, kan, datang ke sini karena mereka mencintai Shibuya juga,” kata Mamoru Morita (47).
Festival Celtic kuno
Dirayakan di berbagai negara dan kerap disebut berasal dari AS, Halloween sebenarnya festival kuno bangsa Celtic. Perayaan Halloween di AS malah baru dimulai pada pertengahan abad ke-19.
Orang Celtic, yang dulu mendiami daerah yang kini dikenal sebagai Irlandia, menyebutnya sebagai Samhain. Pesta itu untuk merayakan tahun baru setiap 1 November. Saat itu, menurut kebudayaan Celtic, manusia bisa melihat dunia para dewa.
Pada waktu itu diyakini itu adalah masa ketika ”selubung antara orang mati dan orang hidup menjadi tipis”. Kata ”Halloween” berasal dari Gereja Katolik dan diubah dari All Hallows Eve. ”All Hollows Day” atau ”All Saints Day” adalah hari perayaan Katolik untuk menghormati para santo pada 1 November.
Pada abad ke-1 Masehi, Samhain berasimilasi dengan perayaan beberapa tradisi Romawi yang diadakan pada Oktober, seperti hari untuk menghormati Pomona, dewi buah dan pohon Romawi.
Simbol Pomona adalah apel yang mungkin menjelaskan asal-usul apel di Halloween. Perayaan Halloween masuk ke AS ketika para imigran Irlandia melarikan diri dari kelaparan.
Kebiasaan trik-or-treat diperkirakan berasal dari Irlandia, kemungkinan berasal dari praktik pergi dari rumah ke rumah untuk mengumpulkan uang dan kue, atau kebiasaan lain yang meminta kue atau persembahan untuk sanak saudara yang sudah meninggal. Dari catatan sejarah AS, perayaan Halloween resmi yang pertama diadakan di Anoka, Minnesota, pada 1921. (REUTERS)