China Tolak Tambah Dana di IMF karena Keterwakilan Negara Berkembang Dihambat
G24 memperingatkan bahwa ”legitimasi dan efektivitas IMF bergantung pada perombakan kuota. Proses ini sangat penting untuk memperkuat suara dan keterwakilan negara-negara berpendapatan rendah”.
Pertemuan Dana Moneter Internasional (IMF) gagal menyepakati penambahan dana untuk mendukung tugas-tugas IMF. Dasar kegagalan terletak pada perseteruan geopolitik Amerika Serikat dan China yang merangsek ke IMF.
China dan beberapa negara berkembang menyatakan, kenaikan kontribusi dana hanya dipenuhi jika komposisi hak suara di IMF dirombak. Sebaliknya, AS menginginkan penambahan dana tanpa harus merombak formula suara.
Baca juga: IMF dan Bank Dunia agar Bijak Memakai Sumber Dayanya
Kegagalan terjadi pada pertemuan yang dipimpin Ketua International Monetary and Financial Committee (IMFC) yang juga Menteri Keuangan Spanyol Nadia Calvino di Marrakesh, Maroko, Sabtu, 14 Oktober 2023. ”Para anggota IMF tidak bisa meraih konsensus,” kata Calvino.
Nuansa persaingan geopolitik AS versus China sangat terasa di balik kegagalan tersebut. Kegagalan ini amat disayangkan. Penambahan dana sebesar 310 miliar dollar AS sangat diperlukan untuk mendukung tugas-tugas IMF menolong negara-negara yang mengalami krisis utang dan kesulitan devisa.
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengingatkan krisis utang berpotensi meningkat di depan. ”Tugas akan sulit jika kita tidak bekerja sama, tetapi saya tetap optimistis,” kata Georgieva.
Kebutuhan penambahan dana untuk tugas IMF itu mendesak. Tobias Adrian, Dewan Keuangan dan Direktur Departemen Pasar Modal IMF, 13 Oktober, menuliskan di laman IMF, beberapa kreditor global mulai memiliki masalah pembayaran utang. Beban kenaikan suku bunga akibat tekanan inflasi, berikut gejolak kurs turut menambah utang tersebut.
Menkeu AS Janet Yellen meminta para anggota menaikkan sumbangan dana untuk IMF. Sejauh ini kontribusi para anggota IMF baru sebesar 400 miliar dollar AS dari total 1 triliun dollar AS dana yang dikucurkan IMF. Selebihnya, sumber dana untuk tugas IMF diperoleh dari sindikasi pinjaman multilateral dan bilateral, termasuk dari lembaga keuangan AS.
Tanpa reformasi kuota
Yellen berbicara mewakili Pemerintah AS yang sangat menginginkan penambahan dana IMF. ”Ada keinginan agar dana-dana IMF ditambah sesuai porsi kuota setiap anggota sehingga pendanaan IMF tidak tergantung pinjaman dari luar,” kata Yellen.
Kuota di IMF mirip kepemilikan saham. Semakin besar kuota, semakin besar hak suara di IMF. AS dan Eropa mendominasi hak suara di IMF. Yellen meminta agar penambahan dana dilakukan tanpa harus merombak komposisi kuota yang ada.
China menolak penambahan dana jika kuota negara-negara anggota di IMF tidak dirombak. ”China menginginkan keduanya, penambahan dana sekaligus perombakan kuota. Ini diperlukan untuk menggambarkan porsi suara sesuai perkembangan ekonomi terbaru sekaligus memperkuat suara negara-negara berkembang di IMF,” demikian Gubernur Bank Sentral China (PBOC) Pan Gongsheng.
AS mencari akal untuk memuaskan China. AS menawarkan penambahan jabatan wakil direktur pelaksana IMF, yang kini berjumlah empat orang menjadi lima orang, menambah wakil negara berkembang di IMF. AS juga setuju menambahkan ketua ketiga pada Dewan Eksekutif IMF untuk Urusan Sub-Sahara Afrika.
China menginginkan keduanya, penambahan dana sekaligus perombakan kuota. Ini diperlukan untuk menggambarkan porsi suara sesuai perkembangan ekonomi terbaru sekaligus memperkuat suara negara-negara berkembang di IMF.
Taktik AS ini dianggap hanya sebagai pemanis (Reuters, 14 Oktober). Pan mengatakan, penambahan jabatan di IMF merupakan masalah yang sangat berbeda dengan formula kuota. Penambahan jabatan, walau itu mewakili negara berkembang, tidak akan mengubah hak suara negara berkembang di IMF.
Brasil juga senada dengan China, seperti diberitakan Reuters, 11 Oktober. Menkeu Brasil Fernando Haddad mendesak peningkatan kepemilikan saham (kuota) negara berkembang sebagai basis peningkatan kontribusi dana. Haddad menegaskan, negara-negara berkembang memang terangan-terangan dibiarkan tak terwakili.
Formula 2010
Kuota setiap negara di IMF ditentukan empat faktor, yakni besaran ekonomi (produksi domestik bruto/PDB), variabilitas seperti penerimaan devisa dan aliran masuk investasi, tingkat keterbukaan ekonomi, dan cadangan devisa.Formula ini disusun Dewan Eksekutif IMF yang kemudian melaporkannya ke Dewan Gubernur IMF.
Ada simulasi formula kuota yang dilakukan IMF pada Maret 2021. Salah satu pola penyusunan formula kuota itu menunjukkan kuota China ada di urutan kedua setelah AS dan mengalahkan Jepang. Kuota Indonesia (1,2 persen) lebih tinggi dari Belgia (1,1 persen). Namun, formula yang menggambarkan keterwakilan negara-negara anggota di IMF ini tidak berlaku sampai sekarang.
Berdasarkan susunan formula terbaru, 16 Oktober 2023, kuota China (6,08 persen) tetap berada di bawah Jepang (6,14 persen). Belgia memiliki kuota lebih besar, yakni 1,3 persen dan Indonesia memiliki kuota 0,95 persen. Padahal, PDB China sudah jauh meninggalkan besaran PDB Jepang. PDB Indonesia juga jauh mengalahkan besaran PDB Belgia.
Baca juga: Prospek Makin Gelap, IMF Revisi Lagi Pertumbuhan 2023
Sebutan dari Haddad bahwa keterwakilan negara-negara berkembang di IMF terang-terangan dihambat amat mengena. Mewakili G24, kelompok negara-negara paling terbelakang, Menteri Ekonomi dan Keuangan Pantai Gading Adama Coulibaly meminta suara mereka di IMF dinaikkan.
Namun, solusi atas masalah ini bukan terletak pada IMF, melainkan pada AS yang sangat mendominasi IMF.
AS cegat China
Yellen dalam pertemuan dengan Pan mengatakan, China selayaknya mendapatkan kuota lebih besar. Namun, ia mengatakan kuota masih harus dirembuk dan tidak bisa dilakukan mendadak. Maka, kata Yellen, cara terbaik adalah turut saja pada formula yang ada.
Menurut berita yang dituliskan Deutsche Welle, 13 Oktober, para pejabat AS mengatakan China tidak layak mendapatkan kuota lebih besar di IMF. Alasannya, China tidak mau mengambil tanggung jawab lebih besar dalam pengampunan utang negara-negara berkembang. China juga dituduh tidak transparan dalam penentuan kurs renminbi (yuan).
Pernyataan AS ini bersifat subyektif dan tidak sesuai dengan formula penyusunan kuota di IMF. AS ingin mencengkeram kekuatannya di Bank Dunia dan IMF. Namun, untuk tujuan itu AS memakai cara halus, termasuk dengan memojokkan China.
Lembaga-lembaga ini (Bank Dunia/IMF) yang paling efektif untuk mendorong transparansi dan merangsang kualitas investasi di negara-negara berkembang.
Seperti diberitakan Reuters, 5 September, Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan berkata bahwa AS ingin mendorong penguatan pendanaan di Bank Dunia/IMF. Menurut Sullivan, ini cara paling kredibel dibandingkan dengan mengandalkan pinjaman China yang dipakai sebagai alat menekan negara-negara peminjam. Ia juga menuduh China memberi pinjaman dan membiayai proyek infrastruktur lewat utang yang tidak berkesinambungan.
Sullivan menambahkan, ”Lembaga-lembaga ini (Bank Dunia/IMF) yang paling efektif untuk mendorong transparansi dan merangsang kualitas investasi di negara-negara berkembang. Inilah alasan AS mendorong langkah besar untuk mendukung lembaga tersebut sehingga bisa mengatasi tantangan sekarang dan masa depan.”
Persaingan geopolitik
Semua narasi dari pihak AS itu tidak sepenuhnya benar. Harian The Japan Times, 26 September, menuliskan, sebelum pertemuan tahunan IMF di Marrakesh, menurut para pejabat Jepang, AS mencegah China agar tidak memiliki kuota lebih besar di IMF. ”Ini gambaran dari pertarungan geopolitik,” kata Mark Sobel, Ketua Perwakilan AS di lembaga think tank OMFIF dan pensiunan pejabat di Departemen Keuangan AS.
China tidak diam dengan tekanan AS. China berkali-kali mengatakan, kreditor utama bagi negara-negara berkembang bukan China. Duta Besar Sri Lanka untuk China Palitha Kohona mengatakan, utang Sri Lanka ke China juga bukan karena keinginan China, melainkan Sri Lanka yang menyambut China.
China memiliki pinjaman bilateral terbesar di sejumlah negara berkembang di luar sindikasi pinjaman internasional. Namun, China mengatasi masalah utang secara bilateral.
Baca juga: ”Perang Dingin” AS-China Mentalkan Pembahasan Utang Negara-negara Termiskin
Tentang IMF, China menuntut reformasi agar IMF bisa menjadi lebih transparan, efisien, dan independen. Keluhan banyak negara berkembang selama ini, IMF memberi pinjaman sekaligus menekan.
Kasus pinjaman IMF ke Indonesia menunjukkan tekanan dari Presiden Bill Clinton kepada Presiden Soeharto. Yang terbaru, harian Nigeria, Daily Post, 17 Oktober, mengutip ekonom Profesor Segun Ajibola yang memperingatkan Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu agar berhati-hati dengan resep ekonomi dari IMF/Bank Dunia di balik bantuannya.
Pertarungan geopolitik AS-China telah menyebabkan munculnya blok China dan blok AS. Dalam pertemuan di Marrakesh, China diundang dalam pertemuan G24. Di Marrakesh, G24 memperingatkan bahwa ”legitimasi dan efektivitas IMF bergantung pada perombakan kuota. Proses ini sangat penting untuk memperkuat suara dan keterwakilan negara-negara berpendapatan rendah dan negara-negara berpendapatan menengah di IMF”.
Gubernur Bank Sentral Ghana Ernest Addison, mewakili Maroko, Aljazair, Iran, Libya, Pakistan, dan Tunisia, mengatakan, proposal AS bukan pilihan mereka. Perancis, Swiss, Finlandia, dan Belgia mendukung usulan AS. India yang biasanya mencoba mendobrak dominasi AS di badan-badan internasional kali ini juga menyatakan setuju dengan usulan AS, sebagaimana disampaikan Menkeu India Nirmala Sitharaman.
Ada pihak yang mencoba netral. Menkeu Inggris Jeremy Hunt mendukung usulan AS tetapi menegaskan perlunya perombakan kuota di IMF. Georgieva mendukung pertambahan dana segera seraya menyerukan perombakan kuota. Jika tidak dirombak, legitimasi IMF terganggu. Namun, penentu di IMF bukan Georgieva.
Persoalannya, di depan semakin banyak negara yang butuh bantuan IMF karena krisis utang. Sobel mengatakan, dalam situasi seperti itu, tempat mengadu bagi negara-negara kesulitan hanyalah IMF. Dengan kurangnya dana pendukung dari para anggota, bagaimana IMF akan membantu negara-negara yang berpotensi menghadapi krisis di depan? Inilah yang menjadi tugas Georgieva yang mengatakan bahwa ia optimistis masalah akan bisa diatasi. (REUTERS/AP/AFP)