Mobil Tenaga Surya, Generasi Baru Kendaraan
Kendaraan bertenaga matahari dulu hanya sebatas imajinasi. Namun, kini hal itu menjadi kenyataan dan bisa jadi harapan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil yang mencemari udara bumi.
Masih ada yang ingat film Race The Sun yang dibintangi Hale Berry dan James Belushi? Film layar lebar yang dirilis tahun 1996 itu bercerita tentang upaya guru dan beberapa muridnya, dibantu montir bengkel yang diperankan oleh Belushi. Mereka membangun mobil bebas polusi.
Ya, mereka membangun sebuah kendaraan yang menggunakan panel surya sebagai sumber tenaga utama. Ujiannya, setiap kendaraan harus menempuh jarak 3.200-an kilometer mengelilingi Benua Kanguru.
Kontur jalan, melewati pegunungan, gurun dan padang rumput, hingga kondisi cuaca tentu saja berpengaruh pada ketahanan kendaraan. Bagi konsumen masa kini, daya tahan kendaraan menjadi salah satu pertanyaan sebelum beralih dari kendaraan berbahan bakar minyak ke bertenaga baterai.
Baca Juga: Dua, Tiga Dekade dari Sekarang
Kini, jarak tempuh kendaraan listrik berbasis baterai (battery electrified vehicle/BEV) bervariasi. Ada BEV yang hanya mampu dikendarai paling jauh 100 kilometer setiap kali baterainya penuh, tetapi ada juga BEV mampu dikendarai sampai 600 km dalam sekali isi penuh. Beberapa bahkan bisa menempuh jarak lebih jauh.
Sayangnya, tetap ada kelemahan di BEV. Masalah pokoknya adalah tempat mengisi ulang daya baterai masih terbatas. Di Indonesia dan berbagai negara, stasiun pengisian daya kendaraan listrik umum masih terbatas.
Oleh karena itu, gagasan membuat BEV yang dayanya diisi ulang dengan tenaga surya atau solar car menjadi hal menarik. Hal itu sedang digarap perusahaan rintisan asal Belanda, Lightyear.
Lightyear, mengutip media otomotif Top Gear,didirikan pada 2016 oleh sejumlah insinyur dan teknisi Belanda yang pernah ikut kompetisi membuat mobil tenaga surya. Pada 2021, Lightyear mengumumkan kemitraan dengan Valmet Automotive.
Perusahaan Finlandia itu punya pengalaman lebih dari 50 tahun sebagai pembuat mobil untuk perusahaan lain. Valmet pernah membuat mobil untuk BMW, Saab, dan Porsche.
Masuk pasar
Versi pertama mobil Lightyear dijual 150.000 euro per unit. Total 10.000 unit dipesan sejak 2021 sampai akhir 2022. Sementara versi selanjutnya, Lightyear 2, sudah dipesan 20.000 unit. Semua dalam proses pembuatan di pabrik Valmet di Finlandia.
Baca Juga: Mengejar Hidrogen Setelah ”Hindenburg”
Sedan bertenaga surya itu mulai dikenalkan ke khalayak pada 2016 dengan nama Lightyear One. Walakin, versi komersial perdana malah dinamai Lightyear Zero. Baik versi pertama maupun kedua hanya tersedia di Uni Eropa.
Tim desain merancang mobil yang aerodinamis, utamanya untuk mengurangi hambatan. Sebab, angin bisa berpengaruh pada laju dan kestabilan mobil. Di atap mobil, mengikuti bentuk kendaraan itu, dipasang panel surya.
Lightyear Zero dilengkapi baterai berdaya 61,2 KwH, lebih kecil bateri Tesla 3 model standar. Meski demikian, Lightyear Zero diklaim bisa melaju sampai 725 kilometer dalam kondisi baterai penuh. Dibandingkan dengan Tesla Model 3, jarak tempuh Lightyear Zero lebih jauh 122 kilometer.
Masalahnya, jarak tempuh itu berdasarkan pengujian internal. Sebab, belum satu pun mobil Lightyear dikirimkan dan dipakai konsumen. Semua masih diproduksi di Finlandia.
Meski demikian, animo pada mobil itu tetap tinggi. Buktinya, Lightyear 2 sudah dipesan 20.000 unit. Manajemen Lightyear mengklaim bahwa produk kedua mereka ini mampu menempuh jarak hingga 800 kilometer dalam sekali pengisian daya.
Meski disebut bertenaga matahari, ternyata Lightyear tetap butuh pengisian daya dengan listrik di rumah atau bangunan lain. Tenaga surya hanya berfungsi menambah daya untuk disimpan di baterai selama mobil dikendarai, sementara sumber tenaga utamanya adalah daya hasil pengisian selama 12 jam.
Baca Juga: Spectre, Mobil Listrik Pertama Rolls-Royce
Dengan pengisian daya dari listrik, jarak tempuhnya bisa 725 kilometer. Jika ditambah daya tenaga surya, jarak tempuhnya bertambah 200 kilometer.
Produsen lain
Sebenarnya, ada pabrikan lain yang juga mau membuat mobil tenaga surya. Perusahaan Jerman, Sono Cars, menggagas model crossover. Akan tetapi, perusahaan rintisan asal Jerman dikabarkan sudah menghapus hasrat memproduksi mobil. Mereka malah hanya akan fokus membuat panel tenaga surya.
Padahal, Sono Cars telah mengumumkan model pertama yang disebut Sion. Pendiri Sono Cars, Laura Hans, menyebut Sion tidak perlu biaya besar. Mobil itu disebut akan melengkapi mobil lain yang dimiliki konsumen. ”Mobil ini membuat Anda bisa menempuh jarak ribuan kilometer per tahun secara gratis, bebas biaya apa pun, karena sumber tenaganya adalah matahari,” kata Hahn.
Adapun tim Eindhoven University of Technology (TUE) Belanda menggagas membuat mobil model SUV. Model itu lebih besar dari sedan crossover. Menurut CNN, tim TUE ingin mobil tenaga surya yang bisa menjelajah alam bebas.
”Ini akan menjadi kendaraan off-road bertenaga surya pertama di dunia, yang dapat membantu menghubungkan daerah-daerah terpencil, yang belum memiliki infrastruktur jalan yang baik dan jaringan energi yang belum bisa diandalkan,” kata Thieme Bosman, Manajer Tim TUE.
Tim TUE Stella Terra sebagai nama mobil konsep itu. Purwarupanya sedang diuji di Maroko. Negara di Sahara itu dipilih karena kondisi alamnya beragam, mulai dari gurun pasir hingga perbukitan dan pesisir.
Baca Juga: Lebih Boros dengan Mobil Listrik
Tim menguji Stella Terra sejauh 1.000 kilometer (621 mil) antara pantai utara negara itu dan Gurun Sahara di selatan. Pada hari yang cerah, jangkauan baterai bisa menempuh jarak 710 kilometer di jalan raya dan 550 kilometer di luar jalan raya, bergantung pada jenis permukaan jalan. Dalam kondisi mendung, tim memperkirakan jangkauan bisa berkurang sekitar 50 kilometer.
Menurut Bossman, di luar dugaan, hasil pengujian memperlihatkan Stella Terra lebih efisien dari yang diperkirakan. Efisiensi ini diperkirakan karena desain mobil yang terfokus pada pengurangan bobot membuat jarak tempuh lebih jauh, tanpa mengurangi kemampuannya mengarungi medan berat.
Dengan berat hanya 1.200 kilogram, Stella Terra memiliki bobot sekitar 25 persen lebih ringan dibandingkan dengan rata-rata SUV berukuran sedang. ”Desain aerodinamis juga mengurangi hambatan dan menggunakan material komposit yang ringan dan kuat untuk mengurangi bobot berdampak pada hasil tersebut,” kata Bob van Ginkel, Manajer Teknis Stella Terra.