Hamas-Israel Berperang, Warga Sipil Sudah Pasti Kalah
HRW menyebut aparat Israel dan kelompok pejuang Palestina sama-sama melanggar HAM. Mereka menewaskan dan mencederai warga sipil Palestina dan Israel selama bertahun-tahun.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
JERUSALEM, SENIN — Pertempuran antara militer Israel dan kelompok pejuang Palestina memasuki hari ketiga. Jumlah korban sipil dari kedua belah pihak terus berjatuhan. Kelompok-kelompok pembela hak asasi manusia menegaskan bahwa baik militer Israel maupun Hamas dan kelompok bersenjata lain dari Palestina sama-sama melakukan kejahatan kemanusiaan.
Kecaman terbaru dikeluarkan oleh Omar Shakir, Direktur Human Rights Watch (HRW) untuk Palestina dan Israel melalui laman resmi lembaga tersebut pada Senin (9/10/2023). ”Kedua belah pihak sengaja mengincar masyarakat sipil. Ini adalah pelanggaran hak asasi manusia,” ujarnya.
HRW menjelaskan bahwa Israel melakukan serangan udara yang mengincar wilayah permukiman warga Palestina di Gaza. Tidak ada bukti bahwa titik-titik yang diserang oleh militer Israel itu memang merupakan tempat berkumpulnya para anggota kelompok bersenjata Palestina. Israel juga dituding menggunakan bom fosfor. Bom itu termasuk jenis senjata terlarang.
Adapun Hamas dan kelompok pejuang lain dari Palestina, menurut HRW, menembak roket secara membabi buta. Sebagian korban serangan roket itu merupakan warga sipil Israel dan sejumlah negara lain.
Kepada Bangkok Post, juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand Kanchana Patarachoke menjelaskan, ada 12 warga Thailand yang tewas di Israel, 11 orang diculik oleh Hamas, dan 1.099 meminta dipulangkan ke tanah air. Secara keseluruhan, ada 30.000 pekerja Thailand di Israel dan 5.000 di antaranya bekerja di dekat Gaza.
Berdasarkan data Senin (9/10) malam yang dihimpun oleh surat kabar Haaretz, Pemerintah Israel mengatakan, ada 700 korban tewas. Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan, ada 493 warga Palestina di Gaza yang kehilangan nyawa. Korban dari kedua belah pihak itu mencakup perempuan, anak-anak, dan warga negara asing.
Terlepas dari skala pertempuran, HRW tidak melihat pecahnya konflik itu sebagai hal yang mengejutkan. Pasalnya, sejak tahun 2007, Pemerintah Israel secara sistematis telah menindas warga Palestina di Gaza. Menurut Shakir, praktik apartheid yang telah berlangsung selama dua dasawarsa ini merupakan gentong mesiu yang siap meledak sewaktu-waktu.
Blokade total
Sementara Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan, Israel akan memblokade total Gaza. ”Tidak ada listrik, tidak ada air, tidak ada gas, tidak ada makanan. Semua ditutup,” katanya.
Padahal, selama ini pun Gaza praktis dikurung Israel dari semua penjuru. Warga Gaza hanya bisa keluar dari pintu yang dijaga ketat Israel. Ke Mesir ada pintu juga dan kadang ditutup pula.
Pernyataan Gallant melanjutkan pengumuman Menteri Energi Israel Katz. Selepas serangan Hamas, Katz mengumumkan menghentikan pasokan listrik ke Gaza.
Adapun juru bicara militer Israel, Avichay Adraee, kepada warga Palestina di Gaza untuk segera menyelamatkan diri karena akan ada konflik. Imbauan yang sulit dilakukan warga Gaza.
Ada 2,2 juta orang tinggal di Gaza yang luasnya hanya 362,5 kilometer persegi itu. Gaza otomatis merupakan salah satu tempat permukiman terpadat di dunia. Blokade militer Israel tersebut mengakibatkan warga Palestina tidak bisa mengungsi keluar dari area pertempuran.
Mahmoud Shalabi dari Medical Aid for Palestine—organisasi yang memantau semua rumah sakit di Gaza—mengungkapkan kepada harian Guardian bahwa ketika serangan pertama Israel itu, 20.000 warga Gaza kehilangan tempat tinggal. Mereka tidak memiliki tempat untuk berlindung. Sementara data Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan, setidaknya 123.000 warga Gaza kehilangan tempat tinggal.
Mohammed Ghalayini, warga Gaza, juga berbicara kepada Guardian. Ia mengaku terkejut dengan skala dan intensitas serangan Hamas ke Israel. ”Akan tetapi, kami sudah 15 tahun lebih hidup di bawah tekanan. Kami sudah merasa tidak bisa dirugikan lagi lebih banyak,” ujarnya.
Konflik antara Israel dan Palestina memakan banyak korban. Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan HAM (OCHA) mendata bahwa sejak tahun 2009 hingga September 2023, ada 6.407 warga Palestina yang tewas di tangan aparat Israel. Dalam periode yang sama pula ada 308 warga Israel yang tewas akibat menjadi korban kelompok bersenjatan dari Palestina. Ini belum termasuk korban yang luka-luka.
Reaksi internasional
Akibat pertempuran ini, Austria menghentikan bantuan kemanusiaan untuk Palestina. Menteri Luar Negeri Austria Alexander Scahellenberg menuturkan bahwa dana sebesar 19 juta euro itu ditahan dulu karena Austria hendak mengevaluasi situasi. Sementara itu, Amerika Serikat, Inggris, India, Jerman, dan Kanada mengirim bantuan persenjataan untuk Israel.
Perundingan antara Hamas dan Israel yang dimediasi oleh PBB gagal. Mesir dan AS juga gagal membawa Hamas-Israel ke meja perundingan.
Meskipun begitu, Hamas-Israel sedang membahas kemungkinan pertukaran tawanan, terutama perempuan dan anak-anak. Hamas dalam perang ini diperkirakan menyandera 103 orang.
Adapun data HaMoked, lembaga pembelaan individual dari Israel, yang memberi bantuan hukum untuk warga Palestina di wilayah okupasi Israel yang berhadapan dengan hukum—memaparkan ada 5.192 orang dipenjara oleh Israel atas alasan keamanan. Mayoritas dari mereka adalah warga Palestina. (AP/AFP/Reuters)